Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022
InfoIsiBAB III
Bagian Kesatu
Bagian Kedua
Bagian Ketiga
Paragraf 1
Paragraf 2
Paragraf 3
Bagian Keempat
Bagian Kelima
Bagian Keenam
Bagian Ketujuh
Bagian Kedelapan
Bagian Kesembilan
Bagian Kesepuluh
Bagian Kesebelas
Bagian Kedua Belas
Terkait
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
BAB III
TRANSFER KE DAERAH
Bagian Kesatu
Jenis dan Kebijakan TKD
Pasal 106
TKD terdiri atas:
- DBH;
- DAU;
- DAK;
- Dana Otonomi Khusus;
- Dana Keistimewaan; dan
- Dana Desa.
Pasal 107
(1)Pemerintah menetapkan kebijakan TKD.
(2)Kebijakan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengacu pada rencana pembangunan jangka
menengah nasional dan peraturan perundang-
undangan terkait, selaras dengan rencana kerja
rancangan APBN tahun anggara n berikutnya.
(3)Kebijakan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat setiap
tahunnya.
(4)Kebijakan TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibahas terlebih dahulu dalam forum dewan
pertimbangan otonomi daerah sebelum penyam paian
nota keuangan dan rancangan APBN ke Dewan
Perwakilan Rakyat.
Bagian Kedua
Anggaran dan Alokasi TKD
Pasal 108
(1)Anggaran TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
106 ditetapkan setiap tahun dalam Undang-Undang
mengenai APBN.
(2)Rincian alokasi TKD menurut
provinsi/kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
Pasal 109
(1)Kebijakan TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
107 ayat (2) dan besaran anggaran sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) dapat disesuaikan
denga n memperhatikan kondisi perekonomian
nasional.
(2)Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Ketiga
DBH
Paragraf 1
Umum
Pasal 110
Pagu DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 6 huruf
a ditetapkan berdasarkan realisasi penerimaan 1 (satu)
tahun sebelumnya.
Pasal 111
(1)DBH terdiri atas:
- DBH pajak; dan
- DBH sumber daya alam.
(2)DBH pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a terdiri atas:
- Pajak Penghasilan;
- Pajak Bumi dan Bangunan ; dan
- cukai hasil tembakau.
(3)DBH sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b terdiri atas:
- kehutanan;
- mineral dan batu bara;
- minyak bumi dan gas bumi;
- panas bumi; dan
- perikanan.
Paragraf 2
DBH Pajak
Pasal 112
(1)DBH Pajak Penghasilan sebagai mana dimaksud dalam
Pasal 111 ayat (2) huruf a merupakan Pajak
Penghasilan Pasal 21 serta Pajak Penghasilan Pasal 25
dan Pajak Penghasilan Pasal 29 Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri yang dipungut oleh Pemerintah
undangan.
(2)DBH Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditetapkan sebesar 20% (dua puluh persen)
untuk Daerah, dibagikan kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen);
- kabupaten/kota penghasil sebesar 8,9% (delap an koma sembilan persen); dan
- kabupaten dan kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 3,6% (tiga koma enam persen).
(3)Pendaftaran Wajib Pajak atas Pajak Penghasilan
sebagaimana diatur pada ayat (1) dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Menteri.
Pasal 113
(1)DBH Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (2) huruf b ditetapkan
sebesar 100% (seratus persen) untuk Daerah.
(2)DBH Pajak Bumi dan Bangunan untuk Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan
kepada:
- provinsi yang bers angkutan sebesar 16,2% (enam belas koma dua persen);
- kabupaten/kota penghasil sebesar 73,8% (tujuh puluh tiga koma delapan persen); dan
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 10% (sepuluh persen).
Pasal 114
(1)DBH cukai hasil tembaka u sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 111 ayat (2) huruf c ditetapkan sebesar
3% (tiga persen) dari penerimaan cukai hasil
tembakau dalam negeri.
(2)DBH cukai hasil tembakau untuk Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibagikan
dan/atau Daerah lainnya yang meliputi:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 0,8% (nol koma delapan persen);
- kabupaten/kota penghasil sebesar 1,2% (satu koma dua persen); dan
- kabupaten dan kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan seb esar 1% (satu persen).
(3)DBH cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) digunakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Paragraf 3
DBH Sumber Daya Alam
Pasal 115
(1)DBH sumber daya alam kehutanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 11 ayat (3) huruf a bersumber
dari penerimaan:
- iuran izin usaha pemanfaatan hutan;
- provisi sumber daya hutan; dan
- dana reboisasi.
(2)DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber
dari iuran izin usaha pemanfaatan hutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen) untuk
bagian Daerah, dibagikan kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 32% (tiga puluh dua persen); dan
- kabupaten/kota penghasil sebesar 48% (empat puluh delapan persen).
(3)DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber
dari provisi sumber daya hutan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b yang dihasilkan dari
wilayah Daerah yang bersangkutan, ditetapkan
sebesar 80% (delapan puluh persen), dibagikan
kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 16% (enam belas persen);
- kabupaten/kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
- kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 16% (enam belas persen); dan
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 1 6% (enam belas persen).
(4)DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber
dari dana reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan sebesar 40% (empat puluh
persen) untuk provinsi penghasil.
(5)DBH sumber daya alam kehutanan yang bersumber
dari da na reboisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kehutanan.
Pasal 116
(1)DBH sumber daya alam mineral dan batu bara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3)
huruf b bersumber dari p enerimaan:
- iuran tetap; dan
- iuran produksi.
(2)DBH sumber daya alam mineral dan batu bara yang
bersumber dari iuran tetap sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a yang diperoleh dari wilayah
darat dan wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil
dari garis pant ai, ditetapkan sebesar 80% (delapan
puluh persen) untuk Daerah, dibagikan kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 30% (tiga puluh persen); dan
- kabupaten/kota penghasil sebesar 50% (lima puluh persen).
(3)DBH sumber daya alam mineral dan batu bara yang
bersumber dari iuran tetap sebagaimana dimaksud
di atas 4 (empat) mil dari garis pantai sampai dengan
12 (dua belas) mil dari garis pantai, ditetapkan
sebesar 80% (delapan puluh persen) untuk provinsi
penghasil.
(4)DBH sumber daya alam mineral dan batu bara yang
bersumber dari iuran produksi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b yang dihasilkan dari
wilayah darat dan wilayah laut sampai dengan 4
(empat) mil dari garis pantai ditetapkan sebesar 80%
(delapa n puluh persen) untuk Daerah, dibagikan
kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 16% (enam belas persen);
- kabupaten/kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
- kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesa r 12% (dua belas persen);
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 12% (dua belas persen); dan
- kabupaten/kota pengolah sebesar 8% (delapan persen).
(5)DBH sumber daya alam mineral dan batu bara yang
bersumber dari iuran produksi sebagai mana
dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diperoleh dari
wilayah laut di atas 4 (empat) mil dari garis pantai
sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai
ditetapkan sebesar 80% (delapan puluh persen),
dibagikan kepada:
- provinsi penghasil sebesar 26% (dua puluh enam persen);
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 46% (empat puluh enam persen); dan
- kabupaten/kota pengolah sebesar 8% (delapan
Pasal 117
(1)DBH sumber daya alam minyak bumi dan gas bumi
sebagaimana dimaksud da lam Pasal 111 ayat (3)
huruf c bersumber dari bagian negara yang diperoleh
dari pengusahaan pertambangan minyak bumi dan
gas bumi setelah dikurangi komponen pajak dan
pungutan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2)DBH sumber daya alam minyak bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yang dihasilkan dari wilayah
darat dan wilayah laut sampai dengan 4 (empat) mil
dari garis pantai, ditetapkan sebesar 15,5% (lima
belas koma lima persen), dibagikan kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebes ar 2% (dua persen);
- kabupaten/kota penghasil sebesar 6,5% (enam koma lima persen);
- kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 3% (tiga persen);
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 3% (tiga persen); dan
- kabupaten/kota pengolah sebesar 1% (satu persen).
(3)DBH sumber daya alam minyak bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yang dihasilkan dari wilayah
laut di atas 4 (empat) mil dari garis pantai sampai
dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai ditetapkan
sebesar 15,5% (lima belas koma lima persen),
dibagikan kepada:
- Provinsi penghasil sebesar 5% (lima persen);
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 9,5% (sembilan koma lima persen); dan
- kabupaten/kota pengolah sebesar 1% (satu persen).
(4)DBH sumber daya alam gas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), yang dihasilkan dari wilayah
darat dan wilayah laut sejauh 4 (empat) mil dari garis
pantai, ditetapkan sebesar 30,5% (tiga puluh koma
lima persen), dibagikan kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 4% (empat persen);
- kabupaten/kota penghasil sebesar 13,5% (tiga belas koma lima persen);
- kabupaten/kota lainnya yang berbatasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 6% (enam persen);
- kabupaten/kota lainnya dala m provinsi yang bersangkutan sebesar 6% (enam persen); dan
- kabupaten/kota pengolah sebesar 1% (satu persen).
(5)DBH sumber daya alam gas bumi yang diperoleh dari
wilayah laut di atas 4 (empat) mil dari garis pantai
sampai dengan 12 (dua belas) mil dari garis pantai
ditetapkan sebesar 30,5% (tiga puluh koma lima
persen), dibagikan kepada:
- provinsi penghasil sebesar 10% (sepuluh persen);
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 19,5% (sembilan belas koma lima persen); dan
- kabupaten/kota pengolah sebesar 1% (satu persen).
Pasal 118
(1)DBH sumber daya alam panas bumi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) huruf d,
bersumber dari:
- iuran tetap; dan
- iuran produksi.
(2)DBH sumber daya alam panas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), termasuk yang bersumber
pengusahaan panas bumi yang ditandatangani
sebelum Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003
tentang Panas Bumi.
(3)DBH sumber daya alam panas bumi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang dihasilkan dari wilayah
Daerah yang bersangkutan ditetapkan sebesar 80%
(delapan puluh persen), dibagikan kepada:
- provinsi yang bersangkutan sebesar 16% (enam belas persen);
- kabupaten/kota penghasil sebesar 32% (tiga puluh dua persen);
- kabupaten/kota lainnya yang berba tasan langsung dengan kabupaten/kota penghasil sebesar 12% (dua belas persen);
- kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan sebesar 12% (dua belas persen); dan
- kabupaten/kota pengolah sebesar 8% (delapan persen).
Pasal 119
(1)DBH sumber daya alam perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 111 ayat (3) huruf e ditetapkan
sebesar 80% (delapan puluh persen) dari penerimaan
pungutan pengusahaan perikanan dan penerimaan
pungutan hasil perikanan.
(2)DBH sumber daya alam perikanan untuk Daerah
sebagaimana di maksud pada ayat (1) dibagikan
kepada kabupaten/kota di seluruh Indonesia dan
Daerah provinsi yang tidak terbagi dalam Daerah
kabupaten/kota otonom dengan mempertimbangkan
luas wilayah laut.
Pasal 120
Berdasarkan pagu DBH sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 110, alokasi DBH per Daerah
pembobotan sebagai berikut:
- 90% (sembilan puluh persen) berdasarkan persentase bagi hasil dan penetapan Daerah penghasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan Pasal 119; dan
- 10% (sepuluh persen) berdasarkan kinerja Pemerintah Daerah.
Pasal 121
Dalam hal tidak terdapat kabupaten/kota pengolah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116, Pasal 117, dan
Pasal 118, porsi kabupaten/kota pengolah dibagikan
secara merata kepada kabupat en/kota lainnya dalam satu
provinsi yang bersangkutan dan kabupaten/kota lainnya
yang berbatasan langsung dengan kabupaten/ kota
penghasil.
Pasal 122
Persentase pembagian DBH sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 112 sampai dengan Pasal 120 dapat diubah dengan
Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan komisi
yang membidangi keuangan pada Dewan Perwakilan
Rakyat.
Pasal 123
(1)Selain DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111
ayat (1), Pemerintah dapat menetapkan jenis DBH
lainnya.
(2)DBH lainnya sebagaimana dim aksud pada ayat (1)
bersumber dari penerimaan negara yang dapat
diidentifikasi Daerah penghasilnya.
(3)DBH lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan untuk mendanai kegiatan tertentu sesuai
dengan kewenangan Daerah dan/atau prioritas
nasional.
(4)Keten tuan lebih lanjut mengenai DBH lainnya
Peraturan Pemerintah setelah berkonsultasi dengan
komisi yang membidangi keuangan pada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Bagian Keempat
DAU
Pasal 124
(1)Pagu nasional DAU ditetap kan dengan
mempertimbangkan:
- Kebutuhan pelayanan publik sebagai bagian dari pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah;
- kemampuan Keuangan Negara;
- pagu TKD secara keseluruhan; dan
- target pembangunan nasional.
(2)Proporsi pagu DAU antara Da erah provinsi dan
Daerah kabupaten/kota mempertimbangkan
kebutuh an pendanaan dalam rangka pelaksanaan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah antara provinsi dan kabupaten/kota.
(3)Proporsi pagu DAU Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa kelompok
berdasarkan karakteristik tertentu.
Pasal 125
(1)DAU untuk tiap-tiap Daerah dialokasikan
berdasarkan celah fiskal untuk 1 (satu) tahun
anggaran.
(2)Celah fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sebagai selisih antara kebutuh an fiskal
Daerah dan potensi pendapatan Daerah.
(3)Kebutuhan fiskal Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan kebutuhan pendanaan
Daerah dalam rangka penyelenggaraan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
(4)Potensi pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) merupakan penjumlahan dari potensi
PAD, alokasi DBH, dan alokasi DAK nonfisik.
Pasal 126
(1)Kebutuhan pendanaan Daerah dalam rangka
penyelenggaraan Urusan Pemerintahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 125 ayat (3) dihitung
berdasarkan perkiraan satuan biaya dikalikan dengan
jumlah unit target layanan untuk tiap-tiap urusan
dan dikalikan dengan faktor penyesuaian, serta
mempertimbangkan kebutuhan dasar
penyelenggaraan pemerintahan.
(2)Satuan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung dengan memperhitungkan biaya investasi
dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yang menjadi kewenangan Daerah.
(3)Jumlah unit target layanan untuk tiap-tiap urusan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah
target penerima layanan, sep erti jumlah penduduk
atau jumlah siswa, dan kesenjangan tingkat
kebutuhan infrastruktur dasar dalam pelaksanaan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan
Daerah.
(4)Faktor penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah indikator yang memperhatikan antara lain
luas wilayah, karakteristik wilayah, dan indeks
kemahalan konstruksi.
Pasal 127
Data untuk menghitung kebutuhan fiskal Daerah dan
potensi pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 125 ayat (3) dan ayat (4) diperoleh dari lembaga
Pemerin tah yang berwenang menerbitkan data sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 128
(1)DAU suatu provinsi dihitung berdasarkan perkalian
bobot provinsi yang bersangkutan dengan jumlah DAU
seluruh provinsi dalam kelompok sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 124 ayat (3).
(2)Bobot provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung dengan membagi celah fiskal provinsi yang
bersangkutan dengan total celah fiskal seluruh
provinsi dalam kelompok sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 124 ayat (3).
Pasal 129
(1)DAU suatu kabupaten/kota dihitung berdasarkan
perkalian bobot kabupaten/kota yang bersangkutan
dengan jumlah DAU seluruh kabupaten/kota dalam
kelompok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124
ayat (3).
(2)Bobot kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di hitung dengan membagi celah fiskal
kabupaten/kota yang bersangkutan dengan total
celah fiskal seluruh kabupaten/kota dalam kelompok
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (3).
Pasal 130
(1)DAU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (1)
dan Pasal 129 ay at (1) digunakan untuk memenuhi
pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan
tingkat capaian kinerja layanan Daerah.
(2)Penggunaan DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas bagian DAU yang tidak ditentukan
penggunaannya dan bagian DAU yang diten tukan
penggunaannya.
(3)Bagian DAU yang ditentukan penggunaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk untuk
mendukung pembangunan sarana dan prasarana
serta pemberdayaan masyarakat di kelurahan.
Bagian Kelima
DAK
Pasal 131
(1)DAK dialokasikan sesuai de ngan kebijakan
Pemerintah untuk mendanai program, kegiatan,
dan/atau kebijakan tertentu dengan tujuan:
- mencapai prioritas nasional;
- mempercepat pembangunan Daerah;
- mengurangi kesenjangan layanan publik;
- mendorong pertumbuhan perekonomian Daerah; dan/atau
- mendukung operasionalisasi layanan publik.
(2)Kebijakan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) didasarkan pada:
- rencana pembangunan jangka menengah nasional;
- rencana kerja pemerintah;
- kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal;
- arahan Presi den; dan
- ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
- DAK fisik, yang digunakan untuk mendukung pembangunan/pengadaan sarana dan prasarana layanan publik Daerah;
- DAK nonfisik, yang digunakan untuk mendukung operasionalisasi layanan publik Daerah; dan
- hibah kepada Daerah, yang digunakan untuk mendukung pembangunan fisik dan/atau layanan publik Daerah tertentu yang didasarkan pada perjanjian antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
(4)Perencanaan dan pengalokasian DAK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat disinergikan dengan
pendanaan lainnya.
(5)DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan
setiap tahun dalam Undang-Undang mengenai APBN
sesuai dengan kemampuan Keuangan Negara.
(6)DAK sebagaimana dimaksud pada aya t (1)
dialokasikan untuk mencapai target kinerja Daerah
yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(7)Hibah kepada Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf c, yang bersumber dari luar negeri,
dilakukan melalui Pemerintah.
Bagian Keenam
Dana Otonomi Khusus
Pasal 132
(1)Dana Otonomi Khusus dialokasikan kepada Daerah
yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan
Undang-Undang mengenai otonomi khusus.
(2)Dana Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dibagi antara provinsi dan kabupaten/kota di
wilayah provinsi yang bersangkutan secara adil dan
transparan sesuai dengan Undang-Undang mengenai
otonomi khusus.
(3)Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dilaksanakan
berdasarkan perencanaan yang mengacu pada
rencana pembangunan jangka menengah nasional dan
rencana pembangunan jangk a menengah Daerah serta
target kinerja.
Bagian Ketujuh
Dana Keistimewaan
Pasal 133
(1)Dana Keistimewaan dialokasikan kepada Pemerintah
Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai keistimewaan Dae rah Istimewa Yogyakarta.
(2)Dana Keistimewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diserahkan kepada kabupaten/kota di
wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai
dengan urusan keistimewaan Pemerintah Daerah
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yan g
dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
(3)Pendanaan atas urusan keistimewaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh pemerintah
kabupaten/kota kepada Pemerintah Daerah Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta dengan memperhatikan
kebutuhan dan pr ioritas tiap-tiap kabupaten/kota.
(4)Pengelolaan Dana Keistimewaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
perencanaan yang mengacu pada rencana
pembangunan jangka menengah nasional dan rencana
pembangunan jangka menengah Daerah serta targ et
kinerja.
Bagian Kedelapan
Dana Desa
Pasal 134
(1)Dana Desa merupakan pendapatan desa yang
dananya bersumber dari APBN.
(2)Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dialokasikan dengan mempertimbangkan pemerataan
dan keadilan yang dihitung berdasarkan ki nerja desa,
jumlah desa, jumlah penduduk, angka kemiskinan,
luas wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
(3)Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan
Dana Desa setiap tahunnya sesuai dengan prioritas
nasional yang ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan mengenai perencanaan nasional dan
alokasi TKD.
(4)Penganggaran, pengalokasian, pelaporan,
pemantauan, dan evaluasi Dana Desa dilaksanakan
undangan.
Bagian Kesembilan
Insentif Fiskal
Pasal 135
(1)Pemerintah dap at memberikan insentif fiskal kepada
Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria
tertentu.
(2)Kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa perbaikan dan/atau pencapaian kinerja
Pemerintahan Daerah, antara lain pengelolaan
Keuangan Daera h, pelayanan umum pemerintahan,
dan pelayanan dasar.
Bagian Kesepuluh
TKD untuk Daerah Persiapan
Pasal 136
(1)Menteri mengalokasikan bagian dana TKD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 huruf a dan
huruf b untuk Daerah persiapan.
(2)Bagian dana TKD untuk Daera h persiapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung secara
proporsional dari alokasi dana TKD yang diterima
Daerah induk berdasarkan jumlah penduduk, luas
wilayah, target layanan, dan/atau lokasi.
(3)Daerah induk menganggarkan bagian dana TKD
untuk Daerah persiapan sesuai dengan alokasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai
anggaran Belanja Daerah persiapan dalam APBD
Daerah induk.
(4)Dalam hal Daerah persiapan berada di wilayah Daerah
yang memiliki otonomi khusus atau yang memiliki
keistimewaan, pengalo kasian sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) termasuk bagian dana TKD yang
(5)Pengalokasian dana TKD untuk Daerah persiapan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4)
diberikan dalam jangka waktu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kesebelas
TKD untuk Daerah Baru
Pasal 137
(1)Dana TKD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106
untuk Daerah baru dialokasikan secara mandiri pada
tahun anggaran berikutnya sejak undang-undang
pembentukan Daerah ter sebut diundangkan.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berlaku untuk Daerah baru yang undang-undang
pembentukannya diundangkan sebelum atau pada
tanggal 30 Juni tahun berkenaan.
(3)Dalam hal undang-undang pembentukan Daerah baru
diundangkan setelah t anggal 30 Juni tahun
berkenaan, dana TKD untuk Daerah baru
diperhitungkan secara proporsional dari dana TKD
yang dialokasikan untuk Daerah induk.
(4)Proporsi dana TKD sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain dihitung berdasarkan jumlah
penduduk, luas w ilayah, target layanan, lokasi,
dan/atau status Daerah penghasil DBH.
(5)Dalam hal undang-undang pembentukan Daerah baru
diundangkan setelah penetapan APBN tahun
berikutnya, pembagian TKD antara Daerah induk
dengan Daerah baru dituangkan dalam Peraturan
Presi den.
Bagian Kedua Belas
Penyaluran TKD
Pasal 138
(1)Penyaluran TKD dilakukan melalui pemindahbukuan
dari kas negara ke kas Daerah.
(2)Penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan secara sekaligus atau bertahap
dengan mempertimbangkan:
- kemampuan Keuangan Negara;
- kinerja pelaksanaan kegiatan di Daerah yang didanai dari Pajak dan dana TKD; dan/atau
- kebijakan pengendalian Belanja Daerah dan kas Daerah, dalam rangka sinergi pengelolaan fiskal nasional.
Pasal 139
Ketentuan lebih lanjut mengen ai mekanisme perencanaan,
penganggaran, pengalokasian, penyaluran, penggunaan,
pelaporan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi TKD
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 sampai dengan
Pasal 138 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.