Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
InfoIsiBagian Kesatu
Paragraf 1
Paragraf 2
Paragraf 3
Paragraf 4
Paragraf 5
Paragraf 6
Paragraf 7
Paragraf 8
Terkait
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
- JUDULUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2023 TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA
- PEMBUKAAN
Konsideran (Menimbang)
- a. bahwa untuk mewujudkan hukum pidana nasional Negara Kesatuan Republik…
- b. bahwa hukum pidana nasional tersebut harus disesuaikan dengan politik hukum,…
- c. bahwa materi hukum pidana nasional juga harus mengatur keseimbangan antara…
- d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,…
Dasar Hukum (Mengingat)
- Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia…
- BATANG TUBUH
- PENUTUP
Bagian Kesatu
Tindak Pidana
Paragraf 1
Umum
Pasal 12
(1)Tindak Pidana merupakan perbuatan yang oleh
peraturan perundang-undangan diancam dengan
sanksi pidana dan/ atau tindakan.
(2)Untuk dinyatakan sebagai Tindak Pidana, suatu
perbuatan yang diancam dengan sanksi pidana
dan/atau tindakan oleh peraturan perundangundangan harus bersifat melawan hukum atau
bertentangan dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat.
(3)Setiap Tindak Pidana selalu bersifat melawan hukum,
kecuali ada alasan pembenar.
Paragraf 2
Permufakatan Jahat
Pasal 13
(1)Permufalatan jahat terjadi jika 2 (dua) orang atau lebih
bersepakat untuk melakukan Tindak Pidana.
(2)Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana dipidana
jika ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.
(3)Pidana untuk permufakatan jahat melakukan Tindak
Pidana paling banyak I /3 (satu per tiga) dari maksimum
ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang
bersangkutan.
(4)Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana yang
diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup dipidana dengan pidana penjara paling
lama 7 (tujuh) tahun.
(5)Pidana tambahan untuk permufakatan jahat
melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana
tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
Pasal 14
Permufakatan jahat melakukan Tindak Pidana tidak
dipidana, jika pelaku:
- menarik diri dari kesepakatan itu; atau
- melakukan tindakan yang patut untuk mencegah terjadinya Tindak Pidana.
Paragraf 3
Persiapan
Pasal 15
(1)Persiapan melakukan Tindak Pidana terjadi jika pelaku
berusaha untuk mendapatkan atau menyiapkan sarana
berupa alat, mengumpulkan informasi atau men5rusun
perencanaan tindakan, atau melakukan tindakan
serupa yang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi
untuk dilakukannya suatu perbuatan yang secara
langsung ditujukan bagi penyelesaian Tindak Pidana.
(2)Persiapan melakukan Tindak Pidana dipidana, jika
ditentukan secara tegas dalam Undang-Undang.
(3)Pidana untuk persiapan melakukan Tindak Pidana
paling banyak l/2 (satu per dua) dari maksimum
ancarnan pidana pokok untuk Tindak Pidana yang
bersangkutan.
(4)Persiapan melakukan Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup
dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun.
(5)Pidana tambahan untuk persiapan melakukan Tindak
Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak
Pidana yang bersangkutan.
Pasal 16
Persiapan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana jika
pelaku menghentikan atau mencegah kemungkinan
terciptanya kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15
ayat (1).
Paragraf 4
Percobaan
Pasal 17
(1)Percobaan melakukan Tindak Pidana terjadi jika niat
pelaku telah nyata dari adanya permulaan pelaksanaan
dari Tindak Pidana yang ditqju, tetapi pelaksanaannya
tidak selesai, tidak mencapai hasil, atau tidak
menimbulkan akibat yang dilarang, bukan karena
semata-mata atas kehendaknya sendiri.
(2)Permulaan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terjadi jika:
- perbuatan yang dilakukan itu diniatkan atau ditqiukan untuk te{adinya Tindak Pidana; dan
- perbuatan yang dilakukan langsung berpotensi menimbulkan Tindak Pidana yang dituju.
(3)Pidana untuk percobaan melakukan Tindak Pidana
paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum
ancarnan pidana pokok untuk Tindak Pidana yang
bersangkutan.
(4)Percobaan melakukan Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun.
(5)Pidana tambahan untuk percobaan melakukan Tindak
Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak
Pidana yang bersangkutan.
Pasal 18
(1)Percobaan melakukan Tindak Pidana tidak dipidana
jika pelaku setelah melakukan permulaan pelaksanaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1):
- tidak menyelesaikan perbuatannya karena kehendaknya sendiri secara sukarela; atau
- dengan kehendaknya sendiri mencegah tercapainya tqiuan atau akibat perbuatannya.
(2)Dalam hal percobaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) telah menimbulkan kerugian atau menurut
peraturan perundang-undangan mempakan Tindak
Pidana tersendiri, pelaku dapat dipertanggungiawabkan
untuk Tindak Pidana tersebut.
Pasal 19
Percobaan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam
dengan pidana denda paling banyak kategori II, tidak
dipidana.
Paragraf 5
Penyertaan
Pasal 20
Setiap Orang dipidana sebagai pelaku Tindak Pidana jika:
- melakukan sendiri Tindak Pidana;
- melakukan Tindak Pidana dengan perantaraan alat atau menyuruh orang lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan ;
- turut serta melakukan Tindak Pidana; atau
- menggerakkan orang lain supaya melakukan Tindak Pidana dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu, menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, melakukan Kekerasan, menggunakan Ancaman Kekerasan, melakukan penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana, atau keterangan.
Pasal 21
(1)Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana
jika dengan sengaja:
- memberi kesempatan, sar€rna, atau keterangan untuk melakukan Tindak Pidana; atau
- memberi bantuan pada waktu Tindak Pidana dilakukan.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana
yang hanya diancam dengan pidana denda paling
banyak kategori II.
(3)Pidana untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana
paling banyak 213 (dua per tiga) dari maksimum
ancarnan pidana pokok untuk Tindak Pidana yang
bersangkutan.
(4)Pembantuan melakukan Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup,
dipidana dengan pidana penjara paling lama
15 (lima belas) tahun.
(5)Pidana tambahan untuk pembantuan melakukan
Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk
Tindak Pidana yang bersangkutan.
Pasal 22
Keadaan pribadi pelaku sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2O atau pembantu sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 dapat menghapus, mengurangi, atau memperberat
pidananya.
Paragraf 6
Pengulangan
Pasal 23
(1)Pengulangan Tindak Pidana terjadi jika Setiap Orang:
- melakukan Tindak Pidana kembali dalam waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani seluruh atau sebagian pidana pokok yang dijatuhkan atau pidana pokok yang dijatuhkan telah dihapuskan; atau
- pada waktu melakukan Tindak Pidana, kewajiban menjalani pidana pokok yang dijatuhkan terdahulu belum kedaluwarsa.
(2)Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
lnencakup Tindak Pidana yang diancam dengan pidana
minimum khusus, pidana penjara 4 (empat) tahun atau
lebih, atau pidana denda paling sedikit kategori III.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
berlaku untuk Tindak Pidana mengenai penganiayaan.
Paragraf 7
Tindak Pidana Aduan
Pasal 24
(1)Dalam hal tertentu, pelaku Tindak Pidana hanya dapat
dituntut atas dasar pengaduan.
(2)Tindak Pidana aduan harus ditentukan secara tegas
dalam Undang-Undang.
Pasal 25
(1)Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur
16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu
merupakan Orang Tua atau walinya.
(2)Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu
sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan
oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.
(3)Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada,
pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam
garis menyamping sampai derqiat ketiga.
(4)Dalam hal Korban Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memiliki Orang Tua, wali,
atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas
ataupun menyamping sampai derajat ketiga, pengaduan
dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping.
Pasal 26
(1)Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di
bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan
pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana
aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.
(2)Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau pengampu itu sendiri yang harus
diadukan, pengaduan dilakukan oleh suami atau istri
Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus.
(3)Dalam hal suami atau istri Korban atau keluarga
sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga
sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.
Pasal 27
Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan meninggal dunia,
pengaduan dapat dilakukan oleh Orang Tua, anak, suami,
atau istri Korban, kecuali jika Korban sebelumnya secara
tegas tidak menghendaki adanya penuntutan.
Pasal 28
(1)Pengaduan dilakukan dengan cara menyampaikan
pemberitahuan dan permohonan untuk dituntut.
(2)Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan secara lisan atau tertulis kepada Pejabat yang
berwenang.
Pasal 29
(1)Pengaduan harus diajukan dalam tenggang waktu:
- 6 (enam) Bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya Tindak Pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; atau
- 9 (sembilan) Bulan terhitung sejak tanggal orang yang berhak mengadu mengetahui adanya Tindak Pidana jika yang berhak mengadu bertempat tinggal di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)Jika yang berhak mengadu lebih dari 1 (satu) orang,
tenggang waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dihitung sejak tanggal masing-masing pengadu
mengetahui adanya Tindak Pidana.
Pasal 30
(1)Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam
waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak tanggal pengaduan
diajukan.
(2)Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan
lagi.
Paragraf 8
Alasan Pembenar
Pasal 31
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak
dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 32
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak
dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan untuk
melaksanakan perintah jabatan dari Pejabat yang
berwenang.
Pasal 33
Setiap Orang yang melakukan perbuatan yang dilarang tidak
dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan karena keadaan
darurat.
Pasal 34
Setiap Orang yang terpaksa melakukan perbuatan yang
dilarang tidak dipidana, jika perbuatan tersebut dilakukan
karena pembelaan terhadap serangan atau ancarnan
serangan seketika yang melawan hukum terhadap diri
sendiri atau orang lain, kehormatan dalam arti kesusilaan,
atau harta benda sendiri atau orang lain.
Pasal 35
Ketiadaan sifat melawan hukum dari Tindak Pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayal (2) merupakan
alasan pembenar.