Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2022

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2022 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 16 a5'at (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keselamatan dan Keamanan Pertambangan Bahan Galian Nuklir; Mengingat Menetapkan 1. 2. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 36761; MEMUTUSI(AN: : PERATURAN PEMERINTAH TEN'IANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: l. Mineral Radioaktif adalah m.ineral sebagai bahan dasar untuk pembuatan bahan bakar nuklir yang dihasilkan sebagai produk utama dari kegiatan pertambangan bahan galian nuklir, 10. Proteksi Fisik Pertambangan Bahan Galian Nuklir yang selanjutnya disebut Proteksi Fisik adalah upaya yang ditujukan untuk mendeteksi dan mencegah pemindahan bahan nuklir secara tidak sah dan mencegah sabotase terhadap fasilitas dan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. 11. Kecelakaan Pertambangan Bahan Galian Nuklir atau yang selanjutnya disebut Kecelakaan adalah kejadian yang tidak direncanakan, tidak diinginkan, atau tanpa unsur kesengajaan pada kegiatan pertambangan bahan galian nuklir yang mengakibatkan kematian dan/atau cidera terhadap pekerja pertambangan dan masyarakat atau kejadian yang menimbulkan potensi paparan radiasi dan/atau kontaminasi yang melampaui batas yang ditetapkan. 12. Dekomisioning Pertambangan Bahan Galian Nuklir atau yang selanjutnya disebut Dekomisioning Pertambangan adalah proses penghentian kegiatan pertambangan secara perrnanen berupa kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan bahan galian nuklir dengan menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup dan ekosistem agar dapat berfungsi sesuai peruntukannya. 13. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. L4. Badan Pengawas Tenaga Nuklir yang selanjutnya disebut Badan adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penga\lrasan tenaga nuklir. 15. Kepala Badan adalah Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir. L6. Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik (Online Single Srzbmfssion) yang selanjutnya disebut Sistem OSS adalah sistem elektronik terintegrasi yang dikelola dan diselenggarakan oleh Lembaga OSS untuk penyelenggara perizinan berusaha berbasis risiko. L7. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara Sistem OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah yang menyelen ggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal. 18. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur aspek pada selurrrh tahapan pertambangan bahan galian nuklir yang meliputi: a. keselamatan pertambangan bahan galian nuklir; b. keamanan pertambangan bahan galian nuklir; dan c. manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir. Pasal 3 (1) Keselamatan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a bertujuan untuk melindungi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup terhadap bahaya radiologik dan nonradiologik yang dihasilkan dari kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. (21 Keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b bertujuan untuk mencegah, mendeteksi, menunda, dan rnerespons tindakan pemindahan hasil pengolahan bahan galian nuklir secara tidak sah dan sabotase fasilitas dan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir serta mencegah penyimpangan terhadap pemanfaatan hasil pengolahan bahan galian nuklir dari tujuan damai. (3) Manqiemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 humf c bertujuan untuk mengatur sistem manajemen, yang meliputi hal yang berhubungan langsung dengan keselamatan dan keamanan atau merupakan bagian dari kerangka kerja manajerial untuk menjamin dan mempertahankan keselamatan dan keamanan kegiatan dan fasilitas pertambangan bahan galian nuklir. Pasal 4 (U Keselamatan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a meliputi: a. keselamatan dan kesehatan kerja, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, dan keselamatan lingkungan hidup; b. keselamatan fasilitas dan kegiatan; c. Proteksi Radiasi; d. pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup; e. penanggulangan Kecelakaan; dan f. pengelolaan limbah radioaktif. (21 Keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b meliputi: a. Garda-Aman; dan b. Proteksi Fisik. (3) Manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c meliputi: a. sistem manajemen; dan b. organisasi pertambangan. Pasal 5 Keselamatan dan kesehatan keda, kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, dan keselamatan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangarr. Pasal 6 (1) Pertambangan bahan galian nuklir dikelompokkan atas: a. pertambangan Mineral Radioaktif; b, pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif; dan c. penyimpanan Mineral lkutan Radioaktif. (21 Pertambangan Mineral Radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi tahapan kegiatan: a. penyelidikan umum; b. eksplorasi; c. studi kelayakan; d. konstruksi; e. penambangan; f. pengolahan; g. penyimpanan PRES tDEN REFUBLIK INDONESIA -6- g. penyimpanan; h. pengalihan; dan/atau i. Dekomisioning Pertambangan. (3) Keselamatan selama kegiatan pengalihan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf h dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keselamatan dan keamanan sumber radiasi pengion serta keselamatan dan keamanan pengangkutan zat radioaktif. Pasal 7 (1) Kegiatan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dilaksanakan dengan memperhatikan keselamatan dan keamanan. (21 Kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat ^(21 huruf a sampai dengan huruf c dilaksanakan oleh lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang penyelenggaraan ketenaganukliran. (3) Lembaga yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang penyelenggaraan ketenaganukliran menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Kepala Badan sebelum melaksanakan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21. (4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan dengan melampirkan program kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, dan studi kelayakan. (5) Kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, penyimpanan, pengalihan, danlatau Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (21huruf d sampai dengan huruf i dilaksanakan oleh Pemeganglnn. (6) Pemegang lzin dalam melaksanakan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan melalui perizinan berusaha berbasis risiko. (71 Perizinan berusaha berbasis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II BAB II KESELAMATAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR Bagian Kesatu Pertambangan Mineral Radioaktif Paragraf 1 Keselamatan Fasilitas dan Kegiatan Pasal 8 (U Pemegang lzin wajib melaksanakan analisis keselamatan untuk memastikan bahwa kegiatan pertambangan Mineral Radioaktif dilakukan dengan mempertimbangkan keselamatan pertambangan Mineral Radioaktif. (21 Dalam melaksanakan analisis keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen analisis keselamatan untuk kegiatan konstruksi dan penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif. (3) Dokumen analisis keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling sedikit memuat informasi: a. uraian kegiatan yang diusulkan; b. laporan hasil eksplorasi dan studi kel.rayakan; c. analisis Wilayah Tambang; d. desain fasilitas penambangan atau pengolahan serta sistem bantunya; e. program konstruksi; f. program penambangan atau pengolahan; g. sistem manajemen; h. pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup; i. analisis keselamatan fasilitas; dan j. prosedur penanggulangan Kecelakaan. Pasal 9 Keselamatan fasilitas dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b untuk pertambangan Mineral Radioaktif diterapkan pada pelaksanaan: a. analisis Wilayah Tambang; b. perancangan dan perubahan desain; c. konstruksi; FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -8- d. penamb€rngan; e. pengolahan; f. modifikasi; dan g. Dekomisioning Pertambangan. Pasal 1O (1) Pemegang lzin wajib melaksanakan analisis Wilayah Tambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a sebelum melaksanakan konstruksi flasilitas penambangan dan pengolahan Mineral Radioaktif. (2) Analisis Wilayah Tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek: a. pengaruh kejadian alam dan kejadian ulah manusia terhadap keselamatan pertambangan Mineral Radioaktif; b. karakteristik Wilayah Tambang dan sekitarnya yang berpengaruh pada perpindahan zat radioaktif yang dilepaskan selama kegiatan pertambangan Mineral Radioaktif yang sampai pada manusia dan lingkungan hidup; dan c. demografi penduduk dan karakteristik lain dari Wilayah Tambang dan sekitarnya yang berkaitan dengan evaluasi risiko terhadap anggota masyarakat. Pasal 11 (1) Pemegang lzin wajib merancang desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf b untuk fasilitas penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif serta sistem bantunya. l2l ^Kegiatan ^penambangan ^atau ^pengolahan ^Mineral Radioaktif harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan desain sejak konstruksi sampai penambangan atau pengolahan selesai. (3) Persyaratan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (21 harrs dipenuhi berdasarkan hasil analisis Wilayah Tambang. (4) Persyaratan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi: a. persyaratan umum; dan b. persyaratan khusus. FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -9- (5) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi: a. kemudahan operasi dan perawatan; dan b. Proteksi Radiasi. Pasal 12 Penambangan Mineral Radioaktif dilaksanakan berdasarkan teknik penambangan: a. permukaan; b. bawah tanah; atau c. pelindian di tempat. Pasal 1.3 Persyaratan khusus untuk desain penambangan perrnukaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal t2 huruf a meliputi sistem: a. pengendalian erosi, air, dan sedimentasi; b. pengendalian debu; c. pen€rnganan dan penyimpanan Mineral Radioaktif; d. perlindungan dari bahaya fisik di Wilayah Tambang; e. pengelolaan limbah radioaktif; dan f. bantu. Pasal 14 Persyaratan khusus untuk desain penambangan bawah tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal L2 huruf b meliputi sistem: a. penambangan; b. ventilasi; c. pengelolaan air tambang; d. penutup; e. bukaan; f. penanganan dan penyimpanan Mineral Radioaktif; g. perlindungan dari bahaya f,rsik di Wilayah Tambang; h. pengelolaan limbah radioaktif; dan i. bantu. Pasal 15 Persyaratan khusus untuk desain penambangan pelindian di tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c meliputi sistem: a. instrumentasi dan kendali; b. pemipaan b. c. d. e. f. o D' h. i. pemipaan dan pemompaan untuk injeksi, observasi, pemantauan, pelindian, dan filtrasi; pemanas; pengungkung; pengelolaan air tambang; penang€uran dan penyimpanan Mineral Radioaktif; perlindungan dari bahaya fisik di Wilayah Tambang; pengelolaan limbah radioaktif; dan bantu. Pasal 16 Persyaratan khusus untuk desain pengolahan meliputi sistem: a. penghancuran, penyaringan, dan penghalusan; b. proses; c. pengungkung; d. ventilasi; e. penanganan dan penyimpanan Mineral Radioaktif; f. penanga.nan hasil pengolahan; g. perlindungan dari bahaya fisik di Wilayah Tambang; h. proteksi bahan berbahaya dan beracun (83); i. pengelolaan limbah radioaktif; dan j. bantu. Pasal 17 (1) Pemegang lzin dapat melaksanakan perubahan desain atas sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan di fasilitas penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b untuk: a. meningkatkan keselamatan pertambangan Mineral Radioaktif bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup; b. mencegah kegagalan yang teridentifikasi selama konstruksi; dan/atau c. mempermudah perawatan sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan penambangan dan/atau pengolahan. (21 Dalam melaksanakan perubahan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Badan. a. data perubahan desain; dan b. dokumen analisis keselamatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan perubahan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (U sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan. Pasal 18 (1) Pemegang lzin wajib melaksanakan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf c dengan mempertimbangkan keselamatan pertambangan Mineral Radioaktif. (21 Dalam melaksanakan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat dan mengimplementasikan program konstruksi untuk fasilitas penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif. (3) Program konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. organisasi; b. ^jenis pekerjaan dan penjadwalan; c. pengangkutan dan penyimpanan peralatan dan komponen; d. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan; e. kriteria penerimaan dan pengendalian desain; f. pengujian; dan g. pengendalian dokumentasi dan laporan. Pasal 19 (1) Pemegang lzin wajib melaksanakan penambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf d dengan mempertimbangkan keselamatan pertambangan Mineral Radioaktif. (21 Dalam melaksanakan penambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan program penambangan Mineral Radioaktif. a. organisasi; b. kualifikasi dan pelatihan pekerja; c. ^jumlah produksi dan produk yang dihasilkan; d. ^jadwal dan prosedur kegiatan; e. penggiliran waktu kerja; f. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan; g. kriteria penerimaan dan penilaian keselamatan; dan h. modifikasi. Pasal 2O (1) Pemegang lzin wajib melaksanakan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf e dengan mempertimbangkan keselamatan pertambangan Mineral Radioaktif. (21 Dalam melaksanakan pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan program pengolahan Mineral Radioaktif. (3) Program pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 meliputi: a. organisasi; b. kualifikasi dan pelatihan pekerja; c. ^jumlah produksi dan produk yang dihasilkan; d. ^jadwal dan prosedur kegiatan; e. penggiliran waktu kerja; f. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan; g. penanganan hasil pengolahan; h. kriteria penerimaan dan penilaian keselamatan; dan i. modifikasi. Pasal 2 1 Pemegang lzin wajib melaksanakan perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (3) huruf d, Pasal 19 ayat ^(3) huruf f, dan Pasal 2O ayat ^(3) humf f terhadap setiap sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan pada kegiatan konstruksi, penambangan, dan pengolahan Mineral Radioaktif. Pasal 22 (1) Pemegang lzin dapat melaksanakan modifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf f atas sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan di fasilitas penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif untuk: a. meningkatkan keselamatan penambangan atau pengolahan; b. mencegah kegagalan yang teridentifikasi selama penambangan atau pengolahan; c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan; d. mengurangi kejadian akibat kesalahan rnanusia; e. mempermudah perawatan sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan penambangan atau pengolahan; dan/atau f. meningkatkan kinerja penambangan atau pengolahan. (21 Dalam melaksanakan modifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Badan. (3) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) secara tertulis dengan melampirkan: a. program modifikasi; dan b. sistem manajemen untuk modifikasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan modifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan. Pasal 23 (1) Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g dengan mempertimbangkan keselamatan pertambangan Mineral Radioaktif, dalam hal: a. izin habis masa berlakunya dan tidak dilakukan perpanjangarr izin; b. WPPMR diciutkan atau dikembalikan; c. terjadi Kecelakaan yang mengakibatkan Wilayah Tambang atau fasilitas tidak dapat diusahakan kembali; atau d. izin dicabut. (2) Dalam . (21 Dalam melaksanakan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzinwajib memperoleh persetujuan dari Kepala Badan. (3) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 secara tertulis dengan melampirkan: a. program Dekomisioning Pertambangan; dan b. sistem manajemen Dekomisioning Pertambangan. (4) Dalam melaksanakan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzinwajib membuat dan mengimplementasikan program Dekomisioning Pertambangan untuk kegiatan penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif. (5) Program Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (41paling sedikit meliputi: a. deskripsi Wilayah Tambang, yang terbagi menjadi: 1, jumlah dan jenis Mineral Radioaktif dan bahan bantu proses yang diproduksi; 2. proses dan kegiatan yang dilaksanakan; 3. penilaian rona awal kondisi lingkungan hidup dan radiologik; dan 4. kriteria akhir; b. penutupan fasilitas penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif; c. pengelolaan dan pemulihan kondisi lingkungan hidup dan radiologik Wilayah Tambang, yang terbagi menjadi kondisi:

  1. geologi;

  2. stabilitas geoteknik;

  3. hidrologi air permukaan dan air tanah;

  4. erosi;

  5. kualitas udara;

  6. paparan radiasi dan kontaminasi; dan

  7. tanah; dan

    1. waktu dan biaya Dekomisioning Pertambangan. (6) Program Dekomisioning Pertambangan wajib dikaji ulang dan dimutakhirkan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

      (7)

      Dalam {71 ^Dalam ^mengkaji ^ulang ^dan ^memutakhirkan ^program Dekomisioning Pertambangan, Pemegang lzin harus mempertimbangkan paling sedikit:

    2. perubahar] sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan selama konstruksi, penambangan, dan pengolahan Mineral Radioaktif;

    3. Kecelakaan;

    4. waktu dan biaya Dekomisioning Pertambangan; dan

    5. teknologi Dekomisioning Pertambangan terkini. (8) Pemeganglztn menyampaikan hasil pengkajian ulang dan pemutakhiran program Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (71 kepada Kepala Badan. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan.

      Pasal 24
      (1)

      Pemegang lzin wajib mengajukan permohonan persetujuan pernyataan pembebasan setelah berakhirnya kegiatan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 secara tertulis kepada Kepala Badan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan pernyataan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) diatur dengan Peraturan Badan. Paragraf 2 Proteksi Radiasi


      Pasal 25
      (1)

      Pemegang lzin wajib melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c untuk pertambangan Mineral Radioaktif. (21 Dalam melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wqiib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan program proteksi dan keselamatan radiasi.


    6. identifikasi sumber radiasi pengion, jalur paparan, dan penilaian serta pengendalian risiko radiasi;

    7. daftar perlengkapan Proteksi Radiasi dan program kalibrasi alat ukur;

    8. pembagian daerah kerja;

    9. pemantauan paparan radiasi dan/atau kontaminasi radioaktif di daerah kerja;

    10. pelatihan Proteksi Radiasi untuk pekerja radiasi;

    11. pemantauan kesehatan; dan

    12. pemantauan dan rekam dosis yang diterima pekerja radiasi. (4) Identifikasi terhadap sumber radiasi pengion dan jalur paparan radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a harus meliputi sumber:

    13. eksterna dari radiasi gamma yang berasal dari bijih, produk, dan limbah; dan

    14. interna dari produk luruh radon dan partikulat radioaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui: f . inhalasi;

  8. ingesta; dan

  9. absorbsi.

    Pasal 26

    Pemegang lzin melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 melalui:

    1. justifikasi pertambangan Mineral Radioaktif;

    2. optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi; dan

    3. limitasi dosis.


    Pasal 27
    (1)

    Pemegang lzin wajib melakukan justifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dengan memastikan kegiatan pertambangan Mineral Radioaktif yang dilaksanakan mempunyai manfaat yang lebih besar dari risikonya. (2) Justifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan paling sedikit mempertimbangkan faktor teknologi, lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, sosial, dan budaya.


    Pasal 28
    (1)

    Pemegang lzin wajib melakukan optimisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf b dengan mengendalikan besaran dosis yang diterima pekerja radiasi di pertambangan Mineral Radioaktif dan masyarakat agar serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. (21 Dalam melakukan optimisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin harus menentukan dan menerapkan pembatas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat. (3) Dalam menentukan pembatas dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Pemegang lzin wajib mendapat persetujuan dari Kepala Badan. (4) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara tertulis dengan melampirkan program proteksi dan keselamatan radiasi. (5) Dalam hal terdapat lebih dari satu fasilitas di satu kawasan, Pemegang lzin harus menentukan dan menerapkan pembatas dosis dengan mempertimbangkan kontribusi dosis dari masing-masing fasilitas. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan penentuan pembatas dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 diatur dengan Peraturan Badan.


    Pasal 29
    (1)

    Pemegang lzin wajib melakukan limitasi dosis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf c dengan memastikan paparan radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi di pertambangan Mineral Radioaktif dan masyarakat tidak melebihi batas yang ditetapkan. (21 Dalam melakukan limitasi dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin harus menerapkan Nilai Batas Dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat. (3) Dosis yang diterima pekerja radiasi dan masyarakat tidak boleh melebihi Nilai Batas Dosis yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (4)

    Pengendalian (41 Pengendalian penerimaan paparan radiasi dalam limitasi dosis untuk pekerja radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan:

    1. pembagian daerah kerja;

    2. pemantauan daerah kerja;

    3. pemantauan dosis pekerja radiasi;

    4. pemantauan kesehatan pekerja radiasi; dan

    5. penggunaan peralatan Proteksi Radiasi. (5) Pengendalian penerimaan paparan radiasi dalam limitasi dosis untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan:

    6. membatasi akses Wilayah Tambang; dan

    7. mengendalikan lepasan efluen radioaktif ke lingkungan hidup. Paragraf 3 Pengendalian Radioaktivitas Lingkungan Hidup Pasal 3O

    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d untuk pertambangan Mineral Radioaktif. (21 Pemegang lzin wajib melaksanakan pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup pada saat kondisi normal dan Kecelakaan. (3) Pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. pemantauan parameter lingkungan hidup; dan

    2. pengelolaan lingkungan hidup. (4) Pemantauan parameter lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:

    3. batasan lepasan efluen radioaktif ke lingkungan hidup; dan

    4. tingkat radioaktivitas di lingkungan hidup. (5) Pengukuran parameter untuk batasan lepasan efluen radioaktif ke lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a harus dilaksanakan di Wilayah Tambang dengan didasarkan pada nilai batas lepasan radioaktivitas ke lingkungan hidup, yang berlaku untuk:

    5. air; dan

    6. udara.

    7. air;

    8. udara;

    9. tanah; dan

    10. vegetasi. Paragraf 4 Penanggulangan Kecelakaan


    Pasal 31
    (1)

    Dalam hal terjadi Kecelakaan, Pemegang lzin wajib melaksanakan penanggulangan Kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e untuk pertambangan Mineral Radioaktif dengan mengutamakan keselamatan manusia. (21 Penanggulangan Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tindakan:

    1. praKecelakaan;

    2. saat Kecelakaan; dan

    3. pascaKecelakaan. (3) Dalam melaksanakan penanggulangan Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan prosedur penanggulangan Kecelakaan. (41 Prosedur penanggulangan Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit meliputi:

    4. identifikasi kondisi Kecelakaan;

    5. tanggung ^jawab petugas penanggulangan;

    6. persyaratan dan metode penilaian Kecelakaan;

    7. jenis latihan dan gladi menghadapi kondisi Kecelakaan;

    8. sarana dan prasarana penanggulangan;

    9. pernyataan terjadinya kondisi Kecelakaan;

    10. pelaporan lisan, tertulis, dan khusus;

    11. tindakan penanganan saat Kecelakaan berupa perlindungan dan mitigasi bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup dari paparan radiasi dan kontaminasi;

    12. sistem rujukan pelayanan kesehatan;

    13. tindakan penanganan pascaKecelakaan, termasuk pemulihannya;

    14. pernyataan berakhirnya kondisi Kecelakaan; dan

    15. pelaporan akhir. (5) Kondisi terjadinya dan berakhirnya Kecelakaan harus dinyatakan oleh Pemegan g lzin. (6) Laporan penanggulangan Kecelakaan yang disampaikan oleh Pemegang Izin kepada Kepala Badan, terdiri atas:

    16. laporan lisan paling lama 24 (dua puluh empat) ^jam setelah terjadi Kecelakaan;

    17. laporan tertulis paling lama 3 (tiga) hari kalender setelah terjadi Kecelakaan;

    18. laporan khusus paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak tindakan penanggulangan dilaksanakan dan dimutakhirkan sampai penanggulangan Kecelakaan selesai; dan

    19. laporan akhir paling lama 3 (tiga) bulan setelah penanggulangan Kecelakaan dinyatakan berakhir. (7) Dalam hal tedadi Kecelakaan dengan potensi lepasan radioaktif yang meluas sampai ke luar Wilayah Tambang, Pemegang lzin harus berkoordinasi dengan instansi terkait. Paragraf 5 Pengelolaan Limbah Radioaktif


    Pasal 32
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat ^(1) huruf f untuk pertambangan Mineral Radioaktif. l2l ^Dalam ^melaksanakan ^pengelolaan ^limbah ^radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan program pengelolaan limbah radioaktif. (3) Program pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling sedikit meliputi:

    1. deskripsi semua limbah radioaktif yang dihasilkan;

    2. kategorisasi dan penentuan kriteria limbah radioaktif;

    3. strategi untuk memastikan produksi limbah radioaktif seminimal mungkin;

    4. prosedur pengelolaan limbah radioaktif; dan

    5. penilaian keselamatan. (4) Pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan limbah radioaktif.


    Pasal 33

    Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan fasilitas dan kegiatan, Proteksi Radiasi, pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup, penanggulangan Kecelakaan, dan pengelolaan limbah radioaktif pada pertambangan Mineral Radioaktif diatur dengan Peraturan Badan. Bagian Kedua Pengolahan dan Penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif Paragraf 1 Keselamatan Fasilitas dan Kegiatan


    Pasal 34
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan analisis keselamatan untuk memastikan bahwa kegiatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif dilakukan dengan mempertimbangkan keselamatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. (21 Dalam melaksanakan analisis keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen analisis keselamatan untuk kegiatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. (3) Dokumen analisis keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21memuat informasi paling sedikit:

    1. uraian kegiatan yang diusulkan;

    2. laporan hasil eksplorasi dan studi kelayakan;

    3. analisis Wilayah Tambang;

    4. desain fasilitas pengolahan serta sistem bantunya;

    5. program konstruksi;

    6. program pengolahan;

    7. sistem manajemen;

    8. pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup;

    9. prosedur penanggulangan Kecelakaan.


    Pasal 35

    Keselamatan fasilitas dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b untuk pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif diterapkan pada pelaksanaan:

    1. analisis Wilayah Tambang;

    2. perancangan dan perubahan desain;

    3. konstruksi;

    4. pengolahan;

    5. modifikasi;

    6. penyimpanan;

    7. pembuangan permanen; dan

    8. Dekomisioning Pertambangan.


    Pasal 36
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan analisis Wilayah Tambang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a sebelum melaksanakan konstruksi fasilitas pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. (21 Analisis Wilayah Tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi aspek:

    1. pengamh kejadian alam dan kejadian ulah manusia terhadap keselamatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif;

    2. karakteristik Wilayah Tambang dan sekitarnya yang berpengaruh pada perpindahan zat radioaktif yang dilepaskan selama kegiatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif yang sampai pada manusia dan lingkungan hidup; dan

    3. demografi penduduk dan karakteristik lain dari Wilayah Tambang dan sekitarnya yang berkaitan dengan evaluasi risiko terhadap anggota masyarakat.


    Pasal 37
    (1)

    Pemegang lzin wajib merancang desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b untuk fasilitas pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif serta sistem bantunya. (21 Kegiatan pengolahan Mineral lkutan Radioaktif harus dilaksanakan dengan memenuhi persyaratan desain sejak konstruksi sampai pengolahan selesai. (3) Persyaratan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dipenuhi berdasarkan hasil analisis Wilayah Tambang. (4) Persyaratan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

    1. persyaratan umum; dan

    2. persyaratan khusus. (5) Persyaratan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a meliputi:

    3. kemudahan operasi dan perawatan; dan

    4. Proteksi Radiasi. (6) Persyaratan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf b untuk desain pengolahan meliputi sistem:

    5. penghancuran, penyaringan, dan penghalusan;

    6. proses;

    7. pengungkung;

    8. ventilasi;

    9. penanganan dan penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif;

    10. penanganan hasil pengolahan;

    11. perlindungan dari bahaya fisik di Wilayah Tambang;

    12. proteksi bahan berbahaya dan beracun (83);

    13. pengelolaan limbah radioaktif; dan

    14. bantu.


    Pasal 38
    (1)

    Pemegang lnn dapat melaksanakan perubahan desain atas sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan di fasilitas pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b untuk:

    1. meningkatkan keselamatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup;

    2. mencegah kegagalan yang teridentifikasi selama konstruksi; dan/atau

    3. memperrnudah perawatan sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan pengolahan. (21 Dalam melaksanakan perubahan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Badan. (3) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 secara tertulis dengan melampirkan:

    4. data perubahan desain; dan

    5. dokumen analisis keselamatan. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan perubahan desain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan.


    Pasal 39
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan konstmksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 humf c dengan mempertimbangkan keselamatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. {21 ^Dalam melaksanakan ^konstruksi ^sebagaimana ^dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat dan mengimplementasikan program konstruksi untuk fasilitas pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. (3) Program konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 meliputi:

    1. organisasi;

    2. ^jenis pekerjaan dan penjadwalan;

    3. pengangkutan dan penyimpanan peralatan dan komponen;

    4. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan;

    5. kriteria penerimaan dan pengendalian desain;

    6. pengujian; dan

    7. pengendalian dokumentasi dan laporan. Pasal 4O (U Pemegang lzin wajib melaksanakan pengolahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf d dengan mempertimbangkan keselamatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. {21 ^Dalam melaksanakan ^pengolahan sebagaimana ^dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan program pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. (3) Program pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 meliputi:

    8. organisasi;

    9. kualifikasi dan pelatihan pekerja;

    10. ^jumlah produksi dan produk yang dihasilkan;

    11. ^jadwal dan prosedur kegiatan;

    12. penggiliran waktu kerja;

    13. perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan;

    14. penanganan hasil pengolahan;

    15. kriteria penerimaan dan penilaian keselamatan; dan

    16. modifikasi. Pasal 4 1 Pemegang lzin wajib melaksanakan perawatan, pemantauan, dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3) huruf d dan Pasal 40 ayat (3) huruf f terhadap setiap sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan pada kegiatan konstruksi dan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.


    Pasal 42

    (U Pemegang lzin dapat melaksanakan modifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf e atas sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan di fasilitas pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif untuk:

    1. meningkatkan keselamatan pengolahan;

    2. mencegah kegagalan yang teridentifikasi selama pengolahan;

    3. memenuhi ketentuan peraturan perundang- undangan;

    4. mengurangi kejadian akibat kesalahan manusia;

    5. memperrnudah perawatan sara.na, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan pengolahan; dan/atau

    6. meningkatkan kinerja pengolahan. (21 Dalam melaksanakan modifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Badan.

    7. program modifikasi; dan

    8. sistem manajemen untuk modifikasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan modifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan.


    Pasal 43

    Pemegan g lzin waj ib melaksanakan penyimpanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf f dengan memenuhi persyaratan:

    1. fasilitas penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif; dan

    2. prosedur penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif.


    Pasal 44
    (1)

    Pemeganglzin yang tidak lagi menyimpan Mineral Ikutan Radioaktif wajib melaksanakan pembuangan permanen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf ^g. l2l ^Dalam ^melaksanakan pembuangan ^perrnanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Badan. (3) Dalam melaksanakan pembuangan perrnanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzinwajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan rencana tempat pembuangan permanen untuk akhir dari kegiatan penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif. (4) Rencana tempat pembuangan perrnanen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

    1. deskripsi semua Mineral lkutan Radioaktif yang tidak disimpan lagi;

    2. penentuan kriteria Mineral Ikutan Radioaktif yang tidak disimpan lagi;

    3. deskripsi tempat pembuangan perrnanen sesuai kriteria yang ditetapkan;

    4. prosedur pembuangErn permanen; dan

    5. penilaian keselamatan.

    6. berlokasi jauh dari masyarakat;

    7. dapat menahan pelindian radionuklida ke air tanah dan air permukaan;

    8. dilengkapi dengan peralatan pemantau radiasi;

    9. dirancang agar dosis radiasi yang diterima masyarakat tidak melebihi 1 mSv (satu milisievert) per tahun; dan

    10. menggunakan teknologi dan/atau rancang bangun sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (6) Dalam pembuatan tempat pembuangan permanen, Pemegang lzin dapat bekerja sama dengan badan usaha lain dan/atau Pemerintah Daerah yang memiliki kemampuan dan keahlian yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (71 Dalam melaksanakan kerja sama pembuatan tempat pembuangan perrnanen sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Pemeganglzrn wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Badan. (8) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (71 secara tertulis dengan memenuhi persyaratan :

    11. batas tempat pembuangan;

    12. tata cara dan mekanisme pelaksanaan pembuangan;

    13. bentuk dan ketentuan pokok perjanjian kerja sama pembuangan;

    14. aspek penilaian teknis dan keuangan;

    15. besaran biaya; dan

    16. penilaian kinerja. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetqjuan pembuangan permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur dengan Peraturan Badan.


    Pasal 45
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf h dengan mempertimbangkan keselamatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif, dalam hal:

    1. izin habis masa berlakunya dan tidak dilakukan perpanjangan izin;

    2. izin dicabut. (21 Dalam melaksanakan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib memperoleh persetujuan dari Kepala Badan. (3) Pemegang lzir: mengajukan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 secara tertulis dengan melampirkan:

    3. program Dekomisioning Pertambangan; dan

    4. sistem manajemen Dekomisioning Pertambangan. (4) Dalam melaksanakan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib membuat dan mengimplementasikan program Dekomisioning Pertambangan untuk kegiatan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. (5) Program Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling sedikit meliputi:

    5. deskripsi Wilayah Tambang, yang terbagi menjadi:


  10. ^jumlah dan ^jenis Mineral Ikutan Radioaktif dan bahan bantu proses yang diproduksi;

  11. proses dan kegiatan yang dilaksanakan;

  12. penilaian rona awal kondisi lingkungan hidup dan radiologik; dan

  13. kriteria akhir;

    1. penutupan fasilitas pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif;

    2. pengelolaan dan pemulihan kondisi lingkungan hidup dan radiologik Wilayah Tambang, yang terbagi menjadi kondisi:

  14. geologi;

  15. stabilitas geoteknik;

  16. hidrologi air permukaan dan air tanah;

  17. erosi;

  18. kualitas udara;

  19. paparan radiasi dan kontaminasi; dan

  20. tanah; dan

    1. waktu dan biaya Dekomisioning Pertambangan. PRES !DEN REPUBLIK INDONESIA -29- (6) Program Dekomisioning Pertambangan wajib dikaji ulang dan dimutakhirkan secara berkala paling sedikit I (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (71 Dalam mengkaji ulang dan memutakhirkan program Dekomisioning Pertambangan, Pemegang lzin harus mempertimbangkan paling sedikit:

    2. perubahan sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan selama konstnrksi dan pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif;

    3. Kecelakaan;

    4. waktu dan biaya Dekomisioning Pertambangan; dan

    5. teknologi Dekomisioning Pertambangan terkini. (8) Pemeganglzin menyampaikan hasil pengkajian ulang dan pemutakhiran program Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada Kepala Badan. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Badan.

      Pasal 46
      (1)

      Pemegang lzin wajib mengajukan permohonan persetujuan pernyataan pembebasan setelah berakhirnya kegiatan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 secara tertulis kepada Kepala Badan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan pernyataan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Badan. Paragraf 2 Proteksi Radiasi


      Pasal 47
      (1)

      Pemegang lzin wajib melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf c untuk pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.

      (2)

      Dalam (21 Dalam melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan program proteksi dan keselamatan radiasi. (3) Program proteksi dan keselamatan radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling sedikit meliputi:


    6. identifikasi sumber radiasi pengion, jalur paparan, dan penilaian serta pengendalian risiko radiasi;

    7. daftar perlengkapan Proteksi Radiasi dan program kalibrasi alat ukur;

    8. pembagian daerah kerja;

    9. pemantauan paparan radiasi dan/atau kontaminasi radioaktif di daerah kerja;

    10. pelatihan proteksi radiasi untuk pekerja radiasi;

    11. pemantauan kesehatan; dan/atau

    12. pemantauan dan rekam dosis yang diterima pekerja radiasi. (4) Identifikasi terhadap sumber radiasi pengion dan jalur paparan radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi sumber:

    13. eksterna dari radiasi gamma yang berasal dari bijih, produk, dan limbah; dan

    14. interna dari produk luruh radon dan partikulat radioaktif yang masuk ke dalam tubuh melalui: f . inhalasi;

  21. ingesta; dan

  22. absorbsi.

    Pasal 48

    Pemegang lzin melaksanakan Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 melalui:

    1. ^justifikasi pengolahan atau penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif;

    2. optimisasi proteksi dan keselamatan radiasi; dan

    3. limitasi dosis.


    Pasal 49
    (1)

    Pemegang lzin wajib melakukan justifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf a dengan memastikan kegiatan pengolahan atau penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif yang dilaksanakan mempunyai manfaat yang lebih besar dari risikonya.

    (2)

    Justifikasi (21 Justifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan paling sedikit mempertimbangkan faktor teknologi, lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, sosial, dan budaya. Pasal 5O

    (1)

    Pemegang lzin wajib melakukan optimisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf b dengan mengendalikan besaran dosis yang diterima pekerja radiasi di pengolahan atau penyimpanan Mineral lkutan Radioaktif dan masyarakat agar serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. l2l ^Dalam ^melakukan optimisasi ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lnn hanrs menentukan dan menerapkan pembatas dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat. (3) Dalam menentukan pembatas dosis sebagaimana dimaksud pada ayat l2l, Pemegang lzin wajib mendapat persetujuan dari Kepala Badan. (4) Pemegang lzin mengajukan permohonan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara tertulis dengan melampirkan program proteksi dan keselamatan radiasi. (5) Dalam hal terdapat lebih dari satu fasilitas di satu kawasan, Pemegang lzin harus menentukan dan menerapkan pembatas dosis dengan mempertimbangkan kontribusi dosis dari masing-masing fasilitas. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatalaksanaan persetujuan penentuan pembatas dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 diatur dengan Peraturan Badan.


    Pasal 51

    (U Pemegang lzin wajib melakukan limitasi dosis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 huruf c dengan memastikan paparan radiasi yang diterima oleh pekerja radiasi di pengolahan atau penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif dan masyarakat tidak melebihi batas yang ditetapkan. (21 Dalam melakukan limitasi dosis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin harus menerapkan Nilai Batas Dosis untuk pekerja radiasi dan masyarakat. (3) Dosis yang diterima pekerja radiasi dan masyarakat tidak boleh melebihi Nilai Batas Dosis yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pengendalian penerimaa.n paparan radiasi dalam limitasi dosis untuk pekerja radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan:

    1. pembagian daerah kerja;

    2. pemantauan daerah kerja;

    3. pemantauan dosis pekerja radiasi;

    4. pemantauan kesehatan pekerja radiasi; dan

    5. penggunaan peralatan Proteksi Radiasi. (5) Pengendalian penerimaan paparan radiasi dalam limitasi dosis untuk masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaksanakan dengan:

    6. membatasi akses wilayah tambang; dan

    7. mengendalikan lepasan efluen radioaktif ke lingkungan hidup. Paragraf 3 Pengendalian Radioaktivitas Lingkungan Hidup


    Pasal 52
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d untuk pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. (21 Pemegang lzin wajib melaksanakan pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup pada saat kondisi normal dan Kecelakaan. (3) Pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. pemantauan parameter lingkungan hidup; dan

    2. pengelolaan lingkungan hidup. (4) Pemantauan parameter lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:

    3. batasan lepasan efluen radioaktif ke lingkungan hidup; dan

    4. tingkat radioaktivitas di lingkungan hidup.

    (5)

    Pengukuran FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -33- (5) Pengukuran parameter untuk batasan lepasan efluen radioaktif ke lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a harus dilaksanakan di Wilayah Tambang dengan didasarkan pada nilai batas lepasan radioaktivitas ke lingkungan hidup, yang berlaku untuk:

    1. air; dan

    2. udara. (6) Pengukuran parameter untuk tingkat radioaktivitas di lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b harr-s dilaksanakan di Wilayah Tambang dan lingkungan pemukiman masyarakat yang terdampak dengan didasarkan pada baku tingkat radioaktivitas di lingkungan hidup, yang berlaku untuk:

    3. air;

    4. udara;

    5. tanah; dan

    6. vegetasi. Paragraf 4 Penanggulangan Kecelakaan


    Pasal 53
    (1)

    Dalam hal terjadi Kecelakaan, Pemegang lzin wajib melaksanakan penanggulangan Kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf e untuk pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif dengan mengutamakan keselamatan manusia. l,2l Penanggulangan Kecelakaan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) meliputi tindakan:

    1. praKecelakaan;

    2. saat Kecelakaan; dan

    3. pascaKecelakaan. (3) Dalam melaksanakan upaya penanggulangan Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan prosedur penanggulangan Kecelakaan. (4) Prosedur penanggulangan Kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit meliputi:

    4. identifikasi kondisi Kecelakaan;

    5. tanggung ^jawab petugas penanggulangan;

    6. persyaratan dan metode penilaian Kecelakaan; nepuJr-Tr ^="$55*.",o -34- d. jenis latihan dan gladi menghadapi kondisi Kecelakaan;

    7. sarana dan prasarana penanggulangan;

    8. pernyataan terjadinya kondisi Kecelakaan;

    9. pelaporan lisan, tertulis, dan khusus;

    10. tindakan penanganan saat Kecelakaan berupa perlindungan dan mitigasi bagi pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup dari paparan radiasi dan kontaminasi;

    11. koordinasi di lokasi saat Kecelakaan;

    12. sistem rujukan pelayanan kesehatan;

    13. tindakan penanganan pascaKecelakaan, termasuk pemulihannya;

    14. pernyataan berakhirnya kondisi Kecelakaan; dan

    15. pelaporan akhir. (5) Kondisi terjadinya dan berakhirnya Kecelakaan harus dinyatakan oleh Pemegan g lzin. (6) Laporan penanggulangan Kecelakaan yang disampaikan oleh Pemegang Izin kepada Kepala Badan terdiri atas:

    16. laporan lisan paling lama 24 (dua puluh empat) ^jam setelah terjadi Kecelakaan;

    17. laporan tertulis paling lama 3 (tiga) hari kalender setelah terjadi Kecelakaan;

    18. laporan khusus paling lama 7 (tujuh) hari kalender sejak tindakan penanggulangan dilaksanakan dan dimutakhirkan sampai penanggulangan Kecelakaan selesai; dan

    19. laporan akhir paling lama 3 (tiga) bulan setelah penanggulangan Kecelakaan dinyatakan berakhir. (71 Dalam hal terjadi Kecelakaan dengan potensi lepasan radioaktif yang meluas sampai ke luar Wilayah Tambang, Pemegang lzin harus berkoordinasi dengan instansi terkait. Paragraf 5 Pengelolaan Limbah Radioaktif


    Pasal 54

    (U Pemegang lzin wajib melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf f untuk pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif.

    (2)

    Dalam (21 Dalam melaksanakan pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeganglzinwajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan program pengelolaan limbah radioaktif. (3) Program pengelolaan limbah radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi:

    1. deskripsi semua limbah radioaktif yang dihasilkan;

    2. kategorisasi dan penentuan kriteria limbah radioaktif;

    3. strategi untuk memastikan produksi limbah radioaktif seminimal mungkin;

    4. deskripsi fasilitas pengelolaan limbah radioaktif;

    5. prosedur pengelolaan limbah radioaktif; dan

    6. penilaiankeselamatan. (4) Pengelolaan limbah radioaktif dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah mengenai pengelolaan limbah radioaktif.


    Pasal 55

    Ketentuan lebih lanjut mengenai keselamatan fasilitas dan kegiatan, Proteksi Radiasi, pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup, penanggulangan Kecelakaan, dan pengelolaan limbah radioaktif pada pengolahan dan penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif diatur dengan Peraturan Badan. Bagian Ketiga Sanksi Administratif


    Pasal 56
    (1)

    Pelanggaran pertambangan administratif. terhadap ketentuan bahan galian nuklir keselamatan dikenai sanksi (21 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    1. peringatan tertulis;

    2. denda administratif;

    3. pembekuan izin; atau

    4. pencabutan izin.


    Pasal 57
    (1)

    Pemegang lzin yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 10 ayat (1), Pasal 1.1 ayat (1), Pasal 17 ayat (2), Pasal 18 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 19 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 20 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 21, Pasal 22 ayat (21, Pasal 23 ayat (1), ayat (21, ayat (4), atau ayat(71, Pasal 24 ayat (1), Pasal 25 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 27, Pasal 28 ayat (1) atau ayat (3), Pasal 29 ayat (1), Pasal 3O ayat (1) atau ayat (21, Pasal 31 ayat (1) atau ayat (3), Pasal 32 ayat (1) atau ayat l2l, Pasal 34 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat (1), Pasal 38 ayat (2), Pasal 39 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 4O ayat (1) atau ayat {21, Pasal 41, Pasal 42 ayat (2l., Pasal 45 ayat (1), ayat (21, ayat (4), atau ayat (6), Pasal 46 ayat (1), Pasal 47 ayat (1) atau ayat (2), Pasal 49 ayat (1), Pasal 50 ayat (1) atau ayat (3), Pasal 51 ayat (1), Pasal 52 ayat (1) atau ayat(21, Pasal 53 ayat (1) atau ayat (3), dan/atau Pasal 54 ayat (1) atau ayat (21dikenai peringatan tertulis pertama. (21 Apabila dalam waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai peringatan tertulis kedua. (3) Apabila dalam wakhr paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai peringatan tertulis ketiga. (41 Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis pertama, kedua, atau ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir.

    (5)

    Apabila FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -37- (5) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan membekukan izin. (6) Pemegang lzin wajib menghentikan sementara kegiatannya terhitung sejak ditetapkannya keputusan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (71 Pemegang lzin wqiib melakukan pemenuhan ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (71 Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan menerbitkan keputusan pemberlakuan kembali izin. (9) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (71 Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan mencabut izin.

    (10)

    Apabila pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah ditetapkan, Pemegang lzin tetap melaksanakan kegiatannya, Kepala Badan langsung mencabut izin.

    (11)

    Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS mengenai pembekuan izin, pemberlakuan kembali izin, dan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10).


    Pasal 58
    (1)

    Dalam hal pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (9) atau ayat (10) telah ditetapkan, eks Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning Pertambangan. (21 Eks Pemegang lzin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda administratif paling tinggi 5O% (lima puluh per seratus) dari nilai dana jaminan pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan. (3) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diambil dari dana jaminan pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan. (41 Jika eks Pemegang lzin tidak melaksanakan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan dapat menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan Dekomisioning Pertambangan dengan menggunakan dana ^jaminan Dekomisioning Pertambangan. (5) Dalam hal dana jaminan Dekomisioning Pertambangan untuk menyelesaikan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mencukupi, kekurangan biaya untuk penyelesaian Dekomisioning Pertambangan menjadi tanggung jawab eks Pemegang lzin. (6) Eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif dapat dikecualikan dari kewajiban pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (U dalam hal berdasarkan hasil evaluasi terdapat pertimbangan sebagai berikut:

    1. cadangan deposit bahan galian nuklir masih dapat dieksploitasi; atau

    2. aspek keekonomian atau strategis. (71 Dalam hal eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif tidak melaksanakan Dekomisioning Pertambangan karena pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara dapat menyerahkan WPPMR kepada badan usaha berbadan hukum lainnya.


    Pasal 59

    Dalam hal pembekuan atau pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5), ayat (9), atau ayat (1O) telah ditetapkan, Pemegang lzin atau eks Pemegang lzin tetap bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan pertambangan, bahan galian nuklir, dan limbah radioaktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 60
    (1)

    Pemegang lzin yang melanggar ketentuan keselamatan penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Pasal 44 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (7), Pasal 47 ayat (1) atau ayat (21, Pasal 49, Pasal 50 ayat (1) atau ayat (4l,, dan/atau Pasal 51 ayat (1) dikenai peringatan tertulis pertama. (21 Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir dikenai peringatan tertulis kedua. (3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai peringatan tertulis ketiga. (4) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemegang lzir: tidak memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan menj atuhkan denda administratif. (5) Penjatuhan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan secara berulang hingga Pemegang lzin memenuhi ketentuan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir.


    Pasal 61

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian dari kewajiban Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (6) dan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (5) diatur dengan Peraturan Badan. BAB III KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR Bagian Kesatu Garda-Aman


    Pasal 62
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan Garda-Aman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a. {21 ^Dalam ^melaksanakan Garda-Aman ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen sistem Garda-Aman untuk kegiatan pertambangan bahan galian nuklir.

    (3)

    Dokumen sistem Garda-Aman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    1. pemberitahuan rencana umum pertambangan serta penelitian dan pengembangan pertambangan bahan galian nuklir;

    2. pemberitahuan lokasi, status tahapan kegiatan pertambangan, dan jumlah produksi pertambangan bahan galian nuklir;

    3. pemberitahuan impor peralatan khusus; dan

    4. pembuatan rekaman dan laporan berkala inventori. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Garda-Aman pertambangan bahan galian nuklir diatur dengan Peraturan Badan. Bagian Kedua Proteksi Fisik


    Pasal 63
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan Proteksi Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf b. {21 ^Dalam ^melaksanakan ^Proteksi ^Fisik ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wajib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen rencana Proteksi Fisik terhadap ancaman keamanan untuk kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. (3) Rencana Proteksi Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling sedikit meliputi:

    1. kajian kerawanan fasilitas termasuk target ancaman;

    2. organisasi dan petugas Proteksi Fisik;

    3. desain dan pembagran daerah Proteksi Fisik;

    4. sistem deteksi termasuk kendali akses;

    5. sistem penundaan;

    6. sistem respons termasuk kontijensi dan sistem komunikasi;

    7. sistem pendukung;

    8. perawatan dan uji fungsi;

    9. budaya keamanan nuklir;

    10. kerahasiaan informasi;

    11. evaluasi sistem Proteksi Fisik; dan


  1. rekaman dan pelaporan. (41 Dalam membuat dan mengimplementasikan rencana Proteksi Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Pemeganglzin harus:
    1. mencegah dan mena.nggulangi kejadian keamanan nuklir yang diuraikan dalam dokumen kajian kerawanan fasilitas;

    2. mengklasifikasikan bahan galian nuklir yang disimpan dan diangkut; dan

    3. menerapkan konsep pertahanan berlapis untuk tindakan pencegahan dan perlindungan. (5) Komponen sistem Proteksi Fisik harus disiapkan, diujifungsi, dirawat, dikaji ulang, dan dimutakhirkan secara berkala atau setiap terjadi kejadian keamanan nuklir. (6) Ldi fungsi dan perawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan pada masing-masing komponen dan secara terintegrasi. (71 Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem Proteksi Fisik pertambangan bahan galian nuklir diatur dengan Peraturan Badan. Bagian Ketiga Sanksi Administratif

      Pasal 64
      (1)

      Pelanggaran terhadap ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir dikenai sanksi administratif. (21 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


    4. peringatan tertulis;

    5. denda administratif;

    6. pembekuan izin; atau

    d. pencabutan izin. Pasal 65 (1) Pemegang lzirr yang melanggar ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) atau ayat l2l dan/atau Pasal 63 ayat (1) atau ayat (21dikenai peringatan tertulis pertama. (21 Apabila dalam jangka waktu paling lama lO (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai peringatan tertulis kedua. (3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai peringatan tertulis ketiga.

  1. ^Apabila ^dalam ^jangka waktu ^paling ^lama ^1O ^(sepuluh) ^Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis pertama, kedua, ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pemeganglzin telah memenuhi ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir. (5) Apabila dalam jangk aktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan membekukan izin. (6) Pemegang lztn wajib menghentikan sementara kegiatannya terhitung sejak ditetapkannya keputusan pembekuanizin sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (71 Pemegang lzin wajib melakukan pemenuhan ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (71 Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan menerbitkan keputusan pemberlakuan kembali izin. (1O) Apabila pembekuan inn sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah ditetapkan, Pemegang lzin tetap melaksanakan kegiatan pertambangan Mineral Radioaktif atau kegiatannya, Kepala Badan langsung mencabutizin. (11) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS mengenai pembekuan izin, pemberlakuan kembali izin, dan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10).
    Pasal 66
    (1)

    Dalam hal pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (9) atau ayat (10) telah ditetapkan, eks Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning Pertambangan. (21 Eks Pemegang lzin yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda administratif paling tinggi 5O% (lima puluh per seratus) dari nilai dana ^jaminan pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan. (3) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (21tidak diambil dari dana jaminan pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan. (4) Jika eks Pemegang lzin tidak melaksanakan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan dapat menunjuk pihak ketiga untuk melaksanakan Dekomisioning Pertambangan dengan menggunakan dana ^jaminan Dekomisioning Pertambangan. (5) Dalam hal dana jaminan Dekomisioning Pertambangan untuk menyelesaikan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak mencukupi, kekurangan biaya untuk penyelesaian Dekomisioning Pertambangan menjadi tanggung ^jawab eks Pemegang lzin.

    (6)

    Eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif dapat dikecualikan dari kewajiban pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal berdasarkan hasil evaluasi terdapat pertimbangan sebagai berikut:

    1. cadangan deposit bahan galian nuklir masih dapat dieksploitasi; atau

    2. aspek keekonomian atau strategis. (71 Dalam hal eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif tidak melaksanakan Dekomisioning Pertambangan karena pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan mineral dan batubara dapat menyerahkan WPPMR kepada badan usaha berbadan hukum lainnya.


    Pasal 67

    Dalam hal pembekuan atau pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (5), ayat (9), atau ayat (10) telah ditetapkan, Pemegang lzin atau eks Pemegang lzin tetap bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan pertambangan, bahan galian nuklir, dan limbah radioalrtif sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang-undangan.


    Pasal 68
    (1)

    D m melakukan penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif, Pemegang lzin yang melanggar ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (U atau ayat (2) dan/atau Pasal 63 ayat (1) atau ayat (2) dikenai peringatan tertulis pertama. (21 Apabila dalam ^jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak lembaga OSS mengirimkan notifikasi ^peringatan tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir dikenai peringatan tertulis kedua. , ayat (3) atau ayat (4) atau membayar denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Badan menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir. (71 Pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak menggugurkan kewajiban Pemegang lzin untuk tetap memenuhi ketentuan keamanan pertambangan bahan galian nuklir. (8) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS mengenai penjatuhan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4).


    Pasal 69

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian dari kewajiban Dekomisioning Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (6) dan besaran denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (5) diatur dengan Peraturan Badan. BAB IV MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NUKLIR Bagian Kesatu Sistem Manajemen


    Pasal 70
    (1)

    Pemegang lzin wajib melaksanakan sistem manajemen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a. (21 Dalam melaksanakan sistem manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin wqiib membuat, mengimplementasikan, dan memutakhirkan dokumen sistem manajemen untuk kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. (3) Dokumen sistem manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat {21paling sedikit memuat:

    1. kebijakan dan perencanaan;

    2. manajemen sumber daya;

    3. tanggung ^jawab manajemen;

    4. pelaksanaan proses;

    5. pengukuran efektivitas, penilaian, dan peluang perbaikan;

    6. pendekatan bertingkat penerapan sistem manajemen;

    7. dokumentasi; dan

    8. budaya keselamatan dan keamanan. (4) Penerapan sistem manajemen wajib dikaji ulang secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem manajemen di pertambangan bahan galian nuklir diatur dengan Peraturan Badan. Bagian Kedua Organisasi Pertambangan dan Panitia Penilai Keselamatan


    Pasal 71
    (1)

    Pemeganglzinwajib membentuk organisasi pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b. trRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -48- l2l ^Organisasi ^pertambangan ^bahan galian ^nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    1. Pemeganglzin;

    2. KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir;

    3. penyelia;

    4. petugas Proteksi Radiasi;

    5. petugas Proteksi Fisik; dan

    6. pekerja pertambangan. (3) Selain organisasi pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Pemeganglzin wajib membentuk panitia penilai keselamatan yang independen.


    Pasal 72
    (1)

    Pemegang lzin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (21 huruf a merupakan penanggung ^jawab dalam menjamin keselamatan dan keamanan seluruh kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. (21 Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. memastikan kepatuhan terhadap semua peraturan perundang-undangan dan persyaratan izin terkait kegiatan pertambangan;

    2. menentukan dan melaksanakan kriteria dan kebijakan sesuai dengan tujuan keselamatan dan keamanan;

    3. memiliki organisasi dengan pembagian tugas, kewenangan, fungsi, tanggung ^jawab, dan ^jalur komunikasi yang ^jelas;

    4. membuat, melaksanakan, serta mengembangkan prosedur dan aturan internal untuk memastikan keselamatan dan keamanan termasuk melakukan perekaman dan merawat rekaman yang dipersyaratkan;

    5. memastikan pekerja memiliki pendidikan, kompetensi, dan keahlian yang sesuai dengan bidang pekerjaannya;

    6. memastikan pekerja mendapatkan pendidikan dan pelatihan untuk memenuhi kompetensi dan keahlian yang dibutuhkan sesuai bidang pekerjaannya;

    7. melakukan evaluasi, pemantauan, dan audit secara berkala terhadap hal yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan;

    8. men5rusun, melaksanakan, dan mengevaluasi program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sekitar Wilayah Tambang; dan

    9. menunjuk KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir sebagai penanggung ^jawab tertinggi di Wilayah Tambang.


    Pasal 73
    (1)

    KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 L ayat (2) huruf b bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan:

    1. konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif;

    2. pengolahan Mineral Radioaktif; dan/atau

    3. pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif, di Wilayah Tambang. l2l ^KTT ^Pertambangan ^Bahan Galian ^Nuklir ^bertanggung jawab langsung kepada Pemegang lzin atas 1 (satu) Wilayah Tambang. (3) KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir harus memenuhi kriteria:

    4. berkewarganegaraan Indonesia;

    5. memiliki posisi tertinggi dalam struktur organisasi di Wilayah Tambang;

    6. cakap memimpin dan bertanggung ^jawab terhadap pelaksanaan penambangan dan/atau pengolahan; dan

    7. memiliki kemampuan teknis sesuai kegiatan pertambangannya. Pasat74 (1) Penyelia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (21 huruf c bertanggung ^jawab atas pembinaan dan pengawasan petugas Proteksi Radiasi, petugas Proteksi Fisik, dan pekerja pertambangan pada kegiatan pertambangan bahan galian nuklir di Wilayah Tambang. 12) ^Penyelia ^bertanggung ^jawab ^langsung ^kepada ^KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir. FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -50- Pasal 75 (1) Petugas Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7t ayat (21 huruf d bertanggung jawab atas pekerjaan yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi dan keselamatan radiasi pada kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. (21 Petugas Proteksi Radiasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki izin bekerja dari Kepala Badan. (3) Petugas Proteksi Radiasi bertanggung jawab langsung kepada KTT Pertambangan Bahan Galian Nuklir. (4) Petugas Proteksi Fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal Tl ayat (2) huruf e bertanggungjawab atas pekerjaan yang berhubungan dengan keamanan nuklir pada kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. (5) Petugas Proteksi Fisik bertanggung jawab langsung kepada penyelia. Pasal 76 (1) Pekerja pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (2) huruf f bertanggung ^jawab atas pekerjaan teknis pada saat pelaksanaan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. (21 Setiap pekerja pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harrs mengikuti pelatihan Proteksi Radiasi. (3) Setiap pekerja pertambangan bertanggung jawab langsung kepada penyelia. Pasal 77 (1) Panitia penilai keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7l ayat (3) bertanggung jawab melaksanakan penilaian dan memberikan rekomendasi kepada Pemegang Izin pada kegiatan:

    8. konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif;

    9. pengolahan Mineral Radioaktif; dan/atau

    10. pengolahan Mineral lkutan Radioaktif, di Wilayah Tambang. (21 Penilaian dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

    11. keselamatan konstruksi, penambangan, pengolahan, dan Dekomisioning Pertambangan;

    12. keselamatan pengujian sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan;

    13. modilikasi fasilitas penambangan atau pengolahan; dan

    14. aspek keselamatan lainnya. (3) Anggota dari panitia penilai keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki kualifikasi dan kompetensi yang berkaitan dengan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (2l.. (4) Anggota dari panitia penilai keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari dalam dan/atau luar organisasi Pemeganglzin dengan menerapkan prinsip independensi. (5) Anggota panitia penilai keselamatan dari dalam organisasi Pemeganglzin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak diperbolehkan berasal dari kelompok yang melaksanakan kegiatan konstruksi, penambangan, pengolahan, atau Dekomisioning Pertambangan yang dinilai.


    Pasal 78

    Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi pertambangan bahan galian nuklir dan panitia penilai keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 L sampai dengan Pasal 77 diatur dalam Peraturan Badan. Bagian Ketiga Sanksi Administratif


    Pasal 79

    (U Pelanggaran terhadap ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir dikenai sanksi administratif. {21 ^Sanksi ^administratif ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat ^(1) terdiri atas:

    1. peringatan tertulis;

    2. denda administratif;

    3. pembekuan izin; atau

    4. pencabutan izin. FRES IDEN REPUELIK INDONESIA -52-


    Pasal 80

    (U Pemegang lzin yang melanggar ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7O ayat (l), ayat l2l, atau ayat (41, dan/atau Pasal 7l ayat (1) atau ayat (3) dikenai peringatan tertulis pertama. (2) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Pemeganglzin dikenai peringatan tertulis kedua. (3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat l2l, Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Pemegan g lzin dikenai peringatan tertulis ketiga. (4) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis pertama, kedua, ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3), Pemeganglzin telah memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan man4jemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir. (5) Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan membekukan iziIa konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif, izin pengolahan Mineral Radioaktif, atau izin pengolahan Mineral Ikutan Radioaktif. (6) Pemegang lzin wajib menghentikan sementara kegiatannya terhitung sejak ditetapkannya keputusan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5).

    (7)

    Pemegang (71 Pemegang lzin wajib melakukan pemenuhan ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (8) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (71 Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keama.nan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan menerbitkan keputusan pemberlakuan kembali izin. (9) Apabila dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (71 Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan mencabut lzin. (1O) Apabila pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) telah ditetapkan, Pemegang lzir: tetap melaksanakan kegiatan pertambangan Mineral Radioaktif atau kegiatan pengolahan Mineral lkutan Radioaktif, Kepala Badan langsung mencabut izin. (11) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS mengenai pembekuan izin, pemberlakuan kembali izin, dan pencabutan tzin sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan ayat (10).


    Pasal 81
    (1)

    Dalam hal pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8O ayat (9) atau ayat (10) telah ditetapkan, eks Pemegang lzin wajib melaksanakan Dekomisioning Pertambangan. (21 Eks Pemegang lztn yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai denda administratif paling tinggi 50% (lima puluh per seratus) dari nilai dana jaminan pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan. (3) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (21tidak diambil dari dana jaminan pelaksanaan Dekomisioning Pertambangan. (a) Jika a. cadangan deposit bahan galian nuklir masih dapat dieksploitasi; atau

    1. aspek keekonomian atau strategis. (71 Dalam hal eks Pemegang lzin pada kegiatan konstruksi dan penambangan Mineral Radioaktif tidak melaksanakan Dekomisioning Pertambangan karena pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangcrn mineral dan batubara dapat menyerahkan WPPMR kepada badan usaha berbadan hukum lainnya.


    Pasal 82

    Dalam hal pembekuan atau pencabutan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8O ayat (5), ayat (9), atau ayat (1O) telah ditetapkan, Pemegang lzin atau eks Pemegang lzin tetap bertanggung jawab atas keselamatan dan keamanan pertambangan, bahan galian nuklir, dan limbah radioaktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 83
    Pasal 83
    (1)

    Dalam melakukan penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif, Pemegang lzin yang melanggar ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7A ayat (1), ayat (2), atau ayat(41, dan/atau Pasal 71 ayat (1) atau ayat (3) dikenai peringatan tertulis pertama. (21 Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir dikenai peringatan tertulis kedua. (3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notilikasi peringatan tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (2l,, Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Pemegang lzin dikenai peringatan tertulis ketiga. (41 Apabila dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS mengirimkan notifikasi peringatan tertulis ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemegang lzin tidak memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir, Kepala Badan menjatuhkan denda administratif. (5) Penjatuhan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat diberikan secara berulang hingga Pemegang lzin memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir. (6) Apabila Pemegang lzin telah memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), atau ayat (41, atau membayar denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Kepala Badan menerbitkan pernyataan pemenuhan ketentuan manqjemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir.

    (7)

    Pembayaran (71 Pembayaran denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (6) tidak menggugurkan kewajiban Pemegang lzin untuk tetap memenuhi ketentuan manajemen keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir. (8) Kepala Badan memberikan notifikasi kepada Lembaga OSS mengenai penjatuhan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (4).



    Pasal 84

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian dari kewajiban Dekomisioning Pertambanga.n sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (6) dan/atau besaran denda administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (5) diatur dengan Peraturan Badan. BAB V INSPEKSI


    Pasal 85

    (U Badan melakukan inspeksi terhadap kegiatan pertambangan bahan galian nuklir untuk memastikan dipenuhinya ketentuan keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir berdasarkan Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan pemndang-undangan. t2l ^Inspeksi ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^dilakukan selama:

    1. proses perizinan berusaha;

    2. masa berlaku perizinan berusaha; dan

    3. masa berakhirnya izin hingga diterbitkannya persetujuan pernyataan pembebasan. (3) Inspeksi yang dilakukan selama proses perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a terdiri atas:

    4. audit dokumen; dan

    5. verifikasi lapangan.

    6. evaluasi laporan pada kegiatan pertambangan bahan galian nuklir;

    7. audit dokumen; dan

    8. verifikasi lapangan. (5) Inspeksi yang dilakukan selama masa berakhirnya izin hingga diterbitkannya pernyataan pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf c terdiri atas:

    9. evaluasi laporan pada kegiatan Dekomisioning Pertambangan;

    10. audit dokumen; dan

    11. verifikasi lapangan.


    Pasal 86

    (U Inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 dilakukan oleh inspektur keselamatan nuklir. (21 Inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan secara berkala dan sewaktu-waktu, dengan atau tanpa pemberitahuan. (3) Dalam hal pelaksanaan inspeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), inspektur keselamatan nuklir berwenang:

    1. memasuki dan memeriksa setiap fasilitas dan/atau Wilayah Tambang;

    2. melakukan pemeriksaan dokumen dan rekaman;

    3. melakukan pengambilan sampel, pemantauan radiasi, dan pengujian baik di dalam maupun luar Wilayah Tambang;

    4. mencari informasi atau keterangan, mendokumentasikan secara visual berupa foto atau video, dan/atau membuat rekaman yang diperlukan;

    5. menJrusun salinan dari dokumen dan/atau mendokumentasikan secara elektronik;

    6. menghentikan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir dalam hal terjadi situasi yang membahayakan terhadap keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup; dan

    7. melakukan kegiatan lain yang diatur oleh peraturan perundang-undangan dalam rangka memastikan keselamatan dan keamanan.


    Pasal 87

    Badan berwenang melaksanakan pembinaan dan/atau inspeksi terhadap setiap orang yang melaksanakan kegiatan pertambangan bahan galian nuklir tanpa izin.


    Pasal 88

    Ketentuan lebih lanjut mengenai inspeksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 sampai dengan Pasal 87 diatur dengan Peraturan Badan. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 89 Semua kegiatan pertambangan bahan galian nuklir yang telah dilaksanakan sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memenuhi ketentuan keselamatan dan keamanan pertambangan bahan galian nuklir berdasarkan Peraturan Pemerintah ini paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 9O Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 2022 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Desember 2022 MENTERI SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, PRATIKNO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2A22 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN PERTAMBANGAN BAHAN GALIAN NIJKLIR I. UMUM Salah satu pemanfaatan ketenaganukliran adalah kegiatan pertambangan bahan galian nuklir. Pertambangan bahan galian nuklir terdiri atas pertambangan Mineral Radioaktif serta pengolahan dan juga penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif. Kegiatan pertambangan bahan galian nuklir memiliki nilai tambah dan bersifat strategis bagi peningkatan pendapatan na sional untuk mewujudkan kesej ahteraan masyarakat. Potensi bahaya bagi keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup dapat timbul karena adanya Mineral Radioaktif dan Mineral Ikutan Radioaktif yang memancarkan radiasi dan menimbulkan potensi kontaminasi. Selain itu, kandungan uranium atau thorium pada Mineral Radioaktif dan Mineral Ikutan Radioaktif dalam jumlah yang signifikan dapat menjadi ancaman baik bagi keamanan nasional ataupun dunia jika digunakan untuk tqjuan nondamai sehingga penting untuk mewujudkan keamanan dalam pemanfaatannya. Pasal 16 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran menetapkan bahwa setiap pemanfaatan tenaga nuklir wajib memperhatikan keselamatan, keamanan dan ketenteraman, kesehatan pekerja dan anggota masyarakat, serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. Dalam rangka mewujudkan kegiatan dalam pertambangan bahan galian nuklir yang selamat dan aman itu, perlu adanya ketentuan keselamatan dan keamanan untuk konstmksi dan penambangan Mineral Radioaktif, pengolahan Mineral Radioaktif dan Mineral Ikutan Radioaktif, serta penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif di Wilayah Tambang. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka disusunlah Peraturan Pemerintah ini, yang mengatur mengenai keselamatan, keamanan, serta manajemen keselamatan dan keamanan sebagai aturan pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan Pasal 16 ayat (21 lJndang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran. Pasal 1 Cukup ^jelas Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud "hasil pengolahan bahan galian nuklit' adalah produk yang berupa senyawa uranium terkonsentrasi (gellowcakel atau oksida thorium terkonsentrasi yang dapat dijadikan bahan baku bahan bakar nuklir. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "keselamatan dan kesehatan kerja" adalah upaya yang dimaksudkan untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja, pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan "kesehatan masyarakat" adalah upaya mencapai kesehatan masyarakat setinggi-tingginya dengan menjaga kesehatan lingkungan serta kesehatan dan keselamatan kerja. Yang dimaksud dengan "kesehatan lingkungan" adalah upaya pencegahan penyakit dan/atau gangguan kesehatan dari faktor risiko lingkungan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat baik dari aspek fisik, kimia, biologi, maupun sosial. Kesehatan Kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan diatur oleh peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan. Termasuk juga analisis dampak kesehatan lingkungan (ADKL) serta pemantauan parameter kesehatan lingkungan. Yang dimaksud dengan "keselamatan lingkungan hidup" adalah upaya perlindungan dan pengelolaan secara sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan terhadap kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengarrrhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Upaya ini meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Di dalamnya, termasuk ^juga pemulihan lingkungan selama kegiatan berlangsung yang diatur oleh peraturan di bidang lingkungan hidup. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas Pasal 5 Yang dimaksud dengan "peraturan pemndang-undangan" adalah peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, kesehatan, dan lingkungan hidup. Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Yang dimaksud dengan "penyimpanan Mineral Ikutan Radioaktif" adalah kegiatan penyimpanan yang terpisah dari kegiatan pengolahan Mineral lkutan Radioaktif yang menghasilkan unsur uranium dan thorium. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "pengolahan" adalah kegiatan pertambangan untuk menghasilkan senyawa uranium terkonsentrasi (gellowcake), oksida thorium terkonsentrasi, atau mineral terkonsentrasi yang bersifat radioaktif lainnya. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "pengalihan" adalah termasuk ^juga distribusi dan peredaran bahan nuklir yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain sebagai pemanfaatan bahan nuklir. Huruf i Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Huruf a Cukup ^jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup ^jelas Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Hunrf e Cukup ^jelas Huruf f Yang dimaksud dengan "modifikasi" adalah setiap upaya yang mengubah proses, sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan yang penting terhadap keselamatan pertambangan termasuk kegiatan pengurangan dan latau penambahan yang menyebabkan perubahan keselamatan operasi. Huruf g Cukup ^jelas. Ayat (2) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pengaruh kejadian alam" adalah keadaan alamiah atau kebumian yang mungkin berpengaruh terhadap keselamatan kegiatan sehingga perlu dianalisis agar desain fasilitas yang dirancang dapat memenuhi syarat keselamatan. Keadaan alamiah atau kebumian ini misalnya aspek meteorologi, hidrologi, geologi, geoteknik, dan seismologi. Aspek yang wajib dianalisis tergantung pada metode penambangan yang dipilih. Huruf b Yang dimaksud dengan "perpindahxr zat radioaktif" adalah penyebaran atau pergerakan zat radioaktif di udara atau air akibat proses fisika yang mempengaruhi gerakan berbagai molekul dalam media udara atau air. Huruf c Cukup ^jelas. Pasal 1 L Cukup ^jelas. Pasal 12 Huruf a Cukup ^jelas. Pasal 13 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "pelindian di tempat" adalah proses pengambilan mineral dari bijih yang berada di bawah permukaan tanah dengan melarrrtkan bijih dan memompa larutan ke permukaan tanah. Huruf b Yang dimaksud dengan "debu" adalah semua debu, khususnya debu radioaktif dengan waktu paruh panjang llortg-liued radioactiue dustl. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "sistem perlindungan dari bahaya fisik" untuk desain penambangan permukaan adalah sistem yang melindungi sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas dan peralatan dari ledakan, kebakaran, banjir, misil, amblesan, longsor, atau nrntuhan. Misalnya, dinding penahan amblesan atau tanggul penahan longsor serta sistem yang terkait dengan monitoring interaksi antar sistem pada wilayah tambang. Huruf e Yang dimaksud dengan "pengelolaan limbah radioaktif" adalah pengumpulan, pengelompokan, pengolahan, pengangkutan penyimpanan, danf atau pembuangan zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif yang tidak dapat digunakan lagi. Huruf f Yang dimaksud dengan "sistem bantu" adalah sistem yang menunjang sistem utama. Misalnya sistem untuk catu daya listrik, komunikasi dan alarm, pencahayaan, dan pemasok air. Pasal 14 Huruf a Yang dimaksud dengan "sistem penambangan" antara lain pengeboran, pembersihan debu dan gas berbahaya, penyanggaan, pemuatan, pemindahan material, dan pengisian kembali lubang bekas tambang (backfillingl . Hurlf b Cukup ^jelas Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan "sistem perlindungan dari bahaya fisik" untuk desain penambangan bawah tanah adalah sistem yang melindungi sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas dan peralatan dari ledakan, kebakaran, banjir, misil, amblesan, longsor, atau runtuhan. Misalnya, dinding penahan runtuhan serta sistem yang terkait dengan monitoring interaksi antar sistem pada wilayah tambang. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Pasal L5 Huruf a Cukup ^jelas. Hurt-f b Cukup ^jelas. Huruf c Culmp ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "sistem pengungkung" adalah pengungkung debu atau limbah (terutama untuk penyimpanan tailing, termasuk containment pondl. Misalnya, penggunaan tanah dengan permeabilitas rendah. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan "sistem perlindungan dari bahaya fisilf untuk desain penambangan pelindian di tempat adalah sistem yang melindungi sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas dan peralatan dari ledakan, kebakaran, banjir, misil, amblesan, longsor, atau runtuhan. Misalnya, sistem pelindung pipa bawah tanah, pelindung kebocoran tailing dari kolam sistem pengungkung, serta sistem yang terkait dengan monitoring interaksi antar sistem pada wilayah tambang. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Pasal 16 Huruf a Cukup ^jelas. Pasal 17 Ayat (1) Hunrf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "sistem proses" adalah mencakup pelindian, ekstrak si, stripping, pengendapan, dan pengeringan. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas Huruf j Cukup ^jelas Huruf c Huruf c Yang dimaksud dengan "mempermudah perawatan" adalah upaya memperrnudah akses pekerja pertambangan untuk pencegahan atau perbaikan yang terorganisasi agar sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan dapat beroperasi dengan baik dan selamat. Kegiatan perawatan terdiri atas perawatan rutin dan nonrutin. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 18 Ayat (1) Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Hurt.f b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Humf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "pengujian" adalah kegiatan untuk memastikan sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan yang telah terpasang dapat berfungsi sesuai dengan desain penambangan atau pengolahan Mineral Radioaktif. Pengujian dilaksanakan baik terhadap fungsi masing-masing sarana, prasarana, instalasi atau fasilitas, dan peralatan maupun terhadap semua sistem secara terintegrasi. Huruf g Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 2O Cukup ^jelas. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas Pasal 24 Cukup ^jelas Pasal 25 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "pekerja radiasi" adalah setiap orang yang bekerja penuh waktu atau paruh waktu yang diperkirakan dapat menerima dosis tahunan melebihi Nilai Batas Dosis untuk masyarakat umum dan memiliki hak serta kewajiban terkait dengan Proteksi Radiasi dan keselamatan radiasi dalam pekerjaannya. Dalam hal ini, pekerja pertambangan seperti pekerja konstruksi, penambangan, peledakan, pengolahan, ventilasi, perawatan, dan Dekomisioning Pertambangan yang berpotensi menerima dosis tahunan melebihi Nilai Batas Dosis untuk masyarakat umum dikategorikan sebagai pekerja radiasi. Semua pekerja ini tunduk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dan kesehatan secara umum, serta keselamatan radiasi secara khusus. Huruf f Yang dimaksud dengan "pemantauan kesehatan' adalah pemeriksaan kesehatan dan/atau konseling secara berkala serta tindak lanjut dari hasil pemeriksaan kesehatan dan/atau konseling. Huruf g Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas. Pasal 28 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pembatas dosis" adalah nilai dosis radiasi yang digunakan sebagai panduan untuk optimisasi Proteksi Radiasi dan keselamatan radiasi dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cukup ^jelas. Pasal 3O Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan "dosis yang diterima pekerja radiasi dan masyarakat" adalah dosis untuk pekerja radiasi di pertambangan dan masyarakat yang perhitungannya dilakukan dengan cara mengura.ngi paparan radiasi yang terukur dari paparan latar. Yang dimaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah peraturan perundang-undangan mengenai proteksi dan keselamatan radiasi. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -t4- Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup pada saat Kecelakaan" adalah pengendalian yang dilakukan saat Kecelakaan, termasuk pascaKecelakaan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 31 Ayat (1) Cukup ^jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "instansi terkait" adalah instansi pemerintah, baik pusat maupun daerah, antara lain pemadam kebakaran, kepolisian, rumah sakit, dan puskesmas. Pasal 33 Cukup ^jelas. Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Cukup ^jelas. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas. Pasal 39 Cukup ^jelas. Pasal 4O Cukup ^jelas. Pasal 41 Cukup ^jelas. Pasal 42 Cukup ^jelas. Pasal 43 Penyimpanan untuk Mineral Ikutan Radioaktif ^juga dilakukan oleh pemega.ng tzin usaha pertambangan dan izin usaha pertambangan khusus mineral dan batubara, kontraktor kontrak kerja sama minyak dan gas bumi, atau pemegangizin usaha industri yang menghasilkan Mineral Ikutan Radioaktif. Pasal 44 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pembuangan permanen" adalah penimbusan akhir, sumur injeksi, penempatan kembali di area bekas tambang, dam tailing, dan/atau fasilitas penimbunan lain sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ayat (2) Cukup ^jelas Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 Cukup ^jelas. Pasal 48 Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup ^jelas. Pasal 5O Cukup ^jelas. Pasal 51 Cukup ^jelas. Pasal 52 Cukup ^jelas. Pasal 53 Cukup ^jelas. Pasal 54 Cukup ^jelas. Pasal 55 Cukup ^jelas. Pasal 56 Cukup ^jelas. Pasal 57 Cukup ^jelas. Pasal 58 Cukup ^jelas. Pasal 59 Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup ^jelas. Pasal 61 Cukup ^jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "rencana umum pertambangan" adalah setiap rencana umum pengembangan pertambangan, termasuk rencana ekspansi usaha. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "pemberitahuan impor peralatan khusus" adalah pemberitahuan impor terhadap peralatan yang secara khusus dirancang dan digunakan untuk kegiatan daur bahan bakar nuklir yang izinnya diberikan oleh Kepa-la Badan. Hurrrf d Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 63 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (4) Huruf a Yang dimaksud dengan ^okejadian keamanan nuklir' adalah kejadian yang berpotensi atau mempunyai implikasi terhadap keamanan nuklir antara lain ancaman sabotase, ancaman keamanan informasi, pencu rian z.at radioaktif atau bahan nuklir, dan kejadian peledakan menggunakan radio adiue di.spers al deuice. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas Pasal 64 Cukup ^jelas. Pasal 65 Cukup ^jelas. Pasal 66 Cukup ^jelas. Pasal 67 Cukup ^jelas. Pasal 68 Cukup ^jelas. Pasal 69 Cukup ^jelas. Pasal 7O Cukup ^jelas Pasal 71 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Cukup ^jelas Huruf d Yang dimaksud dengan "petugas Proteksi Radiasi" adalah pekerja radiasi yang ditunjuk oleh Pemegang lzin dan mendapatkan surat izin bekerja dari Badan untuk mengawasi dan melaksanakan pekerjaan yang berhubungan dengan Proteksi Radiasi dan keselamatan radiasi. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "pekerja pertambangan" adalah semua pekerja yang terlibat dalam pekerjaan teknis sesuai dengan ke giatannya misalnya pekerj a kon struksi, peledakan, penambangan, ventilasi, pengolahan, penyimpanan, perawatan, dan Dekomisioning Pertambangan. Ayat (3) Panitia penilai keselamatan melakukan tugasnya secara independen untuk memastikan keselamatan pertambangan bahan galian nuklir. Pasal 72 Ayat (1) Pemegang lzin sebagai penanggung jawab utama dalam keselamatan dan keamanan atas seluruh kegiatan pertambangan bahan galian nuklir, meskipun sebagian dari pekerjaan itu didelegasikan kepada pihak lain. Ayat (21 Hunrf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "prosedur dan aturan internal" antara lain prosedur operasi standar (standard operational proedurel dan instruksi kerja. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Pasal 73 Cukup ^jelas. Pasal 74 Ayat (1) Jumlah dan ^jenis penyelia ditentukan oleh Pemegang lzin sesuai dengan kebutuhan kegiatan pertambangan, dengan paling sedikit tersedia fungsi penyelia di bidang operasional dan teknis. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Cukup ^jelas Pasal 77 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "aspek keselamatan lainnya" adalah aspek-aspek keselamatan lain dari internal perusahaan. Contohnya seperti prosedur operasional, laporan pelaksanaan modifikasi, konstruksi, atau pengendalian radioaktivitas lingkungan hidup. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 78 Cukup ^jelas. Pasal 79 Cukup ^jelas. Pasal 80 Cukup ^jelas. Pasal 81 Cukup ^jelas. Pasal 82 Cukup ^jelas. Pasal 83 Cukup ^jelas. Pasal 84 Cukup ^jelas. Pasal 85 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "inspeksi selama proses perizinan berusaha" adalah inspeksi yang dilakukan dalam rangka verifikasi lapangan untuk menilai kesesuaian antara dokumen persyaratan pertzinan dengan kondisi di lapangan. Inspeksi ini dilakukan sebelum perizinan berusaha diterbitkan. Hurrrf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (4) Cukup ^jelas Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 86 Cukup ^jelas. Pasal 87 Yang dimaksud "setiap orang" adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. Pasal 88 Cukup ^jelas. Pasal 89 Cukup ^jelas. Pasal 90 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6835

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):