Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2O11 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang a. bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam mendukung tercapainya arah dan tqiuan pembangunan hukum nasional dilaksanakan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan untuk mewujudkan kepastian hukum dan kedaulatan berada di tangan rakyat sebagaimana diamanatkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa untuk mewujudkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme Pembentukan Peraturan Perundang- undangan sejak perencanaan, penJ rsunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan hingga pengundangan dengan menambahkan antara lain pengaturan mengenai metode omnibus dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna; c. bahwa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perrrndang-undangan masih memerlukan penyempurnaan untuk dapat menampung kebutuhan hukum masyarakat mengenai aturan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik sehingga perlu diubah; Mengingat Menetapkan 1. Pasal 20, Pasal 2L, darr Pasal 22A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 20ll tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan lrembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 201 I tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol9 Nomor 183, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398); MEMUTUSKAN: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2Ol1 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O11 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2Ol9 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tenta-ng Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398) diubah sebagai berikut: Pasal 9 (1) Dalam hal suatu Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. (2) Dalam hal suatu Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang diduga bertentangan dengan Undang-Undang, pengujiannya dilakukan oleh Mahkamah Agung. (3) Penanganan pengujian terhadap Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang dengan melibatkan komisi yang membidangi hukum dan perundang- undangan. (4) Dalam hal alat kelengkapan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah tidak ada pada saat Undang-Undang diuji di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), komisi yang membidangi hukum dan perundang-undangan menjadi kuasa DPR. (5) Penanganan pengujian terhadap Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan penanganan pengujian Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang di Mahkamah Agung sebagaimana dimaksud ^pada ayat (2) di lingkungan Pemerintah dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan melibatkan menteri atau kepala lembaga terkait. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai penanganan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 diatur dalam Peraturan DPR serta penanganan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam Peraturan Presiden. Bagran Ketujuh Perencanaan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan Metode Omnibus 4. Di antara Pasal 42 dan Pasal 43 disisipkan I (satu) pasal, yakni Pasal 42A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 42A Penggunaan metode omnibus dalam penyusunan suatu Rancangan Peraturan Perundang-undangan harus ditetapkan dalam dokumen perencanaan. 5. Ketentuan ayat(21 Pasal 49 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 49 (1) Rancangan Undang-Undang dari DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. (2) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang disertai dengan daftar inventarisasi masalah bersama DPR dalam ^jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima. (3) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) persiapan pembahasan dengan menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 6. Ketentuan Pasal 58 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 58 , ^pembulatan, dan ^pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. (1) (21 (2) Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturarr Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi vertikal kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. 7. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 64 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (1a) dan ayat (1b) sehingga Pasal 64 berbunyi sebagai berikut: Pasal 64 (1) ^Penrusunan ^Rancangan Peraturan Perundang- undangan dilakukan sesuai dengan teknik penJrusunan Peraturan Perundang-undangan. (1a) Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang- undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat menggunakan metode omnibus. (lb) ^Metode omnibus sebagaimana dimalsud ^pada ayat (1a) merupakan metode penJrusunan Peraturan Perundang-undangan dengan: a. memuat materi muatan baru; b. mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang- undangan yang jenis dan hierarkinya sama; dan/atau c. mencabut Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya sama, dengan menggabungkannya ke dalam satu Peraturan Pemndang-undangan untuk mencapai tqiuan tertentu. (2) ^Ketentuan ^mengenai ^teknik ^penyusunan ^Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupalan bagian tidak terpisahkan dari Undang- Undang ini. (3) ^Ketentuan ^mengenai ^perubahan terhadap teknik pen5rusunan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden. PasalT2 (1) Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang. (1a) Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masih terdapat kesalahan teknis penulisan, dilakukan perbaikan oleh pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan Pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut. (1b) Hasil perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) harus mendapatkan persetujuan dari pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan wakil dari Pemerintah yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut. (2) Perbaikan dan penyampaian Rancangan Undang- Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (l) sampai dengan ayat (1b) dilakukan dalam ^jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. 9. Ketentuan Pasal 73 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 73 (l) Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 masih ditemukan kesala-han teknis ^penulisan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara bersama dengan kementerian yang membahas Rancangan Undang- Undang tersebut melakukan perbaikan dengan melibatkan pimpinan alat kelengkapan DPR ^yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut. (2) Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 at^u Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pa.da ayat (l) disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lama 3O (dga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden. (3) Dalam hal Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waknr paling larna 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak Rancangan Undang-Undang tersebut disetujui bersama, Rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib (4) Dalam hal sahnya Rancangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kalimat pengesahannya berbunyi: Undang-Undang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (5) IGlimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pa.da ayat (a) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Undang-Undang sebelum pengundangan naskah Undang-Undang ke dalam kmbaran Negara Republik Indonesia. 10. Fenjelasan Pasal 78 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan. 11. Ketentuan Pasal 85 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 85 (1) Fengundangan Feraturan Perundang-trndangan dalam l€mbamn Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf a sampai dengan huruf 6 ^r{ilaksana}an oleh menteri 5rang menyelengarakan urusan pemerintahan di bidang keseknetariatan negara. (2) Fengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 huruf d dan Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 dilaksanakan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang Fembentukan Feraturan Ferundang- undangan. 12. Penjelasan Pasal 95 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan. 13. Ketentuan ayat (3) Pasal 95A diubah dan di antara ayat (3) dan ayat (4) disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), serta penjelasan ayat (21 dan ayat (4) Pasal 95A diubah sehingga Pasal 95A berbunyi sebagai berikut: Pasal 95A (l) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang- Undang dilakukan setelah Undang-Undang berlaku. (2) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang- Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh DPR, DPD, dan Pemerintah. (3) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang- Undang oleh DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh alat kelengkapan yang khusus menangani bidang legislasi. (3a) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang- Undang oleh DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dikoordinasikan oleh alat kelengkapan yang khusus menangani bidang perancangan Undang- Undang. (3b) Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang- Undang oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh menteri atau kepala lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan melibatkan menteri atau kepala lembaga yang terkait. (4) Hasil dari Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dapat menjadi usul dalam pen5rusunan Prolegnas. 14. Ketentuan Pasal 96 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 96 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. (2) Pemberian masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara daring dan/atau luring. (3) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan orang perseorangan atau kelompok orang yang terdampak langsung dan/atau mempunyai kepentingan atas materi muatan Rancangan Peraturan Perundang-undangan. (4) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap Naskah Akademik dan/atau Rancangan Peraturan Perundang-undangan, dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat. (5) Dalam melaksanakan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentuk Peraturan Perundang- undangan menginformasikan kepada masyarakat tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan. (6) Untuk memenuhi hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentuk Peraturan Perundang- undangan dapat melakukan kegiatan konsultasi publik melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; c. seminar, lokakarya, diskusi; dan/atau d. kegiatan konsultasi publik lainnya. (7) Hasil kegiatan konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (6) menjadi bahan pertimbangan dalam perencanaan, pen5rusunan, dan pembahasan Rancangan Peraturan Perundang-undangan. (8) Pembentuk Peraturan Perundang-undangan dapat menjelaskan kepada masyarakat mengenai hasil pembahasan masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). _ 10_ (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (8) diatur dalam Peraturan DPR, Peraturan DPD, dan Peraturan Presiden. 15. Di antara Pasal 97 dan Pasal 98 disisipkan 4 (empat) pasal, yalni Pasal 97A, Pasal 97B, Pasal 97C, dan Pasal 97D sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 97A Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan mengubah dan/atau mencabut Peraturan Perundang- undangan tersebut. Pasal 97B (1) Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan secara elektronik. (2) Pembubuhan tanda tangan dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan sampai dengan pengundangan dapat menggunakan tanda tangan elektronik. (3) Tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus tersertifikasi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. (4) Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk secara elektronik sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk dalam bentuk cetak. (5) Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani dengan tanda tangan elektronik sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang- undangan yang ditandatangani secara nonelektronik. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan secara elektronik sebagaimana dimaksud ^pada ayat (l) diatur dalam Peraturan DPR, Peraturan DPD, dan Peraturan Presiden. Pasal 97C Selain jenis dan hierarki Peraturan Perundang- undangan yang telah diatur dalam Pasal 46 ayat (21, Pasal 47 ayat (3), Pasal 48 ayat (l), Pasal 54 ayat (21, Pasal 55 ayat (21, dan Pasal 58, kementerian atau lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan melakukan analisis dan evaluasi Peraturan Perundang-undangan. Pasal 97D Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 berlaku mutatis mutandis terhadap pemantapan konsepsi rancangan peraturan kepala daerah Provinsi dan rancangan peraturan kepala daerah Kabupaten/ Kota. 16. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 98 disisipkan I (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 98 berbunyi sebagai berikut: Pasal 98 (1) Setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengikutsertakan Perancang Peraturan Perundang-undangan. (1a) Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dapat mengikutsertakan analis hukum sesuai dengan kebutuhan. (2) Ketentuan mengenai keikutsertaan dan pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. 17. Ketentuan Pasal 99 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: , ^pembulatan, ^dan r: Pasal 99 Selain Perancang Peraturan Perundang-undangan s6lagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (l), tahapan pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota mengikutsertakan analis legislatif dan tenaga ahli. 18. Ketentuan huruf D Bab II sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2O1l tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. 19. Ketentuan angka 2, angka 3, angka 4, angka 5, angka 6, angka 7, ang)<a 9, angka 10, angka 19, angka 31, angka 33, angJ<a77, angka 98, angka 1O4, angka 111, angka 158, angka 176, angka 18O, angka 188, dan angka 190 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2OLl tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2O11 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan diubah dan disisipkan angka 2a, angka 3a, angka 4a, angka 27a, ar: gka 27b, angka 41a, angka 41b, angka 41c, angka 4ld, angka 66a, angka 69a, angka lo9a, angka 111a, angka 111b, angka 111c, angka 111d, angka 111e, angka 111f, angka 1119, angka 111h, angka 111i, angka 111j, angka 111k, angka 189a, angka 19Oa, angka 19Ob, angka 233a, angka 233b, angl<a 234a, angka 236a, angka 236b, angj<a 236c, angj<a 256a, ang)<a 27Oa, ang!<a 27Ob, angka 27Oc, angl<a 284a, serta ditambahkan Bab IV huruf M dan huruf N sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap orang mengetahuinya, penempatannya Indonesia. Undang-Undang dalam lembaran memerintahkan ini dengan Negara Republik Disahkan di Jakarta pada tanggal 16 Juni2O22 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Jtni2022 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. I,AOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIATAHUN 2022 NOMOR 143 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN I. UMUM Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Berdasarkan konsep negara hukum untuk mencapai tujuan negara diperlukan aturan hukum. Untuk aturan hukum melalui Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu memperhatikan asas kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dalam mendukung tercapainya arah dan tqluan pembangunan hukum nasional dilaksanakan secara terencana, terpadu, dan berkelanjutan dengan memperhatikan asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik. Untuk mewujudkan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang terencana, terpadu, dan berkelanjutan dibutuhkan penataan dan perbaikan mekanisme Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sejak perencanaan, penJrusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan hingga pengundangan. Penataan dan perbaikan dalam Undang-Undang ini selain merupakan tindak lanjut dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVII[(2O2O, juga sebagai penyempurnaan terhadap beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 20ll tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2O11 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Hal yang perlu disempurnakan antara lain: a. menambahkan metode omnibus; b. memperbaiki kesalahan teknis setelah persetujuan bersama antara DPR dan Presiden dalam rapat paripurna dan sebelum pengesahan dan memperkuat keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna (me aningful p articip atio nl ; c e. mengubah sistem pendukung dari peneliti menjadi pejabat fungsional lain yang ruang lingkup tugasnya terkait Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; f. mengubah teknik penyusunan Naskah Akademik; dan g. mengubah teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan. Metode omnibus dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan dicantumkan sejak tahap perencanaan dalam dokumen perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya, metode omnibus digunakan dalam penyusunan Peraturan Perundang- undangan. Dalam hal Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden masih terdapat kesalahan teknis penulisan, dilakukan perbaikan oleh pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut dan Pemerintah yang diwakili oleh kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut. Dalam hal Rancangan Undang-Undang telah disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden masih ditemukan kesalahan teknis penulisan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara bersama dengan kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut melakukan perbaikan dengan melibatkan pimpinan alat kelengkapan DPR yang membahas Rancangan Undang-Undang tersebut. Penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat yang bermakna dilakukan secara tertib dan bertanggung ^jawab dengan memenuhi tiga prasyarat; yaitu pertama, hak untuk didengarkan pendapatnya (righr to be fuordl; kedua, hak untuk dipertimbangkan pendapatnya (righr b be unsideredl; dan ketiga, hak untuk mendapatkan penjelasan atau ^jawaban atas pendapat yang diberikan (right to be explainedl. Penambahan teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dimuat dalam Lampiran I. Perubahan terhadap teknik penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang- Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota dilakukan terhadap ketentuan Bab II huruf D tentang kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru ^yang akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara. Kajian tersebut didukung dengan analisis yang menggunakan metode tertentu, antara lain metode Regulatory Impact Analgsis (RIA) dan metode Rule, Opportunity, Capacity, Interest, Proess, and ldeologg Perubahan juga dilakukan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan beserta contohnya yang ditempatkan dalam la.mpiran II. Perubahan terhadap teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan dilakukan dengan menambahkan metode omnibus untuk memberikan pedoman yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membentuk Peraturan Perundang-undahgan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Angka 1 Pasal 5 Hurufa Yang dimaksud dengan "asas kejelasan tduan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus mempunyai tqluan yang ^jelas yang hendak dicapai. Huruf b Yang dimaksud dengan "asas kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat' adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang. Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang. Huruf c Yang dimaksud dengan "asas kesesuaian antara ^jenis, hierarki, dan materi muatan" adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus benar- benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan ^jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Hurufd Yang dimaksud dengan "asas dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan Perundang- undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis. Huruf e Yang dimaksud dengan "asas dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang- undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan berbangsa, dan bernegara. Huruf f Yang dimaksud dengan "asas kejelasan rumusan' adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya. Huruf g Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah bahwa Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan, termasuk Pemanthuan dan Peninjauan memberikan akses kepada publik yang mempunyai kepentingan dan terdampak langsung untuk mendapatkan informasi dan/atau memberikan masukan pada setiap tahapan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang dilakukan secara lisan dan/atau tertulis dengan cara daring (dalam ^jaringan) dan/atau luring (luar jaringan). Angka 2 Pasal 9 Cukup ^jelas. Angka 3 Cukup ^jelas. Angka 4 Pasal 42A Angka 5 Pasal 49 Cukup ^jelas. Angka 6 Pasal 58 Ayat (1) Dalam pelaksanaan koordinasi pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi oleh menteri atau kepala lembaga yang urusan pemerintahan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan melibatkan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, menteri atau kepala lembaga yang terkait dengan materi muatan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Provinsi, DPRD Provinsi, serta pihak lain yang dipandang perlu sesuai dengan kebutuhan. Ayat (21 Cukup ^jelas. Angka 7 Pasal 64 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (1a) Cukup ^jelas. Ayat (lb) Huruf a Yang dimaksud dengan "materi muatan baru' adalah: a. materi muatan yang sebelumnya belum diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang metode omnibus; dan/atau b. penambahan materi muatan dalam Peraturan Perundang-undangan yang diubah dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Angka 8 PasaJT2 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (1a) Yang dimaksud dengan "kesalahan teknis penulisan' antara lain adalah huruf yang tidak lengkap, rujukan pasal atau ayat yang tidak tepat, salah ketik, dan/atau judul atau nomor urut bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir yang tidak sesuai, yang bersifat tidak substansial. Ayat (lb) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Angka 9 Pasal 73 Ayat (l) Kementerian yang membahas Rancangan Undang-Undang adalah menteri yang ditugasi oleh Presiden untuk mewakili Pemerintah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang dimaksud di DPR. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Angka 10 Pasal 78 Ayat (1) Rancangan Peraturan Daerah Provinsi antara lain di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta tata ruang yang telah disetujui bersama oleh DPRD Provinsi dan gubemur wajib dievaluasi terlebih dahulu oleh menteri sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebelum ditetapkan. Contohnya, ketentuan mengenai kewajiban evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Provinsi sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai hubungan keuangan pusat dan daerah. Ayat (2) Cukup ^jelas. Angka 11 Pasal 85 Cukup ^jelas. Angka 12 Pasal 95 Naskah Peraturan Perundang-undangan yang disebarluaskan mudah diakses oleh pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat, termasuk penyandang disabilitas. Angka 13 Pasal 95A Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Ayat (3a) Kegiatan Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang- Undang oleh DPD hanya meliputi Undang-Undang yang berkaitan dengan ketentuan Pasal 22D Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ayat (3b) Cukup ^jelas. Ayat (4) Hasil dari Pemantauan dan Peninjauan terhadap Undang- Undang yang digunakan sebagai usul dalam pen5rusunan Prolegnas diwujudkan dalam bentuk Naskah Akademik dan/atau Rancangan Undang-Undang. Angka 14 Pasal 96 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "kelompok orang" adalah kelompok/organisasi masyarakat, organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat yang terdaftar di kementerian yang berwenang, masyarakat hukum adat, dan penyandang disabilitas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "menginformasikan' termasuk dalam Prolegnas, program pembentukan Peraturan Pemerintah, program pembentukan Peratuian Presiden, Prolegda Provinsi, serta Prolegda Kabupaten/ Kota. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (71 Ayat (8) Yang dimaksud dengan "hasil pembahasan' antara lain laporan rapat. Ayat (9) Cukup ^jelas. Angka 15 Pasal 97A Yang dimaksud dengan "hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan mengubah dan/atau mencabut Peraturan Perundang- undangan tersebut" yaitu contoh, Pasal 6 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2O07 tentang Penataan Ruang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Pasal tersebut hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan melakukan perubahan dan/atau pencabutan terhadap Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2O2O kntang Cipta Kerja. Contoh lain, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentang Penataan Ruang tidak diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Pasal tersebut hanya dapat diubah dan/atau dicabut dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 20O7 tentang Penataan Ruang. Pasal 97B Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "tersertifikasi" adalah tanda tangan elektronik yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk dalam bentuk cetak" adalah bahwa Peraturan Perundang- undangan yang dibuat secara elektronik memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat secara nonelektronik. Ayat (s) Yang dimaksud dengan "berkekuatan hukum sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani secara nonelektronilC adalah bahwa tanda tangan elektronik yang dibubuhkan dalam Peraturan Perundang-undangan memiliki kekuatan hukum yang sama dengan Peraturan Perundang-undangan yang ditandatangani secara nonelektronik. Misalnya, dalam tahapan perencanaan, penyusunan, dan pembahasan dilakukan secara nonelektronik, tetapi pada saat penetapan/ pengesahan atau pengundangan menggunakan tanda tangan elektronik. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 97C Cukup ^jelas. Pasal 97D Cukup ^jelas. Angka 16 Pasal 98 Ayat (l) Yang dimaksud dengan "Perancang Peraturan Angka 17 Pasal 99 undangan' adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung ^jawab, wewenang, dan hak, secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan pen5rusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dan/atau instrumen hukum lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Ayat (1a) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "analis legislatif" adalah aparatur sipil negara yang bertugas memberikan dukungan dalam pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota. Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" adalah tenaga ahli pada alat kelengkapan DPR, DPD, serta DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Angka 18 Cukup ^jelas. Angka 19 Cukup ^jelas. Pasal II Cukup ^jelas. LAMPIRAN I UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN TEKNIK PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG, RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI, DAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN/KOTA 2. BAB II KA"IIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan dampaknya terhadap aspek beban keuangan negara. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru dilakukan dengan menganalisis dampak dari suatu norma dalam Undang-Undang atau Peraturan Daerah untuk memperkirakan biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh dari penerapan suatu Undang-Undang atau Peraturan Daerah. Kajian tersebut didukung dengan analisis yang metode tertentu, antara lain metode Regulatory Impact Analysis (RIA) dan metode Rule, Opportunitg, Capacitg, Communication, Interest, Procesg and ldeologg (ROCCIPD. JOKO WIDODO LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2022 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2OTL TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG. UNDANGAN TEKNIK PEI{YUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 2. Judul Peraturan Perundang-undangan di tingkat pusat memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun atau penetapan, dan nama Peraturan Perundang-undangan dengan mencantumkan frasa Republik Indonesia. Judul Peraturan Perundang-undangan di tingkat daerah memuat keterangan mengenai jenis, nomor, tahun pengundangan atau penetapan, dan nama Peraturan daerahnya. dengan mencantumkan nama Contoh 1: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Contoh 2: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1I TAHUN 2O2O TENTANG CIPTA KERJA Contoh 3: PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG NAGARI 3 2a. Penomoran Peraturan Perundang-undangan ditulis hanya menggunakan angka Arab tanpa penambahan huruf, angka Romawi, dan/atau tanda baca. Penomoran tidak mengikuti aturan penomoran tata naskah dinas. Nama Peraturan Perundang-undangan dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa, tetapi secara esensial maknanya telah mencerminkan isi Peraturan Perundang-undangan. Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan 1 (satu) kata: a. Paten b. Yayasan c Contoh nama Peraturan Perundang-undangan yang menggu.nakan frasa: a. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum b. Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan c. Cipta Kerja 3a. Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus dapat menggunakan nama baru yang tidak sama dengan nama Peraturan Perundang-undangan yang diubah atau dicabut yang dibuat secara singkat dengan hanya menggunakan 1 (satu) kata atau frasa, tetapi secara esensial maknanya telah dan 151 Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus. Contoh: Cipta Kerja Judul Peraturan Perundang-undangan ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca. Contoh: a. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2OI1 TENTANG KEIMIGRASIAN b. UNDANG.UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR ll TAHUN 2O2O TENTANG CIPTA KERJA 4 c d. PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 8 TAHUN 2OO7 TENTANG KETERTIBAN UMUM QANUN ^KABUPATEN ^ACEH JAYA NOMOR 2 TAHUN 2O1O TENTANG PET.IYELENGGARAAN ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN e PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 5 TAHUN 2OIO TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA MAJELIS RAKYAT PAPUA PERATURAN DAERAH KHUSUS PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2OO8 TENTANG HAK ULAYAT MASYARAKAT HUKUM ADAT DAN HAK PERORANGAN WARGA MASYARAKAT HUKUM ADAT ATAS TANAH Untuk ^judul Rancangan Peraturan Perundang-undangan, sebelum judul ditambahkan kata RANCANGAN yang ditulis dengan huruf kapital dan untuk nomor dan tahun hanya ditulis tanda baca ben-rpa 3 (tiga) titik (elipsis). Contoh: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG CIPTA KERJA f. 4a. 5 Nama Peraturan Perundang-undangan tidak boleh ditambah dengan singkatan atau akronim kecuali terdapat hal sebagai berikut: a. belum diserap dalam bahasa Indonesia atau belum ada padanan kata dalam bahasa Indonesia; b. merupakan istilah teknis yang baku; c. ^jika tidak disingkat dapat mengubah makna bahasa tersebut; dan/atau d. sudah merupakan istilah yang baku dan digunakan secara internasional. Contoh yang tidak tepat dengan menambah singkatan: a. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (APBN) b, PERATURAN DAERAH KOTAPEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 2OO5 TENTANG LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) Contoh yang tidak tepat dengan menggunakan akronim: PERATURAN DAERAH KABUPATEN ... NOMOR... TAHUN... TENTANG PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI DAERAH (PROLEGDA) Contoh yang diperbolehkan menggunakan akronim: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2l TAHUN 2O2O TENTANG PEMBATASAN SOSIAL BERSKALA BESAR DALAM RANGKA PERCEPATAN PENANGANAN COROIVA IIIRUS DrSEASE2019 (COWD-19) 6. Pada 6. Pada nama Peraturan Perundang-undangan perubahan ditambahkan frasa perubahan atas di depan judul Peraturan Perundang-undangan yang diubah. Contoh: a. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2OO8 TENTANG PARTAI POLITIK UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG.UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2O2O TENTANG CIPTA KER.'A c. PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 14 TAHUN 2OO9 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 2 TAHUN 2OO7 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Jika Peraturan Perundang-undangan telah diubah lebih dari 1 (satu) kali, di antara kata perubahan dan kata atas disisipkan keterangan yang menunjukkan berapa kali perubahan tersebut telah dilakukan, tanpa merinci perubahan sebelumnya. Contoh: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2OT9 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT, DEWAN PERWAKIT,AN RAKYAT, DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH b 7 a. b. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1I TAHUN 2O2O TENTANG CIPTA KERJA C. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2l TAHUN 2OO7 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 2OO4 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAI(YAT DAERAH d. PERATURANDAERAHKABUPATENMINAHASATENGGARA NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 6 TAHUN 2OO7 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA DINAS DAERAH KABUPATEN MINAHASA TENGGARA 9. Pada nama Peraturan Perundanyundangan pencabutan ditambahkan kata pencabutan di depan ^judul Peraturan Perundang-undangan yang dicabut. Contoh: a. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 10. c PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2O1O TENTANG PENCABUTAN PERATURAN DAERAH PROPINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 4 TAHUN 2OO3 TENTANG RETRIBUSI IZIN TRAYEK DAN IZIN ANGKUTAN KHUSUS DI PERAIRAN DARATAN LINTAS KABUPATEN ATAU KOTA Pada nama Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang ditetapkan menjadi Undang-Undalg, ditambahkan kata penetapan di depan judul Perpu yang ditetapkan dan dialhiri dengan frasa menjadi Undang-Undang. Contoh: UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2OO3 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG- UNDANG NOMOR l TAHUN 2OO2 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME MENJADI UNDANG_UNDANG a. 19. b. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG... MENJADI UNDANG-UNDANG Pokok pikiran pada konsiderans Undang-Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota memuat unsur filosofis, sosiologis, dan yuridis yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis, dan yuridis. Peraturan Perundang-undangan lainnya ^juga dapat memuat unsur lilosofis, sosiologis, dan/atau yuridis. a. Unsur Iilosofrs menggambarkan bahwa ^peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Unsur filosofis paling banyak terdiri dari 2 ^(dua) ^konsiderans, termasuk yang mengandung historis. b. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Unsur sosiologis paling banyak terdiri dari 2 (dua) konsiderans. c. Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Unsur yuridis paling banyak terdiri dari 2 (dua) konsiderans. Contoh 1: Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Menimbang:

  1. bahwa perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, elisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional, perlu didukung oleh kelembagaan perekonomian yang kokoh dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

  2. bahwa dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi perkembangan perekonomian dunia dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi pada masa mendatang, perlu didukung oleh suatu undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas yang dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif; bahwa perseroan terbatas sebagai salah satu pilar c. d.

  3. pembangunan diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan; bahwa Undang-Undang Nomor l Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti dengan undang- undang yang baru; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas; nasional perlu Contoh2: Contoh 2: Undang-Undang Perpajakan Menimbang:

  1. Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menjunjung tinggr hak dan kewajiban warga negara dan penduduk Indonesia, perlu menempatkan perpajakan sebagai salah satu perwujudan kewajiban kenegaraan dalam upaya peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan pembangunan sosial;

  2. bahwa untuk meningkatkan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan diperlukan strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak, yang antara lain dilakukan melalui penerapan kebijakan peningkatan kinerja penerimaan pajak, reformasi administrasi perpajakan, peningkatan basis perpajakan, penciptaan sistem perpajakan yang mengedepankan prinsip keadilan dan kepastian hukum, serta peningkatan kepatuhan sukarela Wajib Pajak;

  3. bahwa untuk menerapkan strategi konsolidasi fiskal yang berfokus pada perbaikan defisit anggaran dan peningkatan rasio pajak sebagaimana dimaksud dalam huruf b, diperlukan penyesuaian kebijakan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, dan cukai serta pengaturan mengenai pajak karbon dan kebijakan berupa program pengungkapan sukarela Wajib Pajak dalam 1 (satu) Undang-Undang secara komprehensif; d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan; Contoh 3: Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor ^4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah Menimbang:

27a. Menimbang:

  1. bahwa derajat kesehatan masyarakat yang semakin tinggi merupakan investasi strategis pada sumber daya manusia supaya semakin produktif dari waktu ke waktu;

  2. bahwa untuk der4iat kesehatan masyarakat perlu pembangunan kesehatan dengan batas-batas peran, fungsi, tanggung jawab, dan kewenangan yang jelas, akuntabel, berkeadilan, merata, bermutu, berhasil guna dan berdaya guna;

  3. bahwa untuk memberikan arah, landasan dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam pembangunan kesehatan, maka diperlukan pengaturan tentang tatanan pembangunan kesehatan; d.bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Sistem Kesehatan Daerah; Konsiderans Peraturan Perundang-undangan yang melaksanakan perintah atau menjalankan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus cukup memuat I (satu) pertimbangan yang berisi uraian ringkas mengenai perlunya melaksanakan ketentuan pasal atau beberapa pasal dari Peraturan Perundang- undangan yang menggunakan metode omnibus tersebut dan/atau menambahkan pertimbangan lainnya yang memuat urgensi atau tqiuan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Contoh 1: Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2O2l tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan

    Menimbang:

    bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 82 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan; Contoh 2: Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2O2l tentang Kerja Sama antara Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar Menimbang:


27b. 31. Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 20 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kerja Sama antara Pemerintah Pusat dengan Badan Usaha Milik Negara dalam Penyelenggaraan Informasi Geospasial Dasar; Pokok pikiran pada konsiderans Peraturan Perundang-undangan yang disusun sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi dan pokok pikiran pada konsiderans Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang yang disusun sebagai tindak lanjut Putusan Mahkamah Agung dapat memuat nomor putusan dan secara ringkas esensial dari amar putusan dan pertimbangan hakim. Dasar hukum pembentukan Undang-Undang yang berasal dari DPD adalah Pasal 2O dan Pasal 22D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Jika materi muatan yang diatur dalam Undang-Undang yang akan dibentuk merupakan penjabaran dari pasal atau beberapa pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal tersebut dicantumkan secara lengkap sebagai dasar hukum. Contoh 1 (RUU yang berasal dari DPR): Mengingat: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), Pasal 28H ayat (1), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28H ayat (4), Pasal 33 ayat (3), Pasal 34 ayat (1), Pasat 34 ayat (2l,dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Contoh 2 (RUU yang berasal dari Presiden): Mengingat: Pasal 5 ayat (1), Pasal 2O, Pasal 26 ayat (2), dan Pasal 28E ayat (l) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Peraturan Perundang-undangan ^yang akan diubah dengan Peraturan Perundang-undangan yang akan dibentuk, dicantumkan dalam dasar hukum. Contoh 1: Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2O16 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik 33. 4La. Mengingat: Mengingat: Ur,a"rrg-Urra"ng Nomor 11 Tahun 2OO8 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843); Contoh 2: Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2O2l tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 3 I Tahun 2O 13 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2O 1l tentang Keimigrasian Mengingat: Peraturan Pemerintah Nomor 3l Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2Ol1 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 68, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5409) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2O2O tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 3l Tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 2O3, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 6553); Peraturan Perundang-undangan yang akan diubah dengan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus yang akan dibentuk, dapat tidak dicantumkan dalam dasar hukum. Jika materi muatan yang diatur dalam Peraturan Perundang- undangan selain dari materi muatan yang telah diubah dengan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus akan diubah kembali, Peraturan Perundang-undangan yang materi muatannya telal diubah dengan Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus tersebut dicantumkan dalam dasar hukum. Contoh: Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 26 Tahun 20O7 tentang Penataan Ruang 1 2 I 2 3 41b. 4lc. Mengingat: Mengingat: Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tentang Penataan Ruang (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO7 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentangCipta Kerja (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); 4ld. ^Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan ^metode ^omnibus yang akan diubah dengan Peraturan Perundang-undangan yang metode omnibus yang akan dibentuk, dicantumkan dalam dasar hukum. Contoh: Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 1l Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja Mengingat: U.ra".rg-U.ra"ng Nomor 11 Tahun 2O2O tentarrg Cipta Kerja (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan lrmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Norma yang memberikan sanksi administratif, sanksi keperdataan, atau sanksi pidana harus ditempatkan setelah norma yang memuat kewajiban atau larangan. Untuk materi muatan yang tidak memiliki kesamaan materi namun tidak termasuk dalam Bab Ketentuan Lain-Lain mal<a ditempatkan di pasal terakhir sebelum bab, bagian, atau paragraf berikutnya. Pasa1 merupakan satuan aturan dalam Peraturan Perundang- undangan yang memuat satu norma ^jika tanpa ayat dan memiliki keterkaitan dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, ^jelas, dan lugas. Pasal ^juga merupakan satuan aturan dalam Peraturan Perundang-undangan yang dapat memuat sejumlah norma dalam beberapa ayat yang memiliki keterkaitan. Rumusan norma dalam ayat dirumuskan dalam satu kalimat satu ayat yang disusun secara singkat, ^jelas, dan lugas. Ketentuan umum berisi: a. batasan pengertian atau definisi; b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertian atau definisi; dan/atau I 2 1 2 66a. 69a. 77. 98. l04. c. hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi pasal atau beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud, dan tqiuan dapat dirumuskan dalam bab ketentuan umum atau bab tersendiri. Contoh batasan pengertian:

  1. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Kabupaten Mimika. Contoh definisi:

  2. Spasial adalah aspek keruangan suatu objek atau kejadian yang mencakup lokasi, letak, dan posisinya. 2. Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Contoh singkatan:

  3. Badan Pemeriksa Keuangan yang selanjutnya disingkat BPK adalah lembaga negara yang bertugas memeriksa pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Sistem Pengendalian Intern Pemerintah yang selanjutnya disingkat SPIP adalah sistem pengendalian intern yang diselenggarakan secara menyeluruh terhadap proses perancangan dan pelaksanaan kebijakan serta perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan di lingkungan Pemerintah Kota Dumai. Contoh akronim:

  4. Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif di wilayah kerjanya. 2. Orang dengan HIV/AIDS yang selanjutnya disebut ODHA adalah orang yang sudah terinfeksi HIV baik pada tahap belum ada gejala maupun yang sudah ada gejala. Rumusan batasan pengertian dari suatu Peraturan Perundang- undangan dapat berbeda dengan rumusan Peraturan Perundang- undangan yang lain karena disesuaikan dengan kebutuhan terkait dengan materi muatan yang akan diatur. Contoh 1: Contoh 1:

    1. Hari adalah hari kalender (rumusan ini terdapat dalam Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).

    2. Hari adalah hari kerja sesuai dengan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat (rumusan ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja). Contoh 2:

    3. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum (rumusan ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO9 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). b. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum (rumusan ini terdapat dalam Undang-Undang Nomor I Tahun 2O11 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman). 109a. Urutan penempatan nama jabatan atau nama instansi pemerintah dalam ketentuan umum mengikuti urutan sesuai hierarki atau tingkatan dari yang tertinggi ke yang terendah. Organisasi profesi, asosiasi, perkumpulan, dan lembaga lainnya yang dibentuk masyarakat harus ditempatkan pada urutan di bawah nama ^jabatan atau nama instansi pemerintah. 111. ^p6g1legian materi pokok ke dalam buku, bab, bagian, atau paragraf dilakukan menurut kriteria yang dijadikan dasar pembagian. Contoh:

    4. pembagian berdasarkan hak atau kepentingan yang dilindungi, seperti pembagian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana:

  5. kejahatan terhadap keamanan negara;

  6. kejahatan terhadap martabat Presiden;

  7. kejahatan terhadap negara sahabat dan wakilnya;

  8. kejahatan terhadap kewajiban dan hak kenegaraan; dan

  9. kejahatan terhadap ketertiban umum dan seterusnya. b. pembagian berdasarkan urutan/kronologis, seperti pembagian dalam hukum acara pidana, dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tingkat pertama, tingkat banding, tingkat kasasi, dan peninjauan kembali. c. pembagian berdasarkan urutan ^jenjang ^jabatan, seperti Jaksa Agung, Wakil Jaksa Agung, dan Jaksa Agung Muda. 11 la. 111b. 11 lc. 11ld. Buku, bab, bagian, dan/atau paragraf dalam materi pokok Peraturan Perundang-undangan dibagi ke dalam pasal yang mengatur materi muatan pokok yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Buku, bab, bagi411, dan/atau paragraf dalam materi pokok Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus dibagi ke dalam pasal yang mengatur materi muatan pokok yang memiliki keterkaitan satu sama lain yang terdiri atas:

    1. pasal yang memuat materi muatan baru;

    2. pasal yang mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan dan/atau kebutuhan hukum yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan yang ^jenis dan hierarkinya sama; dan/atau

    3. pasal yang mencabut Peraturan Perundang-undangan yang ^jenis dan hierarkinya sama. Pasal yang menambah materi muatan baru dalam Peraturan Perundang-undangan yang metode omnibus dirumuskan dalam kalimat yang disusun secara singkat, ^jelas, dan lugas. Contoh: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 161 Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung ^jawab keuangan Lembaga dilakukan oleh akuntan publik yang terdaftar pada Badan Pemeriksa Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan. Pasal yang mengubah materi muatan yang memiliki keterkaitan yang diatur dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus dirumuskan dalam kalimat yang disusun secara singkat, ^jelas, dan lugas dengan memuat alasan perubahan dan perincian ^judul Peraturan Perundang-undangan yang materi muatannya akan diubah disertai dengan penyebutan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung. Contoh: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Pasal 16 Dalam rangka penyederhanaan persyaratan dasar Perizinan Berusaha serta untuk memberikan kepastian dan kemudahan bagi Pelaku Usaha dalam memperoleh kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, Undang-Undang ini mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan bdru beberapa ketentuan yang diatur dalam: 11le.

    4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2OO7 tefiang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); b, Undang-Undang Nomor 27 Tat: un 2OO7 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2Ol4 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2OO7 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5490);

    5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2Ol4 tentang Kelautan (Iembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 294, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 56O3); dan

    6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214). Jika sudah dirinci judul Peraturan Perundang-undangan yang materi muatannya akan diubah dalam pasal sebelumnya, tiap-tiap pasal selanjutnya memuat materi muatan yang akan diubah dari tiap-tiap Peraturan Perundang-undangan tersebut. Jika materi muatan perubahan lebih dari satu, setiap materi muatan perubahan diperinci dengan menggunakan angka Arab (1, 2, 3, dan seterusnya). Contoh: Undang-Undang Nomor l1 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

      Pasal 17

      Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tal: run 2OO7 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) diubah sebagai berikut:


  10. ... 2. Ketentuan Pasa1 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:

    1. kondisi frsik wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang rentan terhadap bencana;

    2. potensi I 1lf.

    3. potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan, kondisi ekonomi, sosial, budaya, politik, hukum, pertahanan keamanan, dan lingkungan hidup serta ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai satu kesatuan; dan

    4. geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. (2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang wilayah kabupaten / kota dilakukan secara berjenjang dan komplementer. (3) ... 3. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 (1) Wewenang Pemerintah Pusat dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:

    5. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan penataan ruang wilayah nasional, provinsi, dan kabupaten/kota, serta terhadap pelaksanaan ^penataan ruang kawasan strategis nasional;

    6. pemberian bantuan teknis bagi ^penyusunan rencana tata ruang wilayah provinsi, wilayah kabupaten/kota, dan rencana detail tata ruang;

    7. dan seterusnya... (2) Wewenang Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan penataan ruang nasional meliputi:

    8. perencanaan tata ruang wilayah nasional;

    9. pemanfaatan ruang wilayah nasional; dan Pasal yang mencabut Peraturan Perundang-undangan yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus dirumuskan dalam kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas dengan menyebutkan Peraturan Perundang-undangan yang dicabut yang disertai dengan penyebutan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia yang diletakkan di antara tanda baca kurung dan digunakan frasa dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Contoh: 111g. Pasal 116 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3214) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Jika pasal yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus mengubah pasal, angka, ayat, atau butir suatu Peraturan Perundang-undangan maka digunakan kalimat "Ketentuan Pasal.. diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: ' Contoh: Pasal 58 Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) diubah sebagai berikut:

  11. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  12. ... 2. ...

  13. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) ... 121...

  14. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 8
      1. (dan, atau, dan/atau) (21 (21 lllh. Jika ^pasal ^yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan ^yang metode omnibus menyisipkan buku, bab, bagian, paragraf, atau pasal baru mal<a buku, bab, bagian, paragraf, atau pasal baru tersebut diletakkan dalam tempat yang sesuai dengan materi muatan yang bersangkutan. Contoh: Pasal ... Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) diubah sebagai berikut:

    1. Di antara Bab VII dan Bab VIII disisipkan 1 (satu) bab, yakni Bab VIIA sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB VIIA KEBIJAKAN FISKAL NASIONAL YANG BERKAITAN DENGAN PAJAK DAN RETRIBUSI


  15. Di antara Pasal 159 dan Pasal 16O disisipkan I (satu) pasal, yakni Pasal 159A sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 159A Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara: (dan, atau, dan/atau) dan a. b. c. 11li. diatur dengan Peraturan Presiden. Jika yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus menghapus buku, bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir maka urutan buku, bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, atau butir tersebut tetap dicantumkan dengan diberi keterangan dihapus. Contoh: 11lj. Contoh: Pasal ... Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) diubah sebagai berikut:

    1. Pasal 12 dihapus. 2. ... Jika pasal yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus menambah bab, bagian, paragraf, atau pasal digunakan kalimat, ^oSetelah Bab ... / Bagian ... / Paragraf ... / Pasal ... ditambahkan 1 (satu) atau beberapa bab/bagian/paragraf/pasal, yakni Bab .../Bagian .../Paragraf .../Pasal ... sehingga berbunyi sebagai berikut: ' Contoh 1: Pasal ... Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) diubah sebagai berikut:

  16. Setelah Bab IV ditambahkan 1 (satu) bab, yakni BAB V sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB V

  17. Setelah Bagian Keenam Bab V ditambahkan 1 (satu) bagian, yakni Bagran Ketu.iuh sehingga berbunyi sebagai berikut: Bagian Ketujuh

  18. Setelah Paragraf 8 Bagian Ketujuh ditambahkan 1 (satu) paragraf, yakni Paragraf 9 sehingga berbunyi sebagai berikut: Paragraf 9

  19. Setelah Pasal 13 ditambahkan I (satu) pasal, yakni Pasal 14 sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 14

    1l lk. Materi pokok yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang jenis dan hierarkinya di bawah Undang-Undang secara mutatis mutandis berpedoman pada materi pokok yang diatur dalam Undang- Undang.

    1. Peraturan Perundang-undangan hanya dapat dicabut dengan Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi. Sebagai contoh, yaitu Undang-Undang dapat mencabut Undang-Undang dan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang. Peraturan Pemerintah dapat mencabut Peraturan Pemerintah dan Peraturan Perundang-undangan di bawah Peraturan Pemerintah. Peraturan Presiden dapat mencabut Peraturan Presiden dan Peraturan Perundang-undangan di bawah Peraturan Presiden. t76. Penjelasan berfungsi sebagai tafsir resmi pembentuk Peraturan Perundang-undangan atas norma tertentu dalam batang tubuh. Oleh karena itu, penjelasan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat, atau padanan kata/istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh. Penjelasan tidak boleh mengandung norma karena penjelasan sebagai sarana untuk memperjelas norma dalam batang tubuh tidak boleh mengakibatkan terjadinya ketidakjelasan dari norma yang dimaksud. 18O. Judul penjelasan sama dengan judul Peraturan Perundang-undangan yang diawali dengan frasa penjelasan atas yang ditulis dengan huruf kapital. Contoh 1: PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2OI1 TENTANG TRANSFER DANA Contoh2: Contoh 2: PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2021 TENTANG HARMONISASI PERATURAN PERPAJAKAN 188. Pada pasal atau ayat yang tidak memerlukan penjelasan ditulis frasa cukup ^jelas yang diakhiri dengan tanda baca titik (.) dan huruf c ditulis dengan huruf kapital. Penjelasan pasal demi pasal tidak digabungkan walaupun terdapat beberapa pasal berurutan yang tidak memerlukan penjelasan. Contoh 1: Penulisan penjelasan pasal demi pasal yang tidak tepat: Pasal 7, Pasal 8, dan Pasal 9 (Pasal 7 s/d Pasal 9) Cukup ^jelas. Seharusnya: Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Contoh 2: Pasal 18 Angka 1 Pasal 1 Cukup ^jelas. Angl<a2 Pasal 7 Cukup jelas. 189a.
    2. Angka 3 Pasal 7A Cukup ^jelas. Pasal 7B Cukup ^jelas. Pasal 7C Cukup ^jelas. Jika suatu pasal dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus terdiri atas angka, pasal, ayat, dan/atau butir tidak memerlukan penjelasan, pasal yang bersangkutan cukup diberi penjelasan cukup ^jelas, tanpa merinci masing-masing ayat dan/atau butir. Jika suatu pasal terdiri dari beberapa ayat dan/atau butir dan salah satu ayat atau butir tersebut memerlukan penjelasan, setiap ayat atau butir perlu dicantumkan dan dilengkapi dengan penjelasan yang sesuai. Contoh l: Pasal 7 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (21 Ayat ini dimaksudkan untuk memberi kepastian hukum kepada hakim dan para pengguna hukum. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Contoh 2: Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja PasaJ22 Angka 1 Pasal 1 Cukup ^jelas. Angka 2 Pasal 2O Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Hurufa Yang dimaksud dengan "baku mutu air" adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada, dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. Huruf b Yang dimaksud dengan "baku mutu air limbah" adalah ukuran batas atau kadar polutan yang ditenggang untuk dimasukkan ke media air. Huruf c Yang dimaksud dengan "baku mutu air laut" adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air laut. Huruf d dan seterusnya ... Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Angka 3 Pasal 24 Cukup ^jelas. Contoh Contoh: Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2O2L tentang Pembentukan Pengadilan Tinggi Papua Barat, Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau, Pengadilan Tinggi Sulawesi Barat, dan Pengadilan Tinggi Kalimantan Utara Pasal 5 Ayat (1) Hurufa Yang dimaksud dengan "perkara yang telah diperiksa, tetapi belum diputus" adalah perkara yang mulai disidangkan tetapi belum selesai perkara tersebut diputuskan. Huruf b Ayat (21 Huruf a Lihat penjelasan ayat (1) huruf a. 190b. Jika pasal, ayat, dan/atau butir dalam batang tubuh Peraturan Perundang-undangan dihapus maka pasal, ayat, dan/atau butir yang bersangkutan diberikan penjelasan dihapus yang ditulis dengan huruf D kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.). Contoh 1: Pasal 3 Dihapus. Contoh 2: Undang-Undang Nomor 1l Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja Pasal 112 Ang)<a2 Pasal 4A Ayat (1) Dihapus. 233a, Pasal II ^yang memuat ketentuan ^peralihan ^dan/atau ^ketentuan penutup ditulis dan materi perubahannya lebih dari 1 (satu) maka setiap materi perubahan dirinci dengan menggunakan angka Arab (1, 2, 3, dan seterusnya). Contoh Contoh: Pasal II Nama jabatan yang sudah ada dinyatakan tetap berlaku kecuali dilakukan perubahan nama ^jabatan. 4. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 233b. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan yang menggunakan metode omnibus dilakukan perubahan atas pasal atau ayat digunakan kalimat ketentuan Pasal ... diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Contoh I :

  20. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi "6[agai berikut:

    Pasal 7

    Contoh 2: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 202O tentang Cipta Kerja Ketentuan Pasal 17 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 17 Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahtn 2OO7 tentang Penataan Ruang (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan l.embaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725) diubah sebagai berikut:


  21. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal I Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

  22. ... 2. ...

  23. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: 1 2 3 Pasal 6

  24. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 8
    1. ...; (dan, atau, dan/atau) ( I (2 b. ...

        1. ...; (da.rt, atau, dan/atau) d. ... 234a. Jika dalam Peraturan Perundang-undangan dilakukan penambahan atas buku, bab, bagian, paragraf, atau pasal digunakan kalimat "Setelah Buku .../Bab .../Bagran .../Pa: .lagraf .../Pasal ... ditambahkan I (satu) buku/ bab/ bagian / paragraf / pasal, yakni Buku ... / Bab ... / Bagian ... / Paragraf ... / Pasal ... sehingga berbunyi sebagai berikut: " Contoh 1:


  25. Setelah Buku Ketiga ditambahkan I (satu) buku, yakni Buku Keempat sehingga berbunyi sebagai berikut: BUKU KEEMPAT Contoh 2:

  26. Setelah Bab IV ditambahkan 1 (satu) bab, yalni Bab V sehingga berbunyi sebagai berikut: BAB V Contoh 3:

  27. Setelah Bagian Keenam Bab IV ditambahkan I (satu) bagian, ^yakni Bagian Ketqiuh sehingga berbunyi sebagai berikut: Contoh4: Bagran Ketqjuh 236a.' 236b. Contoh 4:

  28. Setelah Paragraf 8 Bagian Keenam ditambahkan I (satu) paragraf, yakni Paragraf 9 sehingga berbunyi sebagai berikut: Paragraf 9 Contoh 5:

  29. Setelah Pasal 13 ditambahkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 14 sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 14

    Jika dalam suatu Peraturan Perundang-undangan dilakukan perubahan atas penjelasan pasal atau ayat, dalam batang tubuh Peraturan Perundang-undangan digunakan kalimat "Penjelasan Pasal .../ayat (...) Pasal diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan." Contoh:


  30. Penjelasan Pasal 72 diubah sebagaimana tercantum dalam penjelasan. Jika dalam suatu Peraturan Perundang-undangan dilakukan penghapusan pasal, ayat, atau butir maka dalam penjelasan pasal demi pasal digunakan kalimat "Pasal ...f ayat (...)/huruf ... Dihapus." Contoh 1: Angka 1

    Pasal 16

    Dihapus. Perubahan Lampiran cukup memuat ketentuan yang diubah, dihapus, dan/atau ditambah. Teknik penyusunan rumusan norrna perubahan batang tubuh berlaku mutatis mutandis terhadap teknik penyusunan rumusan norna perubahan Lampiran. Contoh I rumusan norma perubahan Lampiran dalam batang tubuh:


  31. Ketentuan angka 2 Lampiran II Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2OlI tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 236c. Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 20ll tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan diubah dan disisipkan angka 190b serta ditambahkan Bab IV huruf M sehingga menjadi s6lagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. Contoh 2 rumusan norma perubahan Lampiran dalam batang tubuh:

  32. Ketentuan alinea ketiga dalam halaman l2O lampiran Peraturan Presiden Nomor ... Tahun ... tentang Strategi Nasional ... diubah, sehingga menjadi sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini. Contoh 1 rumusan norma perubahan Lampiran dalam Lampiran suatu Peraturan Perundang-undangan: LAMPIRAN II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG- UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2OII TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN 25. Perubahan la.mpiran cukup memuat ketentuan yang diubah, dihapus, dan/atau ditambah. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO Contoh 2 rumusan norma perubahan Lampiran dalam Lampiran suatu Peraturan Perundang-undangan : BAB II PET{YELENGGARAAN ... Perubahan alinea ketiga dalam halam an l2O: Pulihnya sektor pariwisata ke depan ^juga diharapkan mampu memberikan efek ikutan kepada industri kecil, terutama pelaku UMKM. Perkembangan pariwisata ^juga didorong oleh mobilitas masyarakat dalam mengunjungi atau melihat wilayah, budaya, suasana, bahkan pengalaman baru. JOKO WIDODO 256a. Untuk menyatakan suatu kriteria atau persyaratan yang sekurang- kurangnya harus dipenuhi, gunakan kata minimal. 27Oa. Tidak menggunakan kata imbuhan dan kata sambung pada setiap awal rumusan norma. 270b. 27Oc. Tidak menggunakan frasa antara lain atau frasa namun tidak terbatas pada dalam rumusan norma pasal atau ayat. Untuk memberikan kepastian hukum nominal atau besaran rupiah suatu penghasilan, gaji, honorarium, hak keuangan, tunjangan, insentif, disinsentif, dan remunerasi lainnya, nominal atau besaran rupiah tersebut harus ditulis dengan kata atau frasa dalam tanda baca kurung, kecuali nominal atau besaran rupiah ^yang dimuat dalam tabel. Contoh: Rp 1 0.000.000,00 (sepuluh ^juta rupiah) 284a. Naskah Peraturan Perundang-undangan diketik paragraf dengan jarak 1 spasi, batas margin atas pinggir kertas ke baris huruf awal 8 cm, batas margin bawah pinggir kertas ke baris huruf akhir 2,5 cm, batas margin kiri pinggir kertas ke huruf awal 2,5 cm, dan batas margin kanan pinggir kertas ke huruf akhir 2,5 cm. M. BENTUKRANCANGANUNDANG-UNDANG(METODEOMNIBUS) UNDANG_UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG (Nama Undang-Undang) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang:

  1. bahwa...;

  2. bahwa...;

  3. bahwa...;

  4. dan seterusnya...;

    Mengingat:

    dan seterusnya ... ; MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG ... (nama Undang- Undang). BAB I KETENTUAN UMUM 1 2 3

    Pasal 1

    (Materi pokok yang diatur) BAB II (dan seterusnya ...) Pasal ... (Berisi norma yang mengatur materi muatan baru) Pasal ... (Berisi norma yang mengubah materi muatan dalam Peraturan Perundang-undangan lain) Pasal ... Dalam rangka/ untuk ..., Undang-Undang ini mengubah, menghapus, dan/atau menetapkan pengaturan baru beberapa ketentuan yang diatur dalam:



  5. Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ... );

  6. Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor Tahun tentang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...); Pasal ... Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan l.embaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) diubah sebagai berikut: 1 Ketentuan Pasal ... diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal ... Pasal ... Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (Lrmbaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. BAB... KETENTUAN PIDANA (lika diperlukan) Pasal BAB... KETENTUAN PERALIHAN fiika ^diperlukan) Pasal BAB... KETENTUAN PENUTUP Pasal ... Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Pasal ... (Berisi norma yang mencabut Peraturan Perundang- undangan lain) Agar N Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam kmbaran Negara Republik Indonesia. tanda tangan JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal ... MENTERI (yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesekretariatan negara), tanda tangan PRATIKNO BENTUK RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERUBAHAN UNDANG- UNDANG (METODE OMNIBUS) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR ... TAHUN ... TENTANG ... (untuk perubahan pertama) atau PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang:

  1. bahwa...;

  2. bahwa...;

c. dan seterusnya...; Mengingat dan seterusnya . ..; Dengan Persetqiuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan MEMUTUSKAN: Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR TAHUN TENTANG.... Pasa1 I Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) diubah sebagai berikut:

  1. Ketentuan Pasal ... diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal ... Beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor ... Tahun ... tentang ... (kmbaran I 2 3 Negara Republik Indonesia Tahun ... Nomor ..., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ...) diubah sebagai berikut:

  2. Ketentuan Pasal diubah berbunyi sebagai berikut: Pasal sehingga 2. ...

  3. ...

  4. dan seterusnya ...

  5. Pasal ... dihapus.

  1. dan seterusnya... Pasal II Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam kmbaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal ... PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, tanda tangan JOKO WIDODO Di Diundangkan di Jakarta pada tanggal ... MENTERI $ang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ke sekretariatan negara), tanda tangan PRATIKNO JOKO WIDODO ttd

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):