Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022
InfoIsiBAB V
Terkait
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
- JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDO NESIA NOMOR 1 TAHUN 2022 TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH
- PEMBUKAAN
Konsideran (Menimbang)
- a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provins…
- b. bahwa pemerintahan daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan …
- c. bahwa untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efektif dan…
- d. bahwa sesuai dengan Pasal 18A ayat (2) Undang- Undang Dasar Negara …
- e. bahwa sesuai dengan Pasal 23A Undang-Undang Dasar Negara Republik …
- f. bahwa Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan …
- g. bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi…
- h. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai…
Dasar Hukum (Mengingat)
- Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, Pasal 18A ayat (2), Pasal 18B, Pasal 20, dan Pasal…
- BATANG TUBUH
- PENUTUP
BAB V
PEMBIAYAAN UTANG DAERAH
Pasal 154
(1)Pembiayaan Utang Daerah terdiri atas:
- Pinjaman Daera h;
- Obligasi Daerah; dan
- Sukuk Daerah.
(2)Pembiayaan Utang Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) digunakan untuk membiayai Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
(3)Pemerintah tidak memberikan jaminan atas
Pembiayaan Utang Daerah.
(4)Pemerintah Daerah dilarang melakukan Pembiayaan
langsung dari pihak luar negeri.
(5)Nilai bersih maksimal Pembiayaan Utang Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam 1 (satu)
tahun anggaran terlebih dahulu mendapat
persetujuan DPRD.
(6)Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksu d pada ayat (5) diberikan pada saat pembahasan APBD.
(7)Dalam hal tertentu, Kepala Daerah dapat melakukan
Pembiayaan melebihi nilai bersih maksimal yang telah
disetujui DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
dan dilaporkan sebagai perubahan APBD tahun yang
bersangkutan.
(8)Pembiayaan Utang Daerah yang memenuhi
persyaratan teknis dapat dilakukan melebihi sisa
masa jabatan Kepala Daerah setelah mendapat
pertimbangan dari Menteri, menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam
negeri, dan menteri yang meny elenggarakan Urusan
Pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan
nasional.
Bagian Kesatu Pinjaman Daerah
Pasal 155
(1)Pinjaman Daerah dapat bersumber dari:
- Pemerintah;
- Pemerintah Daerah lain;
- lembaga keuangan bank; dan/atau
- lembaga keuangan bukan bank.
(2)Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diberikan melalui Menteri setelah mendapatkan
pertimbangan menteri yang menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan dalam negeri dan menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pe merintahan di bidang
perencanaan pembangunan nasional.
(3)Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan
melalui penugasan kepada lembaga keuangan bank
atau lembaga keuangan bukan bank.
(4)Pinjaman Daerah sebaga imana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan pemberi pinjaman.
(5)Pinjaman Daerah dapat berbentuk konvensional atau
syariah.
Pasal 156
(1)Pinjaman Daerah dilakukan dalam rangka:
- pengelolaan kas;
- pembiayaan pemb angunan infrastruktur Daerah;
- pengelolaan portofolio utang Daerah; dan/atau
- penerusan pinjaman dan/atau penyertaan modal kepada BUMD.
(2)Pinjaman Daerah dalam rangka pengelolaan kas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan tidak dengan persetujuan DPRD.
(3)Pinjaman Daerah dalam rangka pengelolaan kas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus
dilunasi dalam tahun anggaran berkenaan.
(4)Pinjaman Daerah dalam rangka pembiayaan
pembangunan infrastruktur Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat berupa
pinjaman tunai dan/atau pinjaman kegiatan.
(5)Pinjaman Daerah dalam rangka penerusan pinjaman
dan/atau penyertaan modal kepada BUMD
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa
penugasan dari Pemerintah/Pemerintah Daerah
kepada BUMD untuk membiayai program/kegiatan
yang bersifat strategis nasional atau penugasan
lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(6)Penugasan Pemerintah Daerah kepada BUMD
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang bukan
merupakan program/kegiatan yang bersifat strategis
nasional harus mendapatkan persetujuan menteri
yang menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam
negeri.
Bagian Kedua Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah
Pasal 157
(1)Penerbitan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah
dilakukan dalam rangka:
- pembiaya an pembangunan infrastruktur Daerah;
- pengelolaan portofolio utang Daerah; dan/atau
- penerusan pinjaman dan/atau penyertaan modal kepada BUMD atas dana hasil penjualan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah.
(2)Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah diterbitkan
melalui pas ar modal domestik dan dalam mata uang
Rupiah.
(3)Penerbitan Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah dalam
rangka pembiayaan pembangunan infrastruktur
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan untuk penyediaan sarana dan prasarana
Daerah.
(4)Penerbita n Obligasi Daerah dan Sukuk Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan persetujuan Menteri setelah mendapat
pertimbangan menteri yang menyelenggarakan
Urusan Pemerintahan dalam negeri.
(5)Penerbitan Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat pernyataan
kesesuaian Sukuk Daerah terhadap prinsip-prinsip
syariah dari ahli syariah pasar modal.
Pasal 158
(1)Barang milik Daerah dan/atau objek Pembiayaan
yang dibiayai dari Sukuk Daerah dapat digunakan
sebagai dasar penerbi tan Sukuk Daerah.
(2)Barang milik Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disebut sebagai aset Sukuk Daerah, dapat
berupa:
- tanah dan/atau bangunan; dan
- selain tanah dan/atau bangunan.
(3)Aset Sukuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipindah tangankan dan/atau
dihapuskan sampai dengan jatuh tempo Sukuk
Daerah.
Bagian Ketiga Pengelolaan dan Pertanggungjawaban
Pasal 159
Kepala Daerah bertanggung jawab atas pengelolaan
Pembiayaan Utang Daerah.
Pasal 160
(1)Pemerintah Daerah dilarang memberikan jaminan
atas Pembiayaan utang pihak lain.
(2)Barang milik Daerah tidak dapat dijadikan jaminan
atau digadaikan untuk mendapatkan Pembiayaan
Utang Daerah.
Pasal 161
(1)Pemerintah Daerah wajib membayar kewajiban
Pembiayaan Utang Daerah pada saat jatuh tempo.
(2)Dana untuk membayar kewajiban Pembiayaan Utang
Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dianggarkan dalam APBD sampai dengan berakhirnya
kewajiban.
(3)Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menganggarkan
pembayaran kewajiban Pembiayaan Utang Daerah
sebagaimana dimak sud pada ayat (2), Kepala Daerah
dan DPRD dikenai sanksi administratif berupa tidak
dibayarkannya hak keuangan yang diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6
(enam) bulan.
Pasal 162
(1)Dalam hal Daerah tidak membayar kewajiban
Pinjaman Daerah yang bersumber dari Pemerintah
dan lembaga yang mendapat penugasan dari
Pemerintah yang telah jatuh tempo, Menteri dapat
melakukan pemotongan dana TKD yang tidak
ditentukan penggunaannya.
(2)Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan Urusan Pemerintahan dalam
negeri.
Pasal 163
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara,
milik Daerah dan/atau objek Pembiayaan yang dibiayai
dari Sukuk Daerah dalam rangka penerbitan Sukuk
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 sampai
dengan Pasal 162 diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Pemerintah.