Keuangan Negara
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
InfoIsiBAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
BAB X
BAB XI
Terkait
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
- Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.
- Pemerintah adalah pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah.
- Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945.
- Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat.
- Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
- Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
- Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.
- Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara.
- Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah.
- Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.
- Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
- Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
- Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
- Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.
- Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Pasal 2
Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1, meliputi :
- hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
- kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
- Penerimaan Negara;
- Pengeluaran Negara;
- Penerimaan Daerah;
- Pengeluaran Daerah;
- kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan daerah;
- kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum;
- kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah.
Pasal 3
(1)Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundangundangan,
efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab
dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
(2)APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN
setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.
(3)APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD
setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(4)APBN/APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan,
alokasi, distribusi, dan stabilisasi.
(5)Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBN.
(6)Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus
dimasukkan dalam APBD.
(7)Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai
pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.
(8)Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud
dalam ayat (7) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan pada
Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih
dahulu dari DPR/DPRD.
Pasal 4
Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari
sampai dengan tanggal 31 Desember.
Pasal 5
(1)Satuan hitung dalam penyusunan, penetapan, dan pertanggungjawaban
APBN/APBD adalah mata uang Rupiah.
(2)Penggunaan mata uang lain dalam pelaksanaan APBN/APBD diatur
oleh Menteri Keuangan sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan
yang berlaku.
BAB II
KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA
Pasal 6
(1)Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan
pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan.
(2)Kekuasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) :
- dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;
- dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
- diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
- tidak termasuk kewenangan dibidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan undang-undang.
Pasal 7
(1)Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk
mencapai tujuan bernegara.
(2)Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai
tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setiap tahun
disusun APBN dan APBD.
Pasal 8
Dalam rangka pelaksanaan kekuasaan atas pengelolaan fiskal, Menteri
Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut :
- menyusun kebijakan fiskal dan kerangka ekonomi makro;
- menyusun rancangan APBN dan rancangan Perubahan APBN;
- mengesahkan dokumen pelaksanaan anggaran;
- melakukan perjanjian internasional di bidang keuangan;
- melaksanakan pemungutan pendapatan negara yang telah ditetapkan dengan undang-undang;
- melaksanakan fungsi bendahara umum negara;
- menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN;
- melaksanakan tugas-tugas lain di bidang pengelolaan fiskal berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 9
Menteri/pimpinan lembaga sebagai Pengguna Anggaran/ Pengguna Barang
kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya mempunyai tugas sebagai
berikut :
- menyusun rancangan anggaran kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;
- menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
- melaksanakan anggaran kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- melaksanakan pemungutan penerimaan negara bukan pajak dan menyetorkannya ke Kas Negara;
- mengelola piutang dan utang negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- mengelola barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- menyusun dan menyampaikan laporan keuangan kementerian negara /lembaga yang dipimpinnya;
- melaksanakan tugas-tugas lain yang menjadi tanggung jawabnya berdasarkan ketentuan undang-undang.
Pasal 10
(1)Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana tersebut dalam
Pasal 6 ayat (2) huruf c :
- dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD;
- dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah.
(2)Dalam rangka pengelolaan Keuangan Daerah, Pejabat Pengelola
Keuangan Daerah mempunyai tugas sebagai berikut :
- menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD;
- menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;
- melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;
- melaksanakan fungsi bendahara umum daerah;
- menyusun laporan keuangan yang merupakan per-tanggungjawaban pelaksanaan APBD.
(3)Kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna
anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:
- menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- menyusun dokumen pelaksanaan anggaran;
- melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;
- mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- mengelola barang milik/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;
- menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.
BAB III
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBN
Pasal 11
(1)APBN merupakan wujud pengelolaan keuangan negara yang ditetapkan
tiap tahun dengan undang-undang.
(2)APBN terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan.
(3)Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan
pajak, dan hibah.
(4)Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyeleng-garaan tugas
pemerintahan pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah.
(5)Belanja negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Pasal 12
(1)APBN disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
negara dan kemampuan dalam menghimpun pendapatan negara.
(2)Penyusunan Rancangan APBN sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3)Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang tentang
APBN.
(4)Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, Pemerintah Pusat dapat
mengajukan rencana penggunaan surplus anggaran kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Pasal 13
(1)Pemerintah Pusat menyampaikan pokok-pokok kebijakan fiskal dan
kerangka ekonomi makro tahun anggaran berikutnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat selambat-lambatnya pertengahan bulan Mei tahun
berjalan.
(2)Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat membahas kerangka
ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang diajukan oleh
Pemerintah Pusat dalam pembicaraan pendahuluan rancangan APBN
tahun anggaran berikutnya.
(3)Berdasarkan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan
fiskal, Pemerintah Pusat bersama Dewan Perwakilan Rakyat membahas
kebijakan umum dan prioritas anggaran untuk dijadikan acuan bagi
setiap kementerian negara/lembaga dalam penyusunan usulan anggaran.
Pasal 14
(1)Dalam rangka penyusunan rancangan APBN, menteri/ pimpinan
lembaga selaku pengguna anggaran/pengguna barang menyusun
rencana kerja dan anggaran kementerian negara/lembaga tahun
berikutnya.
(2)Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3)Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disertai dengan prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun
anggaran yang sedang disusun.
(4)Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disampaikan
kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan rancangan APBN.
(5)Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada
Menteri Keuangan sebagai bahan penyusunan rancangan undangundang
tentang APBN tahun berikutnya.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan
anggaran kementerian negara/lembaga diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 15
(1)Pemerintah Pusat mengajukan Rancangan Undang-undang tentang
APBN, disertai nota keuangan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan Agustus tahun
sebelumnya.
(2)Pembahasan Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan
Dewan Perwakilan Rakyat.
(3)Dewan Perwakilan Rakyat dapat mengajukan usul yang mengakibatkan
perubahan jumlah penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan
Undang-undang tentang APBN.
(4)Pengambilan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat mengenai
Rancangan Undang-undang tentang APBN dilakukan selambatlambatnya
2 (dua) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
dilaksanakan.
(5)APBN yang disetujui oleh DPR terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6)Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui Rancangan
Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pemerintah
Pusat dapat melakukan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka
APBN tahun anggaran sebelumnya.
BAB IV
PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD
Pasal 16
(1)APBD merupakan wujud pengelolaan keuangan daerah yang ditetapkan
setiap tahun dengan Peraturan Daerah.
(2)APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan
pembiayaan.
(3)Pendapatan daerah berasal dari pendapatan asli daerah, dana
perimbangan, dan lain-lain pendapatan yang sah.
(4)Belanja daerah dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
Pasal 17
(1)APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan pendapatan daerah.
(2)Penyusunan Rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berpedoman kepada rencana kerja Pemerintah Daerah dalam rangka
mewujudkan tercapainya tujuan bernegara.
(3)Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Peraturan Daerah
tentang APBD.
(4)Dalam hal anggaran diperkirakan surplus, ditetapkan penggunaan
surplus tersebut dalam Peraturan Daerah tentang APBD.
Pasal 18
(1)Pemerintah Daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun
anggaran berikutnya sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah Daerah,
sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambatlambatnya
pertengahan Juni tahun berjalan.
(2)DPRD membahas kebijakan umum APBD yang diajukan oleh
Pemerintah Daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun
anggaran berikutnya.
(3)Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan
DPRD, Pemerintah Daerah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan
acuan bagi setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Pasal 19
(1)Dalam rangka penyusunan RAPBD, Kepala Satuan Kerja Perangkat
Daerah selaku pengguna anggaran menyusun rencana kerja dan
anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah tahun berikutnya.
(2)Rencana kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah disusun dengan
pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
(3)Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) disertai dengan
prakiraan belanja untuk tahun berikutnya setelah tahun anggaran yang
sudah disusun.
(4)Rencana kerja dan anggaran dimaksud dalam ayat (1) dan (2)
disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan
pendahuluan RAPBD.
(5)Hasil pembahasan rencana kerja dan anggaran disampaikan kepada
pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD tahun berikutnya.
(6)Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kerja dan
anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah diatur dengan Peraturan
Daerah.
Pasal 20
(1)Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD, disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya
kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktober tahun sebelumnya.
(2)Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dilakukan
sesuai dengan undang-undang yang mengatur susunan dan kedudukan
DPRD.
(3)DPRD dapat mengajukan usul yang mengakibatkan perubahan jumlah
penerimaan dan pengeluaran dalam Rancangan Peraturan Daerah
tentang APBD.
(4)Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai Rancangan Peraturan
Daerah tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan
sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.
(5)APBD yang disetujui oleh DPRD terinci sampai dengan unit organisasi,
fungsi, program, kegiatan, dan jenis belanja.
(6)Apabila DPRD tidak menyetujui Rancangan Peraturan Daerah
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), untuk membiayai keperluan
setiap bulan Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran
setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.
BAB V
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH PUSAT DAN BANK SENTRAL, PEMERINTAH DAERAH,
SERTA PEMERINTAH/LEMBAGA ASING
Pasal 21
Pemerintah Pusat dan bank sentral berkoordinasi dalam penetapan dan
pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter.
Pasal 22
(1)Pemerintah Pusat mengalokasikan dana perimbangan kepada
Pemerintah Daerah berdasarkan undang-undang perimbangan keuangan
pusat dan daerah.
(2)Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada
Pemerintah Daerah atau sebaliknya.
(3)Pemberian pinjaman dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
(4)Pemerintah Daerah dapat memberikan pinjaman kepada/menerima
pinjaman dari daerah lain dengan persetujuan DPRD.
Pasal 23
(1)Pemerintah Pusat dapat memberikan hibah/pinjaman kepada atau
menerima hibah/pinjaman dari pemerintah/lembaga asing dengan
persetujuan DPR.
(2)Pinjaman dan/atau hibah yang diterima Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat diteruspinjam-kan kepada Pemerintah
Daerah/Perusahaan Negara/ Perusahaan Daerah.
BAB VI
HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA
PEMERINTAH DAN PERUSAHAAN NEGARA,
PERUSAHAAN DAERAH, PERUSAHAAN SWASTA, SERTA
BADAN PENGELOLA DANA MASYARAKAT
Pasal 24
(1)Pemerintah dapat memberikan pinjaman/hibah/ penyertaan modal kepada
dan menerima pinjaman/hibah dari perusahaan negara/daerah.
(2)Pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan
pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu
ditetapkan dalam APBN/APBD.
(3)Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
perusahaan negara.
(4)Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan
kepada perusahaan daerah.
(5)Pemerintah Pusat dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi
perusahaan negara setelah mendapat persetujuan DPR.
(6)Pemerintah Daerah dapat melakukan penjualan dan/atau privatisasi
perusahaan daerah setelah mendapat persetujuan DPRD.
(7)Dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional,
Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau melakukan
penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapat
persetujuan DPR.
Pasal 25
(1)Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengawasan kepada
badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari
Pemerintah Pusat.
(2)Gubernur/bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan
kepada badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari
Pemerintah Daerah.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berlaku bagi
badan pengelola dana masyarakat yang mendapat fasilitas dari
pemerintah.
BAB VII
PELAKSANAAN APBN DAN APBD
Pasal 26
(1)Setelah APBN ditetapkan dengan undang-undang, pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.
(2)Setelah APBD ditetapkan dengan peraturan daerah, pelaksanaannya
dituangkan lebih lanjut dengan Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 27
(1)Pemerintah Pusat menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama
APBN dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(2)Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada
DPR selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang
bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPR dan Pemerintah Pusat.
(3)Penyesuaian APBN dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan
dibahas bersama DPR dengan Pemerintah Pusat dalam rangka
penyusunan prakiraan perubahan atas APBN tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi :
- perkembangan ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN;
- perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal;
- keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;
- keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
(4)Dalam keadaan darurat Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang
belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam
rancangan perubahan APBN dan/atau disampaikan dalam Laporan
Realisasi Anggaran.
(5)Pemerintah Pusat mengajukan rancangan undang-undang tentang
Perubahan APBN tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan
persetujuan DPR sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Pasal 28
(1)Pemerintah Daerah menyusun Laporan Realisasi Semester Pertama
APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya.
(2)Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada
DPRD selambat-lambatnya pada akhir Juli tahun anggaran yang
bersangkutan, untuk dibahas bersama antara DPRD dan Pemerintah
Daerah.
(3)Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan
dibahas bersama DPRD dengan Pemerintah Daerah dalam rangka
penyusunan prakiraan Perubahan atas APBD tahun anggaran yang
bersangkutan, apabila terjadi :
- perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;
- keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja.
- keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan.
(4)Dalam keadaan darurat Pemerintah Daerah dapat melakukan
pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya
diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan
dalam Laporan Realisasi Anggaran.
(5)Pemerintah Daerah mengajukan Rancangan Peraturan Daerah tentang
Perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan berdasarkan
perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) untuk mendapatkan
persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan
berakhir.
Pasal 29
Ketentuan mengenai pengelolaan keuangan negara dalam rangka pelaksanaan
APBN dan APBD ditetapkan dalam undang-undang yang mengatur
perbendaharaan negara.
BAB VIII
PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN
APBN DAN APBD
Pasal 30
(1)Presiden menyampaikan rancangan undang-undang tentang
pertanggungjawaban pelaksanaan APBN kepada DPR berupa laporan
keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan,
selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
(2)Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara
dan badan lainnya.
Pasal 31
(1)Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa
Keuangan, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.
(2)Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan
Realisasi APBD, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan
Keuangan, yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan daerah.
Pasal 32
(1)Bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 31 disusun dan
disajikan sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan.
(2)Standar akuntansi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
disusun oleh suatu komite standar yang independen dan ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah setelah terlebih dahulu mendapat
pertimbangan dari Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 33
Pemeriksaan pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara diatur
dalam undang-undang tersendiri.
BAB IX
KETENTUAN PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF,
DAN GANTI RUGI
Pasal 34
(1)Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti
melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam
undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD
diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan
undang-undang.
(2)Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja
Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan
anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang
APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara
dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
(3)Presiden memberi sanksi administratif sesuai dengan ketentuan undangundang
kepada pegawai negeri serta pihak-pihak lain yang tidak
memenuhi kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undangundang
ini.
Pasal 35
(1)Setiap pejabat negara dan pegawai negeri bukan bendahara yang
melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya baik langsung atau
tidak langsung yang merugikan keuangan negara diwajibkan mengganti
kerugian dimaksud.
(2)Setiap orang yang diberi tugas menerima, menyimpan, membayar,
dan/atau menyerahkan uang atau surat berharga atau barang-barang
negara adalah bendahara yang wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kepada Badan Pemeriksa Keuangan.
(3)Setiap bendahara sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) bertanggung
jawab secara pribadi atas kerugian keuangan negara yang berada dalam
pengurusannya.
(4)Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian negara diatur di dalam
undang-undang mengenai perbendaharaan negara.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 36
(1)Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan
belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13,
14, 15, dan 16 undang-undang ini dilaksanakan selambat-lambatnya
dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan
dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan
dan pengukuran berbasis kas.
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 37
Pada saat berlakunya undang-undang ini :
- Indische Comptabiliteitswet (ICW), Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2860);
- Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 Nomor 419 jo. Stbl. 1936 Nomor 445;
- Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 Nomor 381;
- sepanjang telah diatur dalam undang-undang ini, dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 38
Ketentuan pelaksanaan sebagai tindak lanjut undang-undang ini sudah selesai
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
Pasal 39
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.