Perkebunan
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 39 TAHUN 2014
TENTANG
PERKEBUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
| Menimbang | : |
|
|---|
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan | : | UNDANG-UNDANG TENTANG PERKEBUNAN. |
|---|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
- Perkebunan adalah segala kegiatan pengelolaan sumber daya alam, sumber daya manusia, sarana produksi, alat dan mesin, budi daya, panen, pengolahan, dan pemasaran terkait Tanaman Perkebunan.
- Tanaman Perkebunan adalah tanaman semusim atau tanaman tahunan yang jenis dan tujuan pengelolaannya ditetapkan untuk usaha Perkebunan.
- Usaha Perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barang dan/atau jasa Perkebunan.
- Tanah adalah permukaan bumi, baik yang berupa daratan maupun yang tertutup air dalam batas tertentu sepan jang penggunaan dan pemanfaatannya terkait langsung dengan permukaan bumi, termasuk ruang di atas dan di dalam tubuh bumi.
- Hak Ulayat adalah kewenangan masyarakat hukurr adat untuk mengatur secara bersama-sama pemanfaatan Tanah, wilayah, dan sumber daya alam yang ada di wilayah masyarakat hukum adat yang bersangkutan yang menjadi sumber kehidupan dan mata pencahariannya.
- Masyarakat Hukum Adat adalah sekelompok orang yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geograf1s tertentu di Negara Kesatuan Republik Indonesia karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, hubungan yang kuat dengan Tanah, wilayah, sumber daya alam yang memiliki pranata pemerintahan adat dan tatanan hukum adat di wilayah adatnya.
- Lahan Perkebunan adalah bidang Tanah yang digunakan untuk Usaha Perkebunan.
- Pelaku Usaha Perkebunan adalah peke bun dan/atau perusahaan Perkebunan yang mengelola Usaha Perkebunan.
- Pekebun adalah orang perseorangan warga negara Indonesia yang melakukan Usaha Perkebunan ci̸ngan skala usaha tidak mencapai skala tertentu.
- Perusahaan Perkebunan adalah badan usaha yang berbadan hukum, didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah Indonesia, yang mengelola Usaha Perkebunan dengan skala tertentu.
- Hasil Perkebunan adalah semua produk Tanaman Perkebunan dan pengolahannya yang terdiri atas produk utama, produk olahan untuk memperpanjang daya simpan, produk sampingan, dan produk ikutan.
- Pengolahan Hasil Perkebunan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan terhadap hasil Tanaman Perkebunan untuk memenuhi standar mutu produk, memperpanjang daya simpan, mengurangi kehilangan dan/atau kerusakan, dan memperoleh hasil optimal untuk mencapai nilai tambah yang lebih tinggi.
- Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
- Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang mem1mpm pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
- Setiap Orang adalah orang perseorangan atau koperasi, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perkebunan.
BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN LINGKUP PENGATURAN
Pasal 2
- kedaulatan;
- kemandirian;
- kebermanfaatan;
- keberlanjutan e. keterpaduan;
- kebersamaan;
- keterbukaan;
- efisiensi-berkeadilan;
- kearifan lokal; dan
- kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pasal 3
- meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;
- meningkatkan sumber devisa negara;
- menyediakan lapangan ker ja dan kesempatan usaha;
- meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, dan pangsa pasar;
- meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri;
- memberikan pelindungan kepada Pelaku Usaha Perkebunan dan masyarakat;
- mengelola dan mengembangkan sumber daya Perkebunan secara optimal, bertanggung jawab, dan lestari; dan
- meningkatkan pemanfaatan jasa Perkebunan.
Pasal 4
- perencanaan;
- penggunaan lahan;
- perbenihan;
- budi daya Tanaman Perkebunan;
- Usaha Perkebunan;
- pengolahan dan pemasaran Hasil Perkebunan;
- penelitian dan pengembangan;
- sistem data dan informasi;
- pengembangan sumber daya manusia;
- pembiayaan Usaha Perkebunan;
- penanaman modal;
- pembinaan dan pengawasan; dan
- peran serta masyarakat.
BAB III
PERENCANAAN
Pasal 5
Pasal 6
- rencana pembangunan nasional;
- rencana tata ruang wilayah;
- kesesuaian Tanah dan iklim serta ketersediaan lahan untuk Usaha Perkebunan;
- daya dukung dan daya tampung lingkungan;
- kinerja pembangunan Perkebunan;
- perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
- kondisi ekonomi dan sosial budaya;
- kondisi pasar dan tuntutan globalisasi; dan
- aspirasi daerah dengan tetap menjunjung tinggi keutuhan bangsa dan negara.
- wilayah;
- Tanaman Perkebunan;
- sumber daya manusia;
- kelembagaan;
- kawasan Perkebunan;
- keterkaitan dan keterpaduan hulu-hilir;
- sarana dan prasarana;
- pembiayaan;
- penanaman modal; dan
- penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pasal 7
Pasal 8
Pasal 9
- rencana Perkebunan nasional disusun oleh Menteri;
- rencana Perkebunan provinsi disusun oleh gubernur; dan
- rencana Perkebunan kabupaten/kota disusun oleh bupati/wali kota.
Pasal 10
BAB IV
PENGGUNAAN LAHAN
Pasal 11
Pasal 12
Pasal 13
Pasal 14
- jenis tanaman;
- ketersediaan lahan yang sesuai secara agroklimat;
- modal;
- kapasitas pabrik;
- tingkat kepadatan penduduk;
- pola pengembangan usaha;
- kondisi geografis;
- perkembangan teknologi; dan
- pemanfaatan lahan berdasarkan fungsi ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang tata ruang.
Pasal 15
Pasal 16
- paling lambat 3 (tiga) tahun setelah pemberian status hak atas tanah, Perusahaan Perkebunan wa jib mengusahakan Lahan Perkebunan paling sediki, 30% (tiga puluh perseratus) dari luas hak atas tanah; dan
- paling lambat 6 (enam) tahun setelah pemberian status hak atas tanah, Perusahaan Perkebunan wajib mengusahakan seluruh luas hak atas tanah yang secara teknis dapat ditanami Tanaman Perkebunan.
Pasal 17
Pasal 18
- denda;
- penghentian sementara dari kegiatan usaha; dan/atau
- pencabutan izin Usaha Perkebunan.
BAB V
PERBENIHAN
Pasal 19
Pasal 20
Pasal 21
Pasal 22
Pasal 23
Pasal 24
Pasal 25
Pasal 26
Pasal 27
Pasal 28
Pasal 29
Pasal 30
Pasal 31
BAB VI
BUDI DAYA TANAMAN PERKEBUNAN
Bagian Kesatu
Pembukaan dan Pengolahan Lahan
Pasal 32
Bagian Kedua
Pelindungan Tanaman Perkebunan
Pasal 33
Pasal 34
Pasal 35
Pasal 36
- pencegahan masuknya organisme pengganggu tumbuhan ke dalam dan tersebarnya dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; dan/atau
- eradikasi organisme pengganggu tumbuhan.
Pasal 37
Pasal 38
BAB VII
USAHA PERKEBUNAN
Bagian Kesatu
Pelaku Usaha Perkebunan
Pasal 39
- badan hukum asing; atau
- perseorangan warga negara asing.
Pasal 40
Bagian Kedua
Jenis dan Perizinan Usaha Perkebunan
Pasal 41
Pasal 42
Pasal 43
Pasal 44
Pasal 45
- izin lingkungan;
- kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah; dan
- kesesuaian dengan rencana Perkebunan.
- usaha budi daya Perkebunan harus mempunyai sarana, prasarana, sistem, dan sarana pengendalian organisme pengganggu tumbuhan; dan
- usaha Pengolahan Hasil Perkebunan harus memenuhi sekurang - kurangnya 20% (dua puluh perseratus) dari keseluruhan bahan baku yang dibutuhkan berasal dari kebun yang diusahakan sendiri.
Pasal 46
Pasal 47
- jenis tanaman;
- kesesuaian Tanah dan agroklimat;
- teknologi;
- tenaga kerja; dan
- modal.
Pasal 48
- gubernur untuk wilayah lintas kabupaten/kota; dan
- bupati/ wali kota untuk wilayah dalam suatu kabupaten/kota.
Pasal 49
Pasal 50
- menerbitkan izin yang tidak sesuai peruntukan: dan/atau
- menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Pemberdayaan Usaha Perkebunan
Pasal 51
- menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia Perkebunan;
- memfasilitasi sumber pembiayaan/permodalan;
- menghindari pengenaan biaya yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
- memfasilitasi pelaksanaan ekspor Hasil Perkebunan;
- mengutamakan Hasil Perkebunan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri;
- mengatur pemasukan dan pengeluaran Hasil Perkebunan;
- memfasilitasi aksesibilitas ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi;
- memfasilitasi akses penyebaran informasi dan penggunaan benih unggul;
- memfasilitasi penguatan kelembagaan Pekebun; dan/atau
- memfasilitasi jaringan kemitraan antarPelaku Usalia Perkebunan.
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 54
Pasal 55
- mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;
- mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;
- melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan; atau
- memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan.
Pasal 56
Bagian Keempat
Kemitraan Usaha Perkebunan
Pasal 57
- penyediaan sarana produksi;
- produksi;
- pengolahan dan pemasaran;
- kepemilikan saham; dan
- jasa pendukung lainnya.
Pasal 58
Pasal 59
Pasal 60
- denda;
- pemberhentian sementara dari kegiatan Usaha Perkebunan; dan/atau
- pencabutan izin Usaha Perkebunan.
Bagian Kelima
Kawasan Pengembangan Perkebunan
Pasal 61
Bagian Keenam
Pengembangan Perkebunan Berkelanjutan
Pasal 62
- ekonomi;
- sosial budaya; dan
- ekologi.
Bagian Ketujuh
Pelindungan Wilayah Geografis yang
Memproduksi Hasil Perkebunan Spesifik
Pasal 63
Pasal 64
- denda;
- perriberhentian sementara dari kegiatan Usaha Perkebunan; dan/atau
- pencabutan izin Usaha Perkebunan.
Pasal 65
Pasal 66
Bagian Kedelapan
Pelestarian Fungsi Lingkungan Hidup
Pasal 67
- membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup;
- memiliki analisis dan manajemen risiko bagi yang menggunakan hasil rekayasa genetik; dan
- membuat pernyataan kesanggupan untuk menyediakan sarana, prasarana, dan sistem tanggap darurat yang memadai untuk menanggulangi terjadinya kebakaran.
Pasal 68
- analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup;
- analisis risiko lingkungan hidup; dan
- pemantauan lingkungan hidup.
Pasal 69
Pasal 70
- denda;
- pemberhentian sementara dari kegiatan Usaha Perkebunan; dan/atau
- pencabutan izin usaha perkebunan.
Bagian Kesembilan
Harga Komoditas Perkebunan
Pasal 71
- penetapan harga untuk komoditas Perkebunan tertentu;
- penetapan kebijakan pajak dan/atau tarif;
- pengaturan kelancaran distribusi Hasil Perkebunan; dan/atau
- penyebarluasan informasi perkembangan harga komoditas Perkebunan.
BAB VIII
PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERKEBUNAN
Bagian Kesatu
Pengolahan Hasil Perkebunan
Pasal 72
Pasal 73
Pasal 74
Pasal 75
- denda;
- pemberhentian sementara dari kegiatan, produ ksi, dan/atau peredaran hasil usaha industri;
- ganti rugi; dan/atau
- pencabutan izin usaha.
Bagian Kedua
Pemasaran Hasil Perkebunan
Pasal 76
Pasal 77
- memalsukan mutu dan/atau kemasan Hasil Perkebunan;
- menggunakan bahan penolong dan/atau bahan tambahan untuk pengolahan; dan/atau
- mencampur Hasil Perkebunan dengan benda atau bahan lain; yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, merusak fungsi lingkungan hidup, dan/atau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 78
Pasal 79
Pasal 80
BAB IX
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 81
Pasal 82
- sesama pelaksana penelitian dan pengembangan;
- Pelaku Usaha Perkebunan;
- asosiasi komoditas Perkebunan;
- organisasi profesi terkait; dan/atau
- lembaga penelitian dan pengembangan Perkebunan asing.
Pasal 83
- perizinan penelitian;
- kemudahan pemasukan sarana dan prasarana penelitian dari luar negeri; dan
- penggunaan sarana dan prasarana penelitian dari luar negeri.
Pasal 84
- kemudahan perizinan penelitian;
- penggunaan sarana dan prasarana Perkebunan untuk penelitian; dan
- kemudahan akses data yang tidak bersifat rahasia sesuai dengan ketentuan peraturan perun dang-undangan.
Pasal 85
BAB X
SISTEM DATA DAN INFORMASI
Pasal 86
- perencanaan;
- pemantauan dan evaluasi;
- pengelolaan pasokan dan permintaan produk Perkebunan; dan
- pertimbangan penanaman modal.
- letak dan luas wilayah, kawasan, dan budi daya Perkebunan;
- ketersediaan sarana dan prasarana Perkebunan;
- prakiraan iklim;
- izin Usaha Perkebunan dan status hak Lahan Perkebunan;
- varietas tanaman;
- peluang dan tantangan pasar;
- permintaan pasar;
- perkiraan pr oduksi;
- perkiraan pas okan; dan
- perkiraan harga.
Pasal 87
BAB XI
PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
Pasal 88
Pasal 89
Pasal 90
Pasal 91
Pasal 92
BAB XII
PEMBIAYAAN USAHA PERKEBUNAN
Pasal 93
Pasal 94
BAB XIII
PENANAMAN MODAL
Pasal 95
BAB XIV
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 96
- perencanaan;
- pelaksanaan Usaha Perkebunan;
- pengolahan dan pemasaran Hasil Perkebunan ;
- penelitian dan pengembangan ;
- pengembangan sumber daya manusia ;
- pembiayaaan Usaha Perkebunan ; dan
- pemberian rekomendasi penanaman modal.
Pasal 97
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 98
Pasal 99
- pelaporan dari Pelaku Usaha Perkebunan; dan/atau
- pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil Usaha Perkebunan.
BAB XV
PERAN SERTA MASYAAKAT
Pasal 100
- penyusunan perencanaan ;
- pengembangan kawasan ;
- penelitian dan pengembangan ;
- pembiayaan ;
- pemberdayaan ;
- pengawasan ;
- pengembangan sistem data dan informasi ;
- pengembangan kelembagaan ; dan/atau
- penyusunan pedoman pengembangan Usaha Perkebunan.
Pasal 101
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 102
- melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan yang berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perkebunan;
- melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi dalam tindak pidana di bidang Perkebunan;
- melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Perkebunan;
- memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasan pengembangan Perkebunan;
- melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindak pidana di bidang Perkebunan;
- meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukum sehubungan dengan tindak pidana di bidang Perkebunan;
- membuat dan menanda tangani berita acara;
- menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti tentang adanya tindak pidana di bidang Perkebunan; dan i . meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dalam bidang Perkebunan.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 103
Pasal 104
Pasal 105
Pasal 106
- menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan peruntukan; dan/atau
- menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan syarat dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 107
- mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Lahan Perkebunan;
- mengerjakan, menggunakan, menduduki, dan/atau menguasai Tanah masyarakat atau Tanah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dengan maksud untuk Usaha Perkebunan;
- melakukan penebangan tanaman dalam kawasan Perkebunan; atau
- memanen dan/atau memungut Hasil Perkebunan;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
Pasal 108
Pasal 109
- analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup; b . analisis risiko lingkungan hidup; dan
- pemantauan lingkungan hidup;
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 110
- pemalsuan mutu dan/atau kemasan Hasil Perkebunan;
- penggunaan bahan penolong dan/atau bahan tambahan untuk pengolahan; dan/atau
- pencampuran Hasil Perkebunan dengan benda atau bahan lain;
yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia, merusak fungsi lingkungan hidup, dan/atau menimbulkan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 111
Pasal 112
Pasal 113
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 114
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 115
Pasal 116
Pasal 117
Pasal 118
Agar setiap orang mengetahuinya, pengundangan Undang-Undang ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta memerintahkan penempatannya pada tanggal 17 Oktober 2014 ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 20 14 MENTERl HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 308 I . UMUM P R E: S I D E N R E P U 8 l._ J i"" ۿ ! f'·J O C)/' ·,: : · r .: : .. \ /۾ . PEN J E L A S AN A TAS UN D ANG-UN D AN G REPUBLIK I N D ONESIA NOMOR 39 TAHUN 2014 TEN T AN G PER KE BUN AN In don es ia s ebagai n egara agraris m em iliki s um ber daya al arn m elim pah, terdiri dari bumi, air, da n kekayaa n alam yan g terka n dun g d i dalamn ya. Pote ns i ters ebut m erupaka n karu n ia da n am an at T uha n Yang M aha Es a, yang haru s dipergu n aka n u n tuk m ewujudka n kes e j ahteraan um um dan kemakm ura n rakyat, sebagaiman a am a n at Pa nc as ila dan U n da n g-Un da n g Das ar Negara Republik In do n es ia T ahu n 1 945 . Pote nsi s umber daya alam dim aks ud, s a ngat pen tin g digu n akan u n t u k pe n gem ba ngan Perkebu n an di Indo n es ia. Dalam ran gk a pe n gembangan Perkebunan, telah dibe n tuk Un dan g Un dan g Nom or 1 8 T ahun 2004 te n ta n g Perkebu n a n . Pe n gatura n ters ebut m eliputi pere n ca n aan Perkebu n a n, pe n ggu n aa n Ta n ah un tuk Us aha Perkebu n an, pemberdayaan dan pe n gelolaa n Us aha Perkebu n a n , pe n golaha n da n pem a s ara n Has il Perkebu n a n , pen elitia n dan pe ngemba n ga n Perkebu n a n , pe ngemban gan s um ber daya m a n usia Perkebu n a n , pembiayaa n Us aha Perkebun a n, s erta pem bi n aa n dan pe n gawa s a n Us aha Perkebu n a n . Nam u n dalam perkemba nga nn ya, U n dan g-Un dan g Nom or 18 Tahun 2004 tenta n g Perkebu n a n s udah tidak s e s uai den gan di n am ika dan kebutuha n hukum m as yarakat, belum m am pu m em berika n has il ya ng optim al, s erta belum m am pu m en i n gkatka n nilai tam bah U s aha Perkebu n a n n a s ion al. Oleh kare n a itu, U n da n g-Un da n g Nom or 1 8 Tahun 2004 te n tan g Perkebun a n perlu diga n ti, agar dapat m em e n uhi perubaha n paradigma pen yele nggaraa n Perkebu n a n , m e n a n ga n i ko nflik s e ngketa Lahai1 Perkebu n a n , pem batas a n pe n a n am a n m odal as in g, kewa j iba n m em ba ngun clan menyiapkan sarana da n pras ara n a Perkebu n a n , iz1n U s aha Perkebu n a n , s is tem data da n i nfo rm a s i, da n s a n k s i bagi pejabat. t ۼR E S I D E f۽ R E P U EJ L : J-<: li'JC • C) i··.: L , : ,. Tu juan penyelenggaraan Perkebunan dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, meningkatkan sumber devisa negara, menyediakan lapangan ker ja dan kesempatan usaha, meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, dan pangsa pasar, meningkatkan dan memenuhi kebutuhan konsumsi serta bahan baku industri dalam negeri, memberikan pelindungan kepada Pelaku Usaha Perkebunan dan masyarakat, mengelola dan mengembangkan sumber daya Perkebunan secara optimal, bertanggung jawab, dan lestari, dan meningkatkan pemanfaatan jasa Perkebunan. Penyelenggaraan Perkebunan tersebut didasarkan pada asas kedaulatan, kemandirian, kebermanfaatan, keberlan jutan keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, efisiensi-berkeadilan, kearifan lokal, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Adapun lingkup pengaturan penyelenggaraan Perkebunan meliputi: perencanaan, penggunaan lahan, perbenihan, budi daya Tanaman Perkebunan, Usaha Perkebunan, pengolahan dan pemasaran Hasil Perkebunan, penelitian dan pengembangan, sistem data dan informasi, pengembangan sumber daya manusia, pembiayaan Usaha Perkebunan, penanaman modal, pembinaan dan pengawasan, dan peran serta masyarakat. II . PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Huruf a Yang dimaksud dengan "asas kedaulatan" adalah penyelenggaraan Perkebunan harus dilaksanakan dengan menjunjung tinggi kedaulatan Pelaku Usaha Perkebunan yang memiliki hak untuk mengembangkan dirinya. Huruf b Yang dimaksud dengan "asas kemandirian" adalah penyelenggaraan Perkebunan harus dilaksanakan secara independen dengan mengutamakan kemampuan sumber daya dalam negeri. Huruf c Yang dimaksud dengan "asas kebermanfaatan" adalah penyelenggaraan Perkebunan dilakukan untuk meningkatkan kemakmuran dan kese jahteraan rakyat. Huruf d P R E S I D E l'J R EP LJ B L ! K ! N D O ۻ·.i E S ! A . Yang dimaksud dengan "asas keberlanjutan" a alah penyelenggaraan Perkebunan harus dilaksanakan secara kons1sten dan berkesinambungan dengan memanfaatkan sumber daya alam, menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan memperhatikan fungsi sosial budaya. Huruf e Yang dimaksud dengan "asas keterpaduan" adalah penyelenggaraan Perkebunan harus dilakukan dengan memadukan aspek sarana dan prasarana produksi Perkebunan, pembiayaan, budi daya Perkebunan, serta pengolahan dan pemasaran Hasil Perkebunan. Huruf f Yang dimaksud dengan "asas kebersamaan" adalah penyelenggaraan Perkebunan menerapkan kemitraan secara terbuka sehingga terjalin saling keterkaitan dan saling ketergantungan secara sinergis antarPelaku Usaha Perkebunan. Huruf g Yang dimaksud dengan "asas keterbukaan" adalah penyelenggaraan Perkebunan dilakukan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat dan didukung dengan pelayanan informasi yang dapat diakses oleh Pelaku Usaha Perkebunan dan masyarakat. Huruf h Yang dimaksud dengan "asas efisiensi-berkeadilan" adalah penyelenggaraan Perkebunan harus dilaksanakan secara tepat guna untuk menciptakan manfaat sebesar-besarnya dari sumber daya dan memberikan peluang serta kesempatan yang sama secara proporsional kepada semua warga negara sesuai dengan kemampuannya. Huruf i Yang dimaksud dengan "asas kearifan Iokal" adalah penyelenggaraan Perkebunan harus mempertimbangkan karakteristik sosial, ekonomi, dan budaya serta nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat setempat. Hurufj Yang dimaksud dengan "asas kelestarian fungsi lingkungan hidup" adalah penyelenggaraan Perkebunan harus menggunakan sarana, prasarana, tata cara, dan teknologi yang tidak mengganggu f ungsi lingkungan hidup, baik secara biologis, mekanis, geologis, maupun kimiawi. P R E S I D E l'<l R EF"L#Bt$ ! K. 1 N 0 () t·.; E S i 1
Pasal 3
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Pelindungan kepada Pelaku Usaha Perkebunan dan masyarakat dimaksudkan agar penyelenggaraan Perkebunan menjadi perekat dan pemersatu bangsa. Huruf g Cukup jelas. Huruf h
Pasal 4
Yang dimaksud dengan " jasa Perkebunan" adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun badan usaha atas dasar balas jasa atau kontrak, yang antara lain meliputi kegiatan pembuatan desain kebun dan/atau unit pengolahan, pengolahan lahan, penyewaan alat dan mesin Perkebunan dengan operatornya, penyemprotan a tau pengendalian organisme pengganggu tumbuhan, pemangkasan, pemanenan dan pascapanen, serta pemeliharaan alat dan mesin Perkebunan. Cukup jelas. Pt ܦ C: S ! 0 E.. ۺ',! R E r' Li iJ : _ ! K l f'..; [.( -' 1-; i'.: _ : : . />
Pasal 5
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "perencanaan Perkebunan" adalah perencanaan makro nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota, bukan perencanaan usaha atau perencanaan mikro yang dilakukan oleh Pelaku Usaha Perkebunan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "wilayah" adalah ketersediaan lahan berdasarkan agroklimat dan jenis Tanah yang sesuai untuk budi daya Tanaman Perkebunan dan Usaha Perkebunan yang dilakukan secara terintegrasi, pelindungan wilayah geografis bagi komoditas Perkebunan yang spesifik lokasi, dan kawasan pengembangan Perkebunan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Sumber daya manusia mencakup Pelaku Usaha Perkebunan, tenaga ker ja Perkebunan, serta aparat Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang terkait di bidang Perkebunan. Huruf d Kelembagaan Perkebunan antara lain, kelembagaan Pelaku Usaha Perkebunan dan kelembagaan layanan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Huruf e Cukup jelas.
Pasal 7
Huruf f PR E S ! O E !\l R E P U E7: L ! I'< . _ I N [) () f',: : : :
.: : : ; Yang dimaksud dengan "keterkaitan dan keterpaduan hulu hilir" adalah seluruh kegiatan perencanaan diselenggarakan dengan memperhatikan pendekatan sistem dan usaha agribisnis untuk membangun sinergi. Huruf g Sarana antara lain benih, pupuk, pestisida atau bio pestisida, alat dan mesin, sedangkan prasarana antara lain jalan, jembatan, dan saluran irigasi. Huruf h Pembiayaan mencakup sumber dan komponen pembiayaan yang diperlukan dalam penyelenggaraan Perkebunan. Huruf i Cukup jelas. Hurufj Cukup jelas. Cukup jelas.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas. Pasal 1 1 Ayat (l) PRE S I D E l'-i R E PlJBl f K l ۸۹ [) (; t·. c.--. : : , : J.. \ Hak atas tanah yang diperlukan untuk Usaha Perkebunan dapat berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan/atau hak pakai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 1 2 Ayat (1) Imbalan yang bisa diberikan antara lain berupa uang dan/atau kepemilikan saham. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Cukup jelas.
Pasal 15
Larangan pemindahan hak tersebut bertujuan agar Lahan Perkebunan dengan batas minimum tidak ter jadi pemecahan yang dapat mengubah peruntukan dan penggunaan lahannya sehingga tidak memenuhi skala usaha yang dipersyaratkan.
Pasal 16
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pf۷ E S I D E N R EP lJ B L ! K J N D C ) f·,: C. :
...dA Bidang Tanah Perkebunan yang diambil alih oleh negara merupakan bidang Tanah Perkebunan yang belum diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan, sedangkan bidang Tanah Perkebunan yang telah diusahakan tetap menjadi milik Perusahaan Perkebunan.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Cukup jelas. Pasal 2 1 Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.
Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Cukup jelas.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Cukup jelas. Pasal 3 1 Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Cukup jelas. P R E S I D D' R E P U B L ! K ! N IJ C J N [ . :
. i/\ - 9 -
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Huruf a Cukup jelas. Huruf b PR E. S I D E I': R E P t.Jf J t_ ; ! !'-.!Ct ')! ܋r: · __ . · /1. - 10 - Yang dimaksud dengan "eradikasi" adalah tindakan pemusnahan terhadap tanaman, organisme pengganggu tumbuhan, dan benda lain yang menyebabkan tersebarnya orgamsme pengganggu tumbuhan di lokasi tertentu.
Pasal 37
Cukup je!as.
Pasal 38
Cukup je!as.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kepentingan nasional" adalah suatu pendekatan yang bertujuan menjaga stabilitas politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan. Pasal 4 1 Ayat (1) P R E S I D E: N R E P LJ B !_ i K f N D O !' : [ '. - . : ! : r \ Yang dimaksud dengan "usaha Pengo!ahan Hasil Perkebunan" adalah kegiatan pengolahan yang bahan baku utamanya berasal dari hasil budidaya Tanaman Perkebunan untuk memperoleh nilai tambah, yang menurut sifat dan karakteristiknya tidak dapat dipisahkan dengan usaha budi daya Tanaman Perkebunan, seperti gula pasir dari tebu, teh hitam dan teh hijau dari daun teh, serta minyak sawit mentah dari ekstraksi kelapa sawit. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Usaha lainnya antara lain budi daya tanaman Perkebunan dengan tanaman kehutanan dan tanaman Perkebunan dengan lebah madu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. P R E ' o i D E r.! R E P U B L I K l t'-'. C - O f· .: _ . ·, . l
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "skala tertentu" adalah Usaha Perkebunan yang dilakukan oleh Perusahaan Perkebunan sesuai dengan skala usaha yang ditetapkan oleh Menteri. Yang dimaksud dengan "kapasitas pabrik tertentu" adalah kapasitas minimal unit pengolahan Hasil Perkebunan yang ditetapkan oleh Menteri. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 48
Ayat (1) Pemberian izin usaha pada wilayah khusus seperti Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua, dan Provinsi Aceh disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Laporan perkembangan usaha antara lain perkembangan pelaksanaan perizinan, jumlah produksi, pelaksanaan kemitraan, kegiatan lapangan, pabrik pengolahan, pemasaran, dan pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Ayat (1) Pemberdayaan Usaha Perkebunan dilaksanakan melalui fasilitasi kepada Pelaku Usaha Perkebunan yang diutamakan kepada Pekebun agar mampu mengembangkan usaha dan meningkatkan kesejahteraannya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 52
Yang dimaksud dengan "komoditas Perkebunan strategis tertentu" adalah komoditas Perkebunan yang mempunyai peranan penting dalam pembangunan sosial, ekonomi dan lingkungan hidup antara lain kelapa sawit, kelapa, karet, kakao, kopi, tebu, dan tembakau.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
Pasal 55
Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Ayat (1) Ketentuan kemitraan dimaksudkan untuk !ebih meningkatkan kese jahteraan karyawan, Pekebun dan masyarakat sekitar serta untuk menjaga keamanan, kesinambungan, dan keutuhan Usaha Perkebunan. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Jasa pendukung lainnya dapat berupa kegiatan penyediaan tranportasi. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 58
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "total luas areal kebun yang diusahakan oleh Perusahaan Perkebunan" adalah luas sesuai dengan izin Usaha Perkebunan atau izin Usaha Perkebunan untuk budi daya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 59
Cukup jelas.
Pasal 60
Cukup jelas.
Pasal 61
Ayat (1) ݛJ R F. S l lJ f.: f'., R . :
.r=i \ j ··: : < '--\܇• , i·-; · , ^ , . Yang dimaksud dengan "kawasan pengembangan Perkebunan" adalah wilayah Perkebunan sebagai pusat pertumbuhan dan pengembangan sistem dan Usaha Perkebunan yang berkelanjutan guna meningkatkan daya saing dan nilai tambah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Pengaturan lebih lanjut, antara lain mengatur mengenai potensi, rancang bangun, pengusulan dan pen eta pan kawasan pengembangan Perkebunan, pengembangan jejaring (networking}, dan ketentuan lain yang mendukung pengembangan kawasan Perkebunan.
Pasal 62
Cukup jelas.
Pasal 63
Ayat (1) Wilayah geografis yang memproduksi Hasil Perkebunan yang bersifat spesifik berkaitan erat dengan sifat Tanah sebagai media tumbuh tanaman sehingga dapat memproduksi Hasil Perkebunan dengan spesifikasi tertentu. : -.: 1 · Pengaturan pelindungan wilayah geografis dimaksudkan untuk menunjukkan daerah asal suatu komoditas Perkebunan yang karena f aktor lingkungan geografis termasuk faktor alam. faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri khas dan kualitas tertentu pada komoditas Perkebunan yang dihasilkan dan tidak dapat diperoleh pada wilayah lainnya. Sebagai contoh, tembakau Deli tumbuh optimal dengan cita rasa spesifik apabila ditanam pada wilayah sekitar Sungai Wampu dan Sungai Ular. Apabila ditanam di daerah lain walaupun agro ekosistemnya mirip dan menggunakan teknologi yang sama, cita rasa spesifiknya tidak muncul. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 64
Cukup jelas.
Pasal 65
Cukup jelas.
Pasal 66
Cukup jelas.
Pasal 67
Ayat (1) Memelihara kelestarian f ungsi lingkungan hidup di dalamnya termasuk mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha dari Pelaku Usaha Perkebunan. Dalam hal ini Pemerintah Pusat, provinsi, dan kabupaten/kota berkewa jiban membina dan memfasilitasi pemeliharaan kelestarian fungsi lingkungan hidup tersebut, khususnya kepada Pekebun. Ayat (2) Cukup jelas.
.. . .. ^. . , PRE S . CJ L ۳ r,i F<? E ۴.: -:
. l ; ۵۶ '.., J t ",' ; \ Ayat (3) Huruf a Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin Usaha Perkebunan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hiclup. Seclangkan bagi Perusahaan Perkebunan yang Usaha Perkebunan atau kegiatannya ticlak menimbulkan clampak besar clan penting terhaclap lingkungan hiclup cliwajibkan memiliki upaya pengelo!aan !ingkungan hiclup clan upaya pemantauan lingkungan hiclup. Huruf b Kewa jiban memiliki analisis clan mana jemen risiko clibebankan kepada Perusahaan Perkebunan yang memproduksi dan/atau memasarkan benih hasil rekayasa genetik agar memenuhi kaiclah-kaidah keamanan hayati dan keamanan pangan atau pakan. Huruf c Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
Pasal 68
Cukup jelas.
Pasal 69
Ayat (1) Sarana clan prasarana di clalam kawasan Perkebunan meliputi sarana dan prasarana yang berkaitan dengan proses produksi clan kese jahteraan karyawan, seperti kolam Iimbah, penangkap gas metan (methan ca pture), pembuatan pupuk dari janjang kosong, perumahan, balai kesehatan clan pencliclikan untuk peker ja Perkebunan. P R E S i D l i\I Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 70
Cukup jelas. Pasal 7 1 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "harga komoditas Perkebunan yang menguntungkan bagi Pelaku Usaha Perkebunan" adalah harga komoditas yang tidak hanya berdasarkan nilai komoditas dalarn bentuk bahan baku tetapi juga berdasarkan nilai tambah produk turunan dari komoditas sehingga harga komoditas Perkebunan menjadi wajar. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 72
Cukup jelas.
Pasal 73
Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pembinaan" adalah memfasilitasi, memberikan pedoman, kriteria, standar dan pelayanan informasi antara lain sumber dan potensi bahan baku, teknologi pengolahan, sarana dan prasarana, serta permodalan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) P R E. S i [) C l··i R E F3 lJ ; ) L ; ۰, ۱ t\Jf_i ;
.) t ۲ 1.\ Hal-hal pokok yang diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai pembinaan dan keterpaduan usaha Pengolahan Hasil Perkebunan dengan usaha budi daya Tanaman Perkebunan antara lain jaminan ketersediaan bahan baku dalam kaitannya dengan kapasitas unit Pengolahan Hasil Perkebunan, peningkatan nilai tambah, penyerapan tenaga ker ja, peningkatan pendapatan Pekebun, jenis dan kualitas Hasil Perkebunan, dan sanksi administratif bagi Perusahaan Perkebunan yang tidak melaksanakan kewa jiban.
Pasal 74
Ayat (1) Hasil Perkebunan tertentu yang berbahan baku impor antara lain gula tebu. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 75
Cukup jelas.
Pasal 76
Cukup jelas.
Pasal 77
Cukup jelas.
Pasal 78
Cukup jelas.
Pasal 79
Cukup jelas.
Pasal 80
Cukup jelas. Pasal 8 1 Ketentuan menghargai kearifan lokal dimaksudkan agar penerapan teknologi untuk pengembangan Usaha Perkebunan di suatu wilayah dapat bersinergi dengan kebiasaan, tradisi, adat, agama, dan budaya setempat sehingga dapat diterima oleh masyarakat agar mencapai basil yang optimal.
Pasal 82
Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ker ja sama di sini dimaksudkan untuk mengembangkan sistem informasi mana jemen penelitian dan pengembangan. Organisasi profesi, antara lain, persatuan agronomi Indonesia, himpunan ilmu tanah Indonesia, perhimpunan ekonomi pertanian Indonesia, ikatan ahli gula Indonesia, dan masyarakat kelapa sawit Indonesia. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 83
Cukup jelas. Pi۬ [ S i [) l.: \,: R E P L ! ۮ .: : Lۯ ! ; \ ۭ!'-![) ; _ . .
Pasal 84
Cukup jelas.
Pasal 85
Ayat (1) Pemangku kepentingan di bidang Perkebunan antara lain Pelaku Usaha Perkebunan, pelaksana penelitian dan pengembangan, asosiasi komoditas, dan perguruan tinggi. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 86
Cukup jelas.
Pasal 87
Cukup jelas.
Pasal 88
Ayat (1) Masyarakat Perkebunan antara lain pakar Perkebunan dan pemerhati masalah Perkebunan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 89
Cukup jelas.
Pasal 90
Cukup jelas. Pasal 9 1 Ayat (1) f1RE ,ۦ i [) ۧ · i'< ۨ ۩ E f"-J L.lE۪ <... . _ ; : ۫ 1 i',! l. 1 '' / Yang dimaksud dengan "penyuluhan Perkebunan" adalah salah satu upaya pemberdayaan Pekebun yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan mengubah sikap serta perilakunya, yang di!aksanakan antara lain melalui pendidikan nonformal. Ayat (2) Cukup jelas.
Pasal 92
Cukup je!as.
Pasal 93
Cukup jelas.
Pasal 94
Cukup jelas.
Pasal 95
Cukup jelas.
Pasal 96
Cukup jelas.
Pasal 97
Ayat (l) Yang dimaksud dengan pembinaan teknis adalah penerapan budidaya yang baik (good agricultural practices), pen era pan pascapanen dan pengolahan yang baik (good handling practices) dan good manu f acturing practices, dan penerapan pengem b a nga n Perkebunan berkelanjutan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
Pasal 98
Cukup jelas.
Pasal 99
Cukup jelas.
Pasal 100
Cukup jelas.
Pasal 101
Cukup jelas.
Pasal 102
Cukup jelas.
Pasal 103
Cukup jelas.
Pasal 104
Cukup jelas.
Pasal 105
Cukup jelas.
Pasal 106
Cukup jelas. F1 l ۥ E : ; iL1:
3f.-. if·\ ! N C; ()!· l ; !.':
. - 23 -
Pasal 107
Cukup jelas.
Pasal 108
Cukup jelas.
Pasal 109
Cukup jelas. Pasal 1 10 Cukup jelas. Pasal 1 1 1 Cukup jelas. Pasal 1 12 Cukup jelas. Pasal 1 13 Cukup jelas. Pasal 1 14 Cukup jelas. Pasal 1 15 Cukup jelas. Pasal 1 16 Cukup jelas. F'f ../ ES ID L i·J R E F0 U B L 1 : -<. ! !'-! [; , C i t"- [ " ·: , ; ; : ,. - 24 - Pasal 1 17 Culrup jelas. Pasal 1 18 Cukup jelas. ·,"-ۣ! f .. ' - : ! <> : ; ,I ۢ-, /ۡ ^r:
.' I .: ; : " : ^' ;
._.- ! '