Hubungan Luar Negeri
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999
InfoIsiBAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
BAB VII
BAB VIII
BAB IX
Terkait
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
- Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga-lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.
- Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi international, dan subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional.
- Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.
- Menteri adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang hubungan luar negeri dan politik luar negeri.
- Organisasi Internasional adalah organisasi antar pemerintah.
Pasal 2
Hubungan Luar Negeri dan Politik Luar Negeri didasarkan pada
Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan
Negara.
Pasal 3
Politik Luar Negeri menganut prinsip bebas aktif yang diabadikan untuk
kepentingan nasional.
Pasal 4
Politik Luar Negeri dilaksanakan melalui diplomasi yang kreatif, aktif,
dan antisipatif, tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan
pendirian, serta rasional dan luwes dalam pendekatan.
BAB II
PENYELENGGARAAN HUBUNGAN LUAR NEGERI
DAN PELAKSANAAN POLITIK LUAR NEGRI
Pasal 5
(1)Hubungan Luar Negeri diselenggarakan sesuai dengan
Politik Luar Negeri, peraturan
perundang-undangan nasional dan hukum serta
kebiasaan internasional.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku
bagi semua penyelenggara Hubungan Luar Negeri,
baik pemerintah maupun non Pemerintah.
Pasal 6
(1)Kewenangan penyelenggaraan Hubungan Luar Negeri dan
pelaksanaan Politik Luar Negeri Pemerintah
Republik Indonesia berada di tangan Presiden.
Sedangkan dalam hal menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain
diperlukan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat.
(2)Presiden dapat melimpahkan kewenangan penyelenggaraan
Hubungan Luar Negeri dan pelaksanaan Politik
Luar Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) kepada Menteri.
(3)Menteri dapat mengambil langkah-langkah yang dipandang
perlu demi dipatuhinya ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 5.
Pasal 7
(1)Presiden dapat menunjuk pejabat selain Manteri Luar
Negeri, pejabat pemerintah, atau orang lain
untuk menyelenggarakan Hubungan Luar Negeri di
bidang tertentu.
(2)Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat negara selain
Menteri Luar Negeri, pejabat pemerintah, atau
orang lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
melakukan konsultasi dan koordinasi dengan
Menteri.
Pasal 8
(1)Menteri, atas usul pimpinan departemen atau lembaga
pemerintah nondepartemen, dapat mengangkat
pejabat dari departemen atau lembaga yang
bersangkutan untuk ditempatkan pada Perwakilan
Republik Indonesia guna melaksanakan
tugas-tugas yang menjadi bidang wewenang
departemen atau lembaga tersebut.
(2)Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) secara
operasional dan administratif merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari Perwakilan Republik
Indonesia serta tunduk pada
peraturan-peraturan tentang tata kerja
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.
Pasal 9
(1)Pembukaan dan pemutusan hubungan diplomatik atau
konsuler dengan negara lain serta masuk ke
dalam atau keluar dari keanggotaan organisasi
internasional ditetapkan oleh Presiden dengan
memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat.
(2)Pembukaan dan penutupan kantor perwakilan diplomatik
atau konsuler di negara lain atau kantor
perwakilan pada organisasi internasional
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pasal 10
Pengiriman pasukan atau misi pemeliharaan perdamaian ditetapkan oleh
Presiden dengan memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan Rakyat.
Pasal 11
(1)Dalam usaha mengembangkan Hubungan Luar Negeri dapat
didirikan lembaga kebudayaan, lembaga
persahabatan, badan promosi, dan lembaga atau
badan Indonesia lainnya di luar negeri.
(2)Pendirian lembaga dan atau badan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah
mendapat pertimbangan tertulis dari Menteri.
Pasal 12
(1)Dalam usaha mengembangkan Hubungan Luar Negeri dapat juga
didirikan lembaga persahabatan, lembaga kebudayaan, dan lembaga
atau badan kerja sama asing lain di Indonesia.
(2)Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pendirian lembaga atau
badan kerja sama asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
BAB III
PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL
Pasal 13
Lembaga Negara dan lembaga pemerintah, baik departemen maupun
nondepartemen, yang mempunyai rencana untuk membuat perjanjian
internasional, terlebih dahulu melakukan konsultasi mengenai rencana
tersebut dengan Menteri.
Pasal 14
Pejabat lembaga pemerintah, baik departemen maupun nondepartemen, yang akan
menandatangani perjanjian internasional yang dibuat antara Pemerintah Republik
Indonesia dengan Pemerintah negara lain, organisasi internasional, atau subyek hukum
internasional lainnya, harus mendapat surat kuasa dari menteri.
Pasal 15
Ketentuan mengenai pembuatan dan pengesahan perjanjian
internasional diatur dengan undang-undang tersendiri.
BAB IV
KEKEBALAN, HAK ISTIMEWA, DAN PEMBEBASAN
Pasal 16
Pemberian kekebalan, hak istimewa, dan pembebasan dari kewajiban
tertentu kepada perwakilan diplomatik dan konsuler, misi khusus,
perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa, perwakilan badan-badan
khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan organisasi internasional
lainnya, dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undnagan
nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.
Pasal 17
(1)Berdasarkan pertimbangan tertentu, Pemerintah Republik
Indonesia dapat memberikan pembebasan dari
kewajiban tertentu kepada pihak-pihak yang
tidak ditentukan dalam Pasal 16.
(2)Pemberian pembebasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan berdasar pada peraturan
perundang-undangan nasional.
BAB V
PERLINDUNGAN KEPADA WARGA NEGARA INDONESIA
Pasal 18
(1)Pemerintah Republik Indonesia melindungi kepentingan
warga negara atau badan hukum Indonesia yang
menghadapi permasalahan hukum dengan
perwakilan negara asing di Indonesia.
(2)Pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum
dan kebiasaan internasional.
Pasal 19
Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban :
- memupuk persatuan dan kerukunan antara sesama warga negara Indonesia di luar negeri;
- memberikan pengayoman, perlindungan, dan bantuan hukum bagi warga negara dan badan hukum Indonesia di luar negeri, sesuai dengan peraturan perundang-undangan nasional serta hukum dan kebiasaan internasional.
Pasal 20
Dalam hal terjadi sengketa antara sesama warga negara atau badan
hukum Indonesia di luar negeri, perwakilan Republik Indonesia
berkewajiban membantu menyelesaikannya berdasarkan asas
musyawarah atau sesuai dengan hukum yang berlaku.
Pasal 21
Dalam hal warga Indonesia terancam bahaya nyata, Perwakilan
Republik Indonesia berkewajiban memberikan perlindungan,
membantu, dan menghimpun mereka di wilayah yang aman, serta
mengusahakan untuk memulangkan mereka ke Indonesia atas biaya
negara.
Pasal 22
Dalam hal terjadi perang dan atau pemutusan hubungan diplomatik
dengan suatu negara, Menteri atau pejabat lain yang ditunjuk oleh
Presiden, mengkoordinasikan usaha untuk mengamankan dan
melindungi kepentingan nasional, termasuk warga negara Indonesia.
Pasal 23
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal
22 dilakukan melalui kerja sama dengan pemerintah setempat atau
negara lain atau organisasi internasional yang terkait.
Pasal 24
(1)Perwakilan Republik Indonesia berkewajiban untuk
mencatat keberadaan dan membuat surat
keterangan mengenai kelahiran, perkawinan,
perceraian, dan kematian warga negara Republik
Indonesia serta melakukan tugas-tugas konsuler
lainnya di wilayah akreditasinya.
(2)Dalam hal perkawinan dan perceraian, pencatatan dan
pembuatan surat keterangan hanya dapat
dilakukan apabila kedua hal itu telah
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku di tempat wilayah kerja Perwakilan
Republik Indonesia yang bersangkutan,
sepanjang hukum dan ketentuan-ketentuan asing
tersebut tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan Indonesia.
BAB VI
PEMBERIAN SUAKA DAN MASALAH PENGUNGSI
Pasal 25
(1)Kewenangan pemberian suaka kepada orang asing berada di
tangan Presiden dengan memperhatikan
pertimbangan Menteri.
(2)Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
Pasal 26
Pemberian suaka kepada orang asing dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan nasional serta dengan memperhatikan
hukum, kebiasaan, dan praktek internasional.
Pasal 27
(1)Presdien menetapkan kebijakan masalah pengungsi dari
luar negeri dengan memperhatikan pertimbangan
Menteri.
(2)Pokok-pokok kebijakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Presiden.
BAB VII
APARATUR HUBUNGAN LUAR NEGERI
Pasal 28
(1)Menteri menyelenggarakan sebagian tugas umum pemerintah
dan pembangunan dalam bidang Hubungan Luar
Negeri dan Politik Luar Negri.
(2)Koordinasi dalam penyelenggaraan Hubungan Luar Negri
dan pelaksanaan Politik Luar Negeri
diselenggarakan oleh Menteri.
Pasal 29
(1)Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh adalah pejabat
negara yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden selaku Kepala Negara.
(2)Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh mewakili
negara dan bangsa Indonesia dan menjadi wakil
pribadi Presiden Republik Indonesia di suatu
negara atau pada suatu organisasi
internasional.
(3)Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh yang telah
menyelesaikan masa tugasnya mendapat hak
keuangan dan administratif yang diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
(1)Untuk melaksanakan tugas diplomatik di bidang khusus,
Presiden dapat mengangkat Pejabat lain
setingkat Duta Besar.
(2)Pejabat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diangkat
dengan Keputusan Presiden.
Pasal 31
(1)Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pegawai Negeri Sipil
yang telah mengikuti pendidikan dan latihan
khusus bertugas di Departemen Luar Negeri dan
Perwakilan Republik Indonesia.
(2)Ketentuan mengenai pendidikan dan latihan Pejabat Dinas
Luar Negri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 32
(1)Pejabat Dinas Luar Negeri adalah Pejabat Fungsional
Diplomat.
(2)Pejabat Fungsional Diplomat dapat memegang jabatan
struktural.
(3)Tata cara pengangkatan dan penempatan Pejabat Dinas
Luar Negeri diatur dengan Keputusan Menteri.
(4)Hak dan kewajiban Pejabat Dinas Luar Negeri dan
penempatannya pada Perwakilan Indonesia diatur
dengan Keputusan Menteri.
Pasal 33
Jenjang kepangkatan dan gelar Pejabat Dinas Luar Negeri dan
penempatannya pada Perwakilan Republik Indonesia diatur dengan
Keputusan Menteri.
Pasal 34
Hubungan kerja antara Departemen Luar Negeri dan Perwakilan
Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Menteri.
BAB VIII
PEMBERIAN DAN PENERIMAAN SURAT KEPERCAYAAN
Pasal 35
(1)Presiden memberikan Surat Kepercayaan kepada Duta Besar
Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Republik
Indonesia untuk suatu negara tertentu atau
pada suatu organisasi internasional.
(2)Presiden menerima Surat Kepercayaan dari kepala negara
asing bagi pengangkatan Duta Besar Luar Biasa
da Berkuasa Penuh negara tersebut untuk
Indonesia.
Pasal 36
(1)Dalam hal seseorang ditunjuk untuk mewakili Negara
Republik Indonesia pada suatu upacara tertentu
di luar negeri, jika disyaratkan, kepada orang
yang ditunjuk diberikan Surat Kepercayaan yang
ditandatangani oleh Presiden.
(2)Dalam hal seseorang ditunjuk untuk mewakili Pemerintah
Republik Indonesia dalam suatu konferensi
internasional, jika disyaratkan, kepada orang
yang ditunjuk diberikan Surat Kepercayaan yang
ditandatangani oleh Menteri.
Pasal 37
(1)Presiden menandatangani Surat Tauliah bagi seorang
Konsul Jenderal atau Konsul Republik Indonesia
yang diangkat guna melaksanakan tugas konsuler
untuk suatu wilayah tertentu pada suatu negara
asing.
(2)Presiden menerima Surat Tauliah seorang Konsul Jenderal
atau Konsul asing yang bertugas di Indonesia
serta mengeluarkan eksekuatur untuk memulai
tugasnya.
Pasal 38
(1)Presiden menandatangani Surat Tauliah bagi seorang
Konsul Jenderal Kehormatan atau Konsul
Kehormatan Republik Indonesia yang diangkat
guna melaksanakan tugas konsuler untuk suatu
wilayah tertentu pada suatu negara asing.
(2)Presiden menerima Surat Tauliah seorang Konsul Jenderal
Kehormatan atau Konsul Kehormatan asing yang
bertugas di Indonesia serta mengeluarkan
eksekuatur.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 39
Peraturan perundang-undangan mengenai atau berkaitan dengan
Hubungan Luar Negeri yang sudah ada pada saat mulai berlakunya
Undang-undang ini tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.