Pengelolaan Sampah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2008
TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
| Menimbang | : |
|
|---|
| Mengingat | : | Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 33 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
|---|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan | : | UNDANG-UNDANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH. |
|---|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Definisi
Pasal 1
- Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat.
- Sampah spesifik adalah sampah yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.
- Sumber sampah adalah asal timbulan sampah.
- Penghasil sampah adalah setiap orang dan/atau akibat proses alam yang menghasilkan timbulan sampah.
- Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.
- Tempat penampungan sementara adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendauran ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu.
- Tempat pengolahan sampah terpadu adalah tempat dilaksanakannya kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah.
- Tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan.
- Kompensasi adalah pemberian imbalan kepada orang yang terkena dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan penanganan sampah di tempat pemrosesan akhir sampah.
- Orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum.
- Sistem tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka pengendalian yang meliputi pencegahan dan penanggulangan kecelakaan akibat pengelolaan sampah yang tidak benar.
- Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan lingkungan hidup dan di bidang pemerintahan lain yang terkait
Bagian Kedua
Ruang Lingkup
Pasal 2
- sampah rumah tangga;
- sampah sejenis sampah rumah tangga; dan
- sampah spesifik.
- sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
- sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
- sampah yang timbul akibat bencana;
- puing bongkaran bangunan;
- sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan/atau f. sampah yang timbul secara tidak periodik.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pasal 4
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG PEMERINTAHAN
Bagian Kesatu
Tugas
Pasal 5
Pasal 6
- menumbuhkembangkan dan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah;
- melakukan penelitian, pengembangan teknologi pengurangan, dan penanganan sampah;
- memfasilitasi, mengembangkan, dan melaksanakan upaya pengurangan, penanganan, dan pemanfaatan sampah;
- melaksanakan pengelolaan sampah dan memfasilitasi penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah;
- mendorong dan memfasilitasi pengembangan manfaat hasil pengolahan sampah;
- memfasilitasi penerapan teknologi spesifik lokal yang berkembang pada masyarakat setempat untuk mengurangi dan menangani sampah; dan
- melakukan koordinasi antarlembaga pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha agar terdapat keterpaduan dalam pengelolaan sampah.
Bagian Kedua
Wewenang Pemerintah
Pasal 7
- menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan sampah;
- menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sampah;
- memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah;
- menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah; dan
- menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah dalam pengelolaan sampah.
Bagian Ketiga
Wewenang Pemerintah Provinsi
Pasal 8
- menetapkan kebijakan dan strategi dalam pengelolaan sampah sesuai dengan kebijakan Pemerintah;
- memfasilitasi kerja sama antardaerah dalam satu provinsi, kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah;
- menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan kinerja kabupaten/kota dalam pengelolaan sampah; dan
- memfasilitasi penyelesaian perselisihan pengelolaan sampah antarkabupaten/antarkota dalam 1 (satu) provinsi.
Bagian Keempat
Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota
Pasal 9
- menetapkan kebijakan dan strategi pengelolaan sampah berdasarkan kebijakan nasional dan provinsi;
- menyelenggarakan pengelolaan sampah skala kabupaten/kota sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah;
- melakukan pembinaan dan pengawasan kinerja pengelolaan sampah yang dilaksanakan oleh pihak lain;
- menetapkan lokasi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah;
- melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala setiap 6 (enam) bulan selama 20 (dua puluh) tahun terhadap tempat pemrosesan akhir sampah dengan sistem pembuangan terbuka yang telah ditutup; dan
- menyusun dan menyelenggarakan sistem tanggap darurat pengelolaan sampah sesuai dengan kewenangannya.
Bagian Kelima
Pembagian Kewenangan
Pasal 10
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN
Bagian Kesatu
Hak
Pasal 11
- mendapatkan pelayanan dalam pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan dari Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau pihak lain yang diberi tanggung jawab untuk itu;
- berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, penyelenggaraan, dan pengawasan di bidang pengelolaan sampah;
- memperoleh informasi yang benar, akurat, dan tepat waktu mengenai penyelenggaraan pengelolaan sampah;
- mendapatkan pelindungan dan kompensasi karena dampak negatif dari kegiatan tempat pemrosesan akhir sampah; dan
- memperoleh pembinaan agar dapat melaksanakan pengelolaan sampah secara baik dan berwawasan lingkungan.
Bagian Kedua
Kewajiban
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16
BAB V
PERIZINAN
Pasal 17
Pasal 18
BAB VI
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH
Bagian Kesatu
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan
Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga
Pasal 19
- pengurangan sampah; dan
- penanganan sampah.
Paragraf 1
Pengurangan Sampah
Pasal 20
- pembatasan timbulan sampah;
- pendauran ulang sampah; dan/atau
- pemanfaatan kembali sampah.
- menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu;
- memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;
- memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan;
- memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan
- memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.
Pasal 21
- insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan
- disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.
Paragraf 2
Penanganan Sampah
Pasal 22
- pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan/atau sifat sampah;
- pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu;
- pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir;
- pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah; dan/atau
- pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
Bagian Kedua
Pengelolaan Sampah Spesifik
Pasal 23
BAB VII
PEMBIAYAAN DAN KOMPENSASI
Bagian Kesatu
Pembiayaan
Pasal 24
Bagian Kedua
Kompensasi
Pasal 25
- relokasi;
- pemulihan lingkungan;
- biaya kesehatan dan pengobatan; dan/atau
- kompensasi dalam bentuk lain.
BAB VIII
KERJA SAMA DAN KEMITRAAN
Bagian Kesatu
Kerja Sama Antardaerah
Pasal 26
Bagian Kedua
Kemitraan
Pasal 27
BAB IX
PERAN MASYARAKAT
Pasal 28
- pemberian usul, pertimbangan, dan saran kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah;
- perumusan kebijakan pengelolaan sampah; dan/atau
- pemberian saran dan pendapat dalam penyelesaian sengketa persampahan.
BAB X
LARANGAN
Pasal 29
- memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- mengimpor sampah;
- mencampur sampah dengan limbah berbahaya dan beracun;
- mengelola sampah yang menyebabkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan;
- membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan;
- melakukan penanganan sampah dengan pembuangan terbuka di tempat pemrosesan akhir; dan/atau
- membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis pengelolaan sampah.
BAB XI
PENGAWASAN
Pasal 30
Pasal 31
BAB XII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 32
- paksaan pemerintahan;
- uang paksa; dan/atau
- pencabutan izin.
BAB XIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 33
- sengketa antara pemerintah daerah dan pengelola sampah; dan
- sengketa antara pengelola sampah dan masyarakat.
Bagian Kedua
Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Pasal 34
Bagian Ketiga
Penyelesaian Sengketa di Dalam Pengadilan
Pasal 35
Bagian Keempat
Gugatan Perwakilan Kelompok
Pasal 36
Bagian Kelima
Hak Gugat Organisasi Persampahan
Pasal 37
- berbentuk badan hukum;
- mempunyai anggaran dasar di bidang pengelolaan sampah; dan
- telah melakukan kegiatan nyata paling sedikit 1 (satu) tahun sesuai dengan anggaran dasarnya.
BAB XIV
PENYIDIKAN
Pasal 38
- melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
- melakukan pemeriksaan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
- meminta keterangan dan bahan bukti dari orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
- melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah;
- melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yang diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil kejahatan yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang pengelolaan sampah; dan
- meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang pengelolaan sampah.
BAB XV
KETENTUAN PIDANA
Pasal 39
Pasal 40
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
BAB XVI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 44
Pasal 45
BAB XVII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 46
BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 47
Pasal 48
Pasal 49
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2008 ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 Mei 2008 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 69
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH I. UMUM Jumlah penduduk Indonesia yang besar dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi mengakibatkan bertambahnya volume sampah. Di samping itu, pola konsumsi masyarakat memberikan kontribusi dalam menimbulkan jenis sampah yang semakin beragam, antara lain, sampah kemasan yang berbahaya dan/atau sulit diurai oleh proses alam. Selama ini sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan. Masyarakat dalam mengelola sampah masih bertumpu pada pendekatan akhir ( end-of-pipe ), yaitu sampah dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah. Padahal, timbunan sampah dengan volume yang besar di lokasi tempat pemrosesan akhir sampah berpotensi melepas gas metan (CH 4 ) yang dapat meningkatkan emisi gas rumah kaca dan memberikan kontribusi terhadap pemanasan global. Agar timbunan sampah dapat terurai melalui proses alam diperlukan jangka waktu yang lama dan diperlukan penanganan dengan biaya yang besar. Paradigma pengelolaan sampah yang bertumpu pada pendekatan akhir sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigma baru pengelolaan sampah. Paradigma baru memandang sampah sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya, untuk energi, kompos, pupuk ataupun untuk bahan baku industri. Pengelolaan sampah dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dari hulu, sejak sebelum dihasilkan suatu produk yang berpotensi menjadi sampah, sampai ke hilir, yaitu pada fase produk sudah digunakan sehingga menjadi sampah, yang kemudian dikembalikan ke media lingkungan secara aman. Pengelolaan sampah dengan paradigma baru tersebut dilakukan dengan kegiatan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang, sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir. Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah. Hal itu membawa konsekuensi hukum bahwa pemerintah merupakan pihak yang berwenang dan bertanggung jawab di bidang pengelolaan sampah meskipun secara operasional pengelolaannya dapat bermitra dengan badan usaha. Selain itu organisasi persampahan, dan kelompok masyarakat yang bergerak di bidang persampahan dapat juga diikut sertakan dalam kegiatan pengelolaan sampah. Dalam rangka menyelenggarakan pengelolaan sampah secara terpadu dan komprehensif, pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, serta tugas dan wewenang Pemerintah dan pemerintahan daerah untuk melaksanakan pelayanan publik, diperlukan payung hukum dalam bentuk undang-undang. Pengaturan hukum pengelolaan sampah dalam Undang-Undang ini berdasarkan asas tanggung jawab, asas berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas keselamatan, asas keamanan, dan asas nilai ekonomi. Berdasarkan pemikiran sebagaimana diuraikan di atas, pembentukan Undang-Undang ini diperlukan dalam rangka: a. kepastian hukum bagi rakyat untuk mendapatkan pelayanan pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan; b. ketegasan mengenai larangan memasukkan dan/atau mengimpor sampah ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. ketertiban dalam penyelenggaraan pengelolaan sampah; d. kejelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab Pemerintah dan pemerintahan daerah dalam pengelolaan sampah; dan e. kejelasan antara pengertian sampah yang diatur dalam Undang- Undang ini dan pengertian limbah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah yang tidak berasal dari rumah tangga. Kawasan komersial berupa, antara lain, pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, perkantoran, restoran, dan tempat hiburan. Kawasan industri merupakan kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Kawasan khusus merupakan wilayah yang bersifat khusus yang digunakan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya, kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, dan pengembangan teknologi tinggi. Fasilitas sosial berupa, antara lain, rumah ibadah, panti asuhan, dan panti sosial. Fasilitas umum berupa, antara lain, terminal angkutan umum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, tempat pemberhentian kendaraan umum, taman, jalan, dan trotoar. Yang termasuk fasilitas lain yang tidak termasuk kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum antara lain rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan, rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat, kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat, dan pusat kegiatan olah raga. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 3 Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab” adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam mewujudkan hak masyarakat terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah bahwa pengelolaan sampah dilakukan dengan menggunakan metode dan teknik yang ramah lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik pada generasi masa kini maupun pada generasi yang akan datang. Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah bahwa pengelolaan sampah perlu menggunakan pendekatan yang menganggap sampah sebagai sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintah daerah memberikan kesempatan yang sama kepada masyarakat dan dunia usaha untuk berperan secara aktif dalam pengelolaan sampah. Yang dimaksud dengan “asas kesadaran” adalah bahwa dalam pengelolaan sampah, Pemerintah dan pemerintah daerah mendorong setiap orang agar memiliki sikap, kepedulian, dan kesadaran untuk mengurangi dan menangani sampah yang dihasilkannya. Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah bahwa pengelolaan sampah diselenggarakan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Yang dimaksud dengan “asas keselamatan” adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin keselamatan manusia. Yang dimaksud dengan “asas keamanan” adalah bahwa pengelolaan sampah harus menjamin dan melindungi masyarakat dari berbagai dampak negatif. Yang dimaksud dengan “asas nilai ekonomi” adalah bahwa sampah merupakan sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi yang dapat dimanfaatkan sehingga memberikan nilai tambah. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Hasil pengolahan sampah, misalnya berupa kompos, pupuk, biogas, potensi energi, dan hasil daur ulang lainnya. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Penyelenggaraan pengelolaan sampah, antara lain, berupa penyediaan tempat penampungan sampah, alat angkut sampah, tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah terpadu, dan/atau tempat pemrosesan akhir sampah. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman dalam bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama, dan sejenisnya. Fasilitas pemilahan yang disediakan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Pasal 14 Untuk produk tertentu yang karena ukuran kemasannya tidak memungkinkan mencantumkan label atau tanda, penempatan label atau tanda dapat dicantumkan pada kemasan induknya. Pasal 15 Yang dimaksud dengan mengelola kemasan berupa penarikan kembali kemasan untuk didaur ulang dan/atau diguna ulang. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Lingkup perizinan yang diatur oleh Pemerintah, antara lain, memuat persyaratan untuk memperoleh izin, jangka waktu izin, dan berakhirnya izin. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Pemerintah menetapkan kebijakan agar para produsen mengurangi sampah dengan cara menggunakan bahan yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam. Kebijakan tersebut berupa penetapan jumlah dan persentase pengurangan pemakaian bahan yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam dalam jangka waktu tertentu. Huruf b Teknologi ramah lingkungan merupakan teknologi yang dapat mengurangi timbulan sampah sejak awal proses produksi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud bahan produksi dalam ketentuan ini berupa bahan baku, bahan penolong, bahan tambahan, atau kemasan produk. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Huruf a Insentif dapat diberikan misalnya kepada produsen yang menggunakan bahan produksi yang dapat atau mudah diurai oleh proses alam dan ramah lingkungan. Huruf b Disinsentif dikenakan misalnya kepada produsen yang menggunakan bahan produksi yang sulit diurai oleh proses alam, diguna ulang, dan/atau didaur ulang, serta tidak ramah lingkungan. __ __ Ayat (2) Cukup jelas Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Pemilahan sampah dilakukan dengan metode yang memenuhi persyaratan keamanan, kesehatan, lingkungan, kenyamanan, dan kebersihan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah dimaksudkan agar sampah dapat diproses lebih lanjut, dimanfaatkan, atau dikembalikan ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Kompensasi merupakan bentuk pertanggungjawaban pemerintah terhadap pengelolaan sampah di tempat pemrosesan akhir yang berdampak negatif terhadap orang. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah memuat antara lain jenis, volume, dan/atau karakteristik sampah. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Paksaan pemerintahan merupakan suatu tindakan hukum yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk memulihkan kualitas lingkungan dalam keadaan semula dengan beban biaya yang ditanggung oleh pengelola sampah yang tidak mematuhi ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Huruf b Uang paksa merupakan uang yang harus dibayarkan dalam jumlah tertentu oleh pengelola sampah yang melanggar ketentuan dalam peraturan perundang-undangan sebagai pengganti dari pelaksanaan sanksi paksaan pemerintahan. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (1) Sengketa persampahan merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya gangguan dan/atau kerugian terhadap kesehatan masyarakat dan/atau lingkungan akibat kegiatan pengelolaan sampah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Penyelesaian sengketa persampahan di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau mengenai tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif dari kegiatan pengelolaan sampah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan tindakan tertentu dalam ayat ini, antara lain, perintah memasang atau memperbaiki prasarana dan sarana pengelolaan sampah. Pasal 36 Gugatan perwakilan kelompok dilakukan melalui pengajuan gugatan oleh satu orang atau lebih yang mewakili diri sendiri atau mewakili kelompok. Pasal 37 Ayat (1) Organisasi persampahan merupakan kelompok orang yang terbentuk atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat yang tujuan dan kegiatannya meliputi bidang pengelolaan sampah. Ayat (2) Yang dimaksud dengan biaya atau pengeluaran riil adalah biaya yang secara nyata dapat dibuktikan telah dikeluarkan oleh organisasi persampahan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4851