Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023
InfoIsiBAB III
Bagian Kesatu
Paragraf 1
Paragraf 2
Paragraf 3
Paragraf 4
Paragraf 5
Bagian Kedua
Paragraf 1
Paragraf 2
Bagian Ketiga
Paragraf 1
Paragraf 2
Paragraf 3
Bagian Keempat
Paragraf 1
Paragraf 2
Bagian Kelima
Terkait
Disclaimer
Dokumen peraturan ini ditampilkan sebagai hasil parsing semi-otomatis menggunakan teknologi OCR (Optical Character Recognition).
Oleh karena itu, dimungkinkan terdapat perbedaan format, penulisan, maupun kekeliruan teks dari dokumen aslinya.
Untuk keakuratan dan keabsahan, silakan merujuk pada dokumen resmi/sumber asli peraturan tersebut.
BAB III
PEMIDANAAN, PIDANA, DAN TINDAKAN
Bagian Kesatu
Tujuan dan Pedoman Pemidanaan
Paragraf 1
Tujuan Pemidanaan
Pasal 51
Pemidanaan bertujuan:
- mencegah dilakukannya Tindak Pidana dengan menegakkan norma hukum demi pelindungan dan pengayoman masyarakat;
- memasyaralatkan terpidana dengan mengadalan pembinaan dan pembimbingan agar menjadi orang yang baik dan berguna;
- menyelesaikan konflik yang ditimbulkan akibat Tindak Pidana, memulihkan keseimbangan, serta mendatangkan rasa arnan dan damai dalam masyarakat; dan menumbuhkan rasa penyesalan dan membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Pasal 52
Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk merendahkan
martabat manusia.
Paragraf 2
Pedoman Pemidanaan
Pasal 53
(1)Dalam mengadili suatu perkara pidana, hakim wajib
menegakkan hukum dan keadilan.
(2)Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan,
hakim wajib mengutamakan keadilan.
Pasal 54
(1)Dalam pemidanaan wajib dipertimbangkan:
- bentuk kesalahan pelaku Tindak Pidana;
- motif dan tujuan melakukan Tindak Pidana;
- sikap batin pelaku Tindak Pidana;
- Tindak Pidana dilakukan dengan direncanakan atau tidak direncanakan;
- cara melakukan Tindak Pidana;
- sikap dan tindakan pelaku sesudah melakukan Tindak Pidana;
- riwayat hidup, keadaan sosial, dan keadaan ekonomi pelalu Tindak Pidana;
- pengaruh pidana terhadap masa depan pelaku Tindak Pidana;
- pengaruh Tindak Pidana terhadap Korban atau keluarga Korban;
- pemaafan dari Korban dan/atau keluarga Korban; dan/ atau
- nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
(2)Ringannya perbuatan, keadaan pribadi pelaku, atau
keadaan pada waktu dilakukan Tindak Pidana serta
yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar
pertimbangan untuk tidak menjatuhkan pidana atau
tidak mengenakan tindakan dengan
mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan.
Pasal 55
Setiap Orang yang melakukan Tindak Pidana tidak
dibebaskan dari pertanggungiawaban pidana berdasarkan
alasan peniadaan pidana jika orang tersebut telah dengan
sengaja menyebabkan terjadinya keadaan yang dapat
menjadi alasan peniadaan pidana tersebut.
Pasal 56
Dalam pemidanaan terhadap Korporasi wajib
dipertimbangkan:
- tingkat kerugian atau dampak yang ditimbulkan;
- tingkat keterlibatan pengunrs yang mempunyai kedudukan fungsional Korporasi dan/ atau peran pemberi perintah, pemegang kendali, dan/ atau pemilik manfaat Korporasi;
- lamanya Tindak Pidana yang telah dilakukan;
- frekuensi Tindak Pidana oleh Korporasi;
- bentuk kesalahan Tindak Pidana;
- keterlibatanPejabat;
- nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat;
- rekam jejak Korporasi dalam melakukan usaha atau kegiatan;
- pengaruh pemidanaan terhadap Korporasi; dan/ atau
- kerja sama Korporasi dalam penanganan Tindak Pidana.
Paragraf 3
Pedoman Penerapan Pidana Penjara dengan Perumusan Tunggal dan
Perumusan Alternatif
Pasal 57
Dalam hal Tindak Pidana diancam dengan pidana pokok
secara alternatif, penjatuhan pidana pokok yang lebih ringan
harus lebih diutamakan, jika hal itu dipertimbangkan telah
sesuai dan dapat menunjang tercapainya tujuan
pemidanaan.
Paragraf 4
Pemberatan Pidana
Pasal 58
Faktor yang memperberat pidana meliputi:
- Pejabat yang melakukan Tindak Pidana sehingga melanggar kewajiban jabatan yang khusus atau melakukan Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan;
- penggunaan bendera kebangsaan, lagu kebangsaan, atau lambang negara Indonesia pada waktu melakukan Tindak Pidana; atau
- pengulangan Tindak Pidana.
Pasal 59
Pemberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dapat
ditambah paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari maksimum
ancaman pidana.
Paragraf 5
Ketentuan Lain tentang Pemidanaan
Pasal 60
(1)Pidana penjara dan pidana tutupan bagi terpidana yang
sudah berada di dalam tahanan mulai berlaku pada
saat putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
(2)Dalam hal terpidana tidak berada di dalam tahanan,
pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku
pada saat putusan pengadilan mulai dilaksanakan.
Pasal 61
(1)Pidana penjara untuk waktu tertentu atau pidana denda
yang dijatuhkan dikurangi seluruh atau sebagian masa
penangkapan dan/atau penahanan yang telah dijalani
terdakwa sebelum putusan pengadilan memperoleh
kekuatan hukum tetap.
(2)Pengurangan pidana denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) disepadankan dengan penghitungan
pidana penjara pengganti denda.
Pasal 62
(1)Permohonan grasi tidak menunda pelaksanaan putusan
pemidanaan bagi terpidana, kecuali dalam hal putusan
pidana mati.
(2)Ketentuan mengenai syarat dan tata cara permohonan
grasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Undang-Undang.
Pasal 63
Jika narapidana melarikan diri, masa selama narapidana
melarikan diri tidak diperhitungkan sebagai waktu menjalani
pidana penjara.
Bagian Kedua
Pidana dan Tindakan
Paragraf 1
Pidana
Pasal 64
Pidana terdiri atas:
- pidana pokok;
- pidana tambahan; dan
- pidana yang bersifat khusus untuk Tindak Pidana tertentu yang ditentukan dalam Undang-Undang.
Pasal 65
(1)Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64
huruf a terdiri atas:
- pidana penjara;
- pidana tutupan;
- pidana pengawasan;
- pidana denda; dan
- pidana kerja sosial.
(2)Urutan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menentukan berat atau ringannya pidana.
Pasal 66
(1)Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 huruf b terdiri atas:
- pencabutan hak tertentu;
- perampasan Barang tertentu dan/ atau tagihan;
- pengumuman putusan hakim;
- pembayaran ganti nrgi;
- pencabutan izin tertentu; dan
- pemenuhan kewajiban adat setempat.
(2)Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dikenakan dalam hal penjatuhan pidana
pokok saja tidak cukup untuk mencapai tujuan pemidanaan.
(3)Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dijatuhkan 1 (satu) jenis atau lebih.
(4)Pidana tambahan untuk percobaan dan pembantuan
sama dengan pidana tambahan untuk Tindak
Pidananya.
(5)Pidana tambahan bagi anggota Tentara Nasional
Indonesia yang melakukan Tindak Pidana da-lam
perkara koneksitas dikenakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan bagi Tentara Nasional
Indonesia.
Pasal 67
Pidana yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 huruf c merupakan pidana mati yang selalu
diancamkan secara alternatif.
Pasal 68
(1)Pidana penjara dijatuhkan untuk seumur hidup atau
untuk waktu tertentu.
(2)Pidana penjara untuk waktu tertentu dijatuhkan paling
lama 15 (lima belas) tahun berturut turut atau paling
singkat 1 (satu) Hari, kecuali ditentukan minimum
khusus.
(3)Dalam hal terdapat pilihan antara pidana mati dan
pidana penjara seumur hidup atau terdapat pemberatan
pidana atas Tindak Pidana yang dijatuhi pidana penjara
15 (lima belas) tahun, pidana penjara untuk waktu
tertentu dapat dijatuhkan untuk waktu 20 (dua puluh)
tahun berturut turut.
(4)Pidana penjara untuk waktu tertentu tidak boleh
dijatuhkan lebih dari 20 (dua puluh) tahun.
Pasal 69
(1)Jika narapidana yang menjalani pidana penjara seumur
hidup telah menjalani pidana penjara paling singkat 15
(lima belas) tahun, pidana penjara seumur hidup dapat
diubah menjadi pidana penjara 20 (dua puluh) tahun
dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan
pertimbangan Mahkamah Agung.
(2)Ketentuan mengenai tata cara perubahan pidana
penjara seumur hidup menjadi pidana penjara 20 (dua
puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 70
(1)Dengan tetap mempertimbangkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan
Pasal 54, pidana penjara sedapat mungkin tidak
dijatuhkan jika ditemukan keadaan:
- terdakwa adalah Anak;
- terdakwa berumur di atas 75 (tujuh puluh lima) tahun;
- terdakwa baru pertama kali melakukan Tindak Pidana;
- kerugian dan penderitaan Korban tidak terlalu besar;
- terdakwa telah membayar ganti rugi kepada Korban;
- terdakwa tidak menyadari bahwa Tindak Pidana yang dilakukan akan menimbulkan kerugian yang besar;
- Tindak Pidana terjadi karena hasutan yang sangat kuat dari orang lain;
- Korban Tindak Pidana mendorong atau menggerakkan terjadinya Tindak Pidana tersebut;
- Tindak Pidana tersebut merupakan akibat dari suatu keadaan yang tidak mungkin terulang lagi;
- kepribadian dan perilaku terdakwa meyakinkan bahwa ia tidak akan melakukan Tindak Pidana yang lain;
- pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya;
- pembinaan di luar lemb"ga pemasyarakatan diperkirakan akan berhasil untuk diri terdakwa;
- penjatuhan pidana yang lebih ringan tidak akan mengurangi sifat berat Tindak Pidana yang dilakukan terdakwa;
- Tindak Pidana terjadi di kalangan keluarga; dan/ atau
- Tindak Pidana terjadi karena kealpaan.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku bagi:
- Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;
- Tindak Pidana yang diancam dengan pidana minimum khusus;
- Tindak Pidana tertentu yang sangat membahayakan atau merugikan masyarakat; atau
- Tindak Pidana yang merugikan keuangan atau perekonomian negara.
Pasal 71
(1)Jika seseorang melakukan Tindak Pidana yang hanya
diancam dengan pidana penjara di bawah 5 (lima)
tahun, sedangkan hakim berpendapat tidak perlu
menjatuhkan pidana penjara setelah
mempertimbangkan tujuan pemidanaan dan pedoman
pemidanaan sebagai62na dimaksud dalam Pasal 51
sampai dengan Pasal 54, orang tersebut dapat dijatuhi
pidana denda.
(2)Pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
hanya dapat dijatuhkan jika:
- tanpa Korban;
- Korban tidak mempermasalahkan; atau
- bukan pengulangan Tindak Pidana.
(3)Pidana denda yang dapat dijatuhkan berdasarkan
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pidana denda paling banyak kategori V dan pidana
denda paling sedikit kategori III.
(4)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21
huruf c tidak berlaku bagi orang yang pernah dijatuhi
pidana penjara untuk Tindak Pidana yang dilakukan
sebelum berumur 18 (delapan belas) tahun.
Pasal 72
(1)Narapidana yang telah menjalani paling singkat
2l 3 ldua per tiga) dari pidana penjara yang dijatuhkan
dengan ketentuan 213 ldua per tiga) tersebut tidak
kurang dari 9 (sembilan) Bulan dapat diberi
pembebasan bersyarat.
(2)Narapidana yang menjalani beberapa pidana penjara
berturut turut rlianggap jumlah pidananya sebagai
1 (satu) pidana.
(3)Dalam memberikan pembebasan bersyarat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditentukan masa
percobaan dan syarat yang harus dipenuhi selama masa
percobaan.
(4)Masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
sama dengan sisa waktu pidana penjara yang belum
dijalani ditambah dengan 1 (satu) tahun.
(5)Narapidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
ditahan sebagai tersangka atau terdakwa dalam perkara
lain tidak diperhitungkan waktu penahanannya sebagai
masa percobaan.
Pasal 73
(1)Syarat yang harus dipenuhi selama masa percobaan
sebagaimana dimalsud dalam Pasal 72 ayal (3) terdiri
atas:
- syarat umum berupa narapidana tidak akan melakukan Tindak Pidana; dan
- syarat khusus berupa narapidana harus melakukan atau tidak melakukan perbuatan tertentu, tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, menganut kepercayaan, dan berpolitik, kecuali ditentukan lain oleh hakim.
(2)Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat diubah, dihapus, atau diadakan syarat
baru yang semata-mata bertujuan untuk
pembimbingan narapidana.
(3)Narapidana yang melanggar syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dicabut pembebasan
bersyaratnya.
(4)Pembebasan bersyarat sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak dapat dicabut setelah melampaui 3 (tiga)
Bulan terhitung sejak saat habisnya masa percobaan,
kecuali dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak
habisnya masa percobaan, narapidana dituntut karena
melakukan Tindak Pidana yang dilakukan dalam masa
percobaan.
(5)Dalam hal narapidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dijatuhi pidana penjara untuk waktu tertentu
atau pidana denda paling sedikit kategori [I,
pembebasan bersyarat yang bersangkutan dicabut.
Pasal 74
(1)Orang yang melakukan Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana penjara karena keadaan pribadi,
perbuatannya dapat dijatuhi pidana tutupan.
(2)Pidana tutupan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dijatuhkan kepada terdakwa yang melakukan
Tindak Pidana karena terdorong oleh maksud yang
patut dihormati.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku, jika cara melakukan atau akibat dari Tindak
Pidana tersebut sedemikian rupa sehingga terdakwa
lebih tepat untuk dljatuhi pidana penjara.
Pasal 75
Terdakwa yang melakukan Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dapat
dijatuhi pidana pengawasan dengan tetap memperhatikan
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai
dengan Pasal 54 dan Pasal 70.
Pasal 76
(1)Pidana pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 75 dijatuhkan paling lama sama dengan pidana
penjara yang diancamkan yang tidak lebih dari 3 (tiga)
tahun.
(2)Dalam putusan pidana pengawasan ditetapkan syarat
umum, berupa terpidana tidak akan melakukan Tindak
Pidana lagi.
(3)Selain syarat umum sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), dalam putusan juga dapat ditetapkan syarat
khusus, berupa:
- terpidana dalam waktu tertentu yang lebih pendek dari masa pidana pengawasan harus mengganti seluruh atau sebagian kemgian yang timbul akibat Tindak Pidana yang dilakukan; dan/atau
- terpidana harus melakukan atau tidak melakukan sesuatu tanpa mengurangi kemerdekaan beragama, kemerdekaan menganut kepercayaan, dan/atau kemerdekaan berpolitik.
(4)Dalam hal terpidana melanggar syarat umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), terpidana wajib
menjalani pidana penjara yang lamanya tidak lebih dari
ancarnan pidana penjara bagi Tindak Pidana itu.
(5)Dalam hal terpidana melanggar syarat khusus tanpa
alasan yang sah, jaksa berdasarkan pertimbangan
pembimbing kemasyarakatan mengusulkan kepada
hakim agar terpidana menjalani pidana penjara atau
memperpanjang masa pengawasan yang ditentukan
oleh hakim yang lamanya tidak lebih dari pidana
pengawasan yang dij atuhkan.
(6)Jaksa dapat mengusulkan pengurangan masa
pengawasan kepada hakim jika selama dalam
pengawasan terpidana menunjukkan kelakuan yang
baik, berdasarkan pertimbangan pembimbing
(7)Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara dan batas
pengurangan dan perpanjangan masa pengawasan
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 77
(1)Jika terpidana selama menjalani pidana pengawasan
melakukan Tindak Pidana dan dijatuhi pidana yang
bukan pidana mati atau bukan pidana penjara, pidana
pengawasan tetap dilaksanakan.
(2)Jika terpidana dijatuhi pidana penjara, pidana
pengawasan ditunda dan dilaksanakan kembali setelah
terpidana selesai menjalani pidana penjara.
Pasal 78
(1)Pidana denda merupakan sejumlah uang yang wajib
dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan
pengadilan.
(2)Jika tidak ditentukan minimum khusus, pidana denda
ditetapkan paling sedikit Rp50.000,00 (lima puluh ribu
rupiah).
Pasal 79
(1)Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan:
- kategori I, Rp1.000.00O,0O (satu juta rupiah);
- kategori II, Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
- kategori III, Rp50.0O0.O00,0O (lima puluh juta rupiah);
- kategori IV, Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
- kategori V, Rp500.000.000,O0 (lima ratus juta rupiah);
- kategori VI, Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah);
- kategori VII, RpS.0O0.O00.0O0,O0 (lima miliar rupiah); dan
- kategori VIII, Rp5O.0O0.O0O.00O,0O (lima puluh miliar rupiah).
(2)Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan
besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 80
(1)Dalam menjatuhkan pidana denda, hakim wajib
mempertimbangkan kemampuan terdakwa dengan
memperhatikan penghasilan dan pengeluaran terdakwa
secara nyata,
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
mengurangi penerapan minimum khusus pidana denda
yang ditetapkan.
Pasal 81
(1)Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu
tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.
(2)Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda
dengan cara mengangsur.
(3)Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah
ditentukan, kekayaan atau pendapatan terpidana dapat
disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana
denda yang tidak dibayar.
Pasal 82
(1)Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau
pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (3) tidak cukup atau tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan, pidana denda yang tidak dibayar tersebut
diganti dengan pidana penjara, pidana pengawasan,
atau pidana kerja sosial dengan ketentuan pidana
denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori II.
(2)Lama pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi:
- untuk pidana penjara pengganti, paling singkat I (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun yang dapat diperberat paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) Bulan jika ada perbarengan;
- untuk pidana pengawasan pengganti, paling singkat I (satu) Bulan dan paling lama 1 (satu) tahun, berlaku syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat(2)dan ayat (3); atau
- untuk pidana kerja sosial pengganti paling singkat 8 (delapan) jam dan paling lama 240 (dua ratus empat puluh) jam.
(3)Jika pada saat menjalani pidana pengganti sebagian
pidana denda dibayar, lama pidana pengganti dikurangi
menurut ukuran yang sepadan.
(4)Perhitungan lama pidana pengganti sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada ukuran untuk
setiap pidana denda Rp50.000,00 (lima puluh ribu rupiah) atau kurang yang disepadankan dengan:
- 1 (satu) jam pidana kerja sosial pengganti; atau
- 1 (satu) Hari pidana pengawasan atau pidana penjara pengganti.
Pasal 83
(1)Jika penyitaan dan pelelangan kekayaan atau
pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81
ayat (3) tidak dapat dilakukan, pidana denda di atas
kategori II yang tidak dibayar diganti dengan pidana
penjara paling singkat I (satu) tahun dan paling lama
sebagaimana diancamkan untuk Tindak Pidana yang
bersangkutan.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82
ayat (3) berlaku juga untuk ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai pidana
penjara pengganti.
Pasal 84
Setiap Orang yang telah berulang kali dijatuhi pidana denda
untuk Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana
denda paling banyak kategori II dapat dijatuhi pidana
pengawasan paling lama 6 (enam) Bulan dan pidana denda
yang diperberat paling banyak 1/3 (satu per tiga).
Pasal 85
(1)Pidana kerja sosial dapat dijatuhkan kepada terdakwa
yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan
pidana penjara kurang dari 5 (lima) tahun dan hakim
menjatuhkan pidana penjara paling lama 6 (enam)
Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
(2)Dalam menjatuhkan pidana kerja sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), hakim wajib
mempertimbangkan:
- pengakuan terdakwa terhadap Tindak Pidana yang dilakukan;
- kemampuan kerja terdakwa;
- persetujuan . . .
- persetqjuan terdakwa sesudah dijelaskan mengenai tujuan dan segala hal yang berhubungan dengan pidana kerja sosial;
- riwayat sosial terdakwa;
- pelindungan keselamatan kerja terdalwa;
- agama, kepercayaan, dan keyakinan politik terdakwa; dan
- kemampuan terdakwa membayar pidana denda.
(3)Pelaksanaan pidana kerja sosial tidak boleh
dikomersialkan.
(4)Pidana kerja sosial dijatuhkan paling singkat 8 (delapan)
jam dan paling lama 24O (d:ua ratus empat puluh) jam.
(5)Pidana kerja sosial dilaksanakan paling lama
8 (delapan) jam dalam 1 (satu) Hari dan dapat diangsur
dalam waktu paling lama 6 (enam) Bulan dengan
memperhatikan kegiatan terpidana dalam menjalankan
mata pencahariannya dan/ atau kegiatan lain yang
bermanfaat.
(6)Pelaksanaan pidana kerja sosial sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) dimuat dalam putusan pengadilan.
(7)Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) juga memuat perintah jika terpidana tanpa
alasan yang sah tidak melaksanakan seluruh atau
sebagian pidana kerja sosial, terpidana wajib:
- mengulangi seluruh atau sebagian pidana kerja sosial tersebut;
- menjalani seluruh atau sebagian pidana penjara yang diganti dengan pidana kerja sosial tersebut; atau
- membayar seluruh atau sebagran pidana denda yang diganti dengan pidana keda sosial atau menjalani pidana penjara sebagai pengganti pidana denda yang tidak dibayar.
(8)Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana kerja sosial
dilakukan oleh jaksa dan pembimbingan dilakukan oleh
pembimbing kemasyarakatan.
(9)Putusan pengadilan mengenai pidana kerja sosial juga
harus memuat:
- lama pidana penjara atau besarnya denda yang se sungguhnya dijatuhkan oleh hakim;
- lama pidana kerja sosial harus dijalani, dengan mencantumkan jumlah jam per Hari dan jangka waktu penyelesaian pidana kerja sosial; dan
- sanksi jika terpidana tidak menjalani pidana kerja sosial yang dijatuhkan.
Pasal 86
Pidana tambahan berupa pencabutan hak tertentu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a
dapat berupa:
- hak memegang jabatan publik pada umumnya atau jabatan tertentu;
- hak menjadi anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia;
- hak memilih dan dipilih dalam pemilihan yang diadakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan;
- hak menjadi wali, wali pengawas, pengampu, atau pengampu pengawas atas orang yang bukan Anaknya sendiri;
- hak menjalankan Kekuasaan Ayah, menjalankan perwalian, atau mengampu atas Anaknya sendiri;
- hak menjalankan profesi tertentu; dan/ atau
- hak memperoleh pembebasan bersyarat.
Pasal 87
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan hak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf a, huruf b,
hunrf c, dan huruf f hanya dapat dilakukan jika pelaku
dipidana karena melakukan Tindak Pidana yang diancam
dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih berupa:
- Tindak Pidana terkait jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan;
- Tindak Pidana yang terkait dengan profesinya; atau
- Tindak Pidana dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan atau profesinya.
Pasal 88
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan
hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf d dan
huruf e, hanya dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:
- dengan sengaja melakukan Tindak Pidana bersamasama dengan Anak yang berada dalam kekuasaannya; atau
- melakukan Tindak Pidana terhadap Anak yang berada dalam kekuasaannya.
Pasal 89
Kecuali ditentukan lain oleh Undang-Undang, pencabutan
hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 huruf g hanya
dapat dilakukan jika pelaku dipidana karena:
- melakukan Tindak Pidana jabatan atau Tindak Pidana yang melanggar kewajiban khusus suatu jabatan;
- menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatan; atau
- melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau lebih.
Pasal 90
(1)Jika pidana pencabutan hak dijatuhkan, lama
pencabutan wajib ditentukan jika:
- dijatuhi pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pencabutan hak dilakukan untuk selamanya;
- dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan, atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang diiatuhkan; atau
- dijatuhi pidana denda, pencabutan hak dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b tidak berlaku jika yang dicabut adalah hak
memperoleh pembebasan bersyarat.
(3)Pidana pencabutan hak mulai berlaku pada tanggal
putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Pasal 91
Pidana tambahan berupa perErmpasan Barang tertentu
dan/atau tagihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (1) huruf b yang dapat dirampas meliputi Barang
tertentu dan/ atau tagihan:
- yang dipergunakan untuk mewujudkan atau mempersiapkan Tindak Pidana;
- yang khusus dibuat atau diperuntukkan mewujudkan Tindak Pidana;
- yang berhubungan dengan terwujudnya Tindak Pidana;
- milik terpidana atau orang lain yang diperoleh dari Tindak Pidana;
- dari keuntungan ekonomi yang diperoleh, baik secara langsung maupun tidak langsung dari Tindak Pidana; dan/ atau
- yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
Pasal 92
(1)Pidana tambahan berupa perampasan Barang tertent
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 dapat
dijatuhkan atas Barang yang tidak disita dengan
menentukan bahwa Barang tersebut harus diserahkan
atau diganti dengan sejumlah uang menurut taksiran
hakim sesuai dengan harga pasar.
(2)Dalam hal Barang yang tidak disita sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diserahkan, Barang
tersebut diganti dengan sejumlah uang menurut
taksiran hakim sesuai dengan harga pasar.
(3)Jika terpidana tidak mampu membayar seluruh atau
sebagian harga pasar sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), diberlakukan ketentuan pidana pengganti
untuk pidana denda.
Pasal 93
(1)Jika dalam putusan pengadilan diperintahkan supaya
putusan diumumkan, harus ditetapkan cara
melaksanakan pengumuman tersebut dengan biaya
yang ditanggung oleh terpidana.
(2)Jika biaya pengumum€rn sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dibayar oleh terpidana, diberlakukan
ketentuan pidana pengganti untuk pidana denda.
Pasal 94
(1)Dalam putusan pengadilan dapat ditetapkan kewajiban
terpidana untuk melaksanakan pembayaran ganti rugi
kepada Korban atau ahli waris sebagai pidana
tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66
ayat (1) huruf d.
(2)Jika kewajiban pembayaran ganti rugi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan,
diberlakukan ketentuan tentang pelaksanaan pidana
denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 sampai
dengan Pasal 83 secara mutatis mutandis.
Pasal 95
(1)Pidana tambahan berupa pencabutan izin dikenakan
kepada pelaku dan pembantu Tindak Pidana yang
melakukan Tindak Pidana yang berkaitan dengan izin
yang dimiliki.
(2)Pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan mempertimbangkan:
- keadaan yang menyertai Tindak Pidana yang dilakukan;
- keadaan yang menyertai pelaku dan pembantu Tindak Pidana; dan
- keterkaitan kepemilikan izin dengan usaha atau kegiatan yang dilakukan.
(3)Dalam hal dijatuhi pidana penjara, pidana tutupan,
atau pidana pengawasan untuk waktu tertentu,
pencabutan izin dilakukan paling singkat 2 (dua) tahun
dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana
pokok yang dijatuhkan.
(4)Dalam hal dljatuhi pidana denda, pencabutan izin
berlaku paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
5 (lima) tahun.
(5)Pidana pencabutan izin mulai berlaku pada tanggal
putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
Pasal 96
(1)Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat
setempat diutamakan jika Tindak Pidana yang
dilakukan memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2)Pemenuhan kewajiban adat setempat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dianggap sebanding dengan
pidana denda kategori II.
(3)Dalam hal kewajiban adat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak dipenuhi, pemenuhan kewajiban adat
diganti dengan ganti rugi yang nilainya setara dengan
pidana denda kategori II.
(4)Dalam hal ganti rugi sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak dipenuhi, ganti rugi diganti dengan pidana
pengawasan atau pidana kerja sosial.
Pasal 97
Pidana tambahan berupa pemenuhan kewajiban adat
setempat dapat dijatuhkan walaupun tidak tercantum dalam
perumusan Tindak Pidana dengan tetap memperhatikan
ketentuan Pasal 2 ayat(21.
Pasal 98
Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya
terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan
mengayomi masyarakat.
Pasal 99
(1)Pidana mati dapat dilaksanakan setelah permohonan
grasi bagi terpidana ditolak Presiden.
(2)Pidana mati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
dilaksanakan Di Muka Umum.
(3)Pidana mati dilaksanakan dengan menembak terpidana
sampai mati oleh regu tembak atau dengan cara lain
yang ditentukan dalam Undang-Undang.
(4)Pelaksanaan pidana mati terhadap perempuan hamil,
perempuan yang sedang menyusui bayinya, atau orang
yang sakit jiwa ditunda sampai perempuan tersebut
melahirkan, perempuan tersebut tidak lagi menyusui
bayinya, atau orang yang sakit jiwa tersebut sembuh.
Pasal 100
(1)Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa
percobaan selama 10 (sepuluh) tahun dengan
memperhatikan:
- rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
- peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
(2)Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam
putusan pengadilan.
(3)Tenggang waktu masa percobaan 10 (sepuluh) tahun
dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4)Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan
perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah
menjadi pidana penjara seumur hidup dengan
Keputusan Presiden setelah mendapatkan
pertimbangan Mahkamah Agung.
(5)Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden
ditetapkan.
(6)Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan
perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk
diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas
perintah Jaksa Agung.
Pasal 101
Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana
mati tidak dilaksanakan selama l0 (sepuluh) tahun sejak
grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana
mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup
dengan Keputusan Presiden.
Pasal 102
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pidana mati diatur dengan Undang-Undang.
Paragraf 2
Tindakan
Pasal 103
(1)Tindakan yang dapat dikenakan bersama-sama dengan
pidana pokok berupa:
- konseling;
- rehabilitasi;
- pelatihan kerja;
- perawatan di lembaga; dan/ atau
- perbaikan akibat Tindak Pidana.
(2)Tindakan yang dapat dikenakan kepada Setiap Orang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dan Pasal 39
berupa:
- rehabilitasi;
- penyerahan kepada seseorang;
- perawatan di lembaga;
- penyerahan kepada pemerintah; dan/ atau
- perawatan di rumah sakit jiwa.
(3)Jenis, jangka waktu, tempat, dan/ atau pelaksanaan
tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam putusan pengadilan.
Pasal 104
Da1am menjatuhkan putusan berupa tindakan, hakim wajib
memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 51 sampai dengan Pasal 54.
Pasal 105
(1)Tindakan rehabilitasi dikenalan kepada terdakwa yang:
- kecanduan alkohol, narkotika, psikotropika, d.an zat adiktif lainnya; dan/ atau
- menyandang disabilitas mental dan/atau disabilitas intelektual.
(2)Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
- rehabilitasi medis;
- rehabilitasi sosial; dan
- rehabilitasi psikososial.
Pasal 106
(1)Dalam mengenakan tindakan pelatihan kerja, hakim
wajib mempertimbangkan :
- kemanfaatan bagi terdakwa;
- kemampuan terdakwa; dan
- jenis pelatihan kerja.
(2)Dalam menentukan jenis pelatihan kerja sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, hakim wajib
memperhatikan pengalaman kerja dan tempat tinggal
terdakwa.
Pasal 107
Tindakan perawatan di lembaga dikenakan berdasarkan
keadaan pribadi terdakwa serta demi kepentingan terdakwa
dan masyarakat.
Pasal 108
Tindakan perbaikan akibat Tindak Pidana adalah upaya
memulihkan atau memperbaiki kerusakan akibat Tindak
Pidana menjadi seperti semula.
Pasal 109
Tindakan penyerahan terdakwa kepada pemerintah atau
seseorang dikenakan demi kepentingan terdakwa dan
masyarakat.
Pasal 110
(1)Tindakan perawatan di rumah sakit jiwa dikenakan
terhadap terdakwa yang dilepaskan dari segala
tuntutan hukum dan masih dianggap berbahaya
berdasarkan hasil penilaian dokter jiwa.
(2)Penghentian tindakan perawatan di rumah sakit jiwa
dilakukan jika yang bersangkutan tidak memerlukan
perawatan lebih lanjut berdasarkan hasil penilaian
dokter jiwa.
(3)Penghentian tindakan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan berdasarkan penetapan halim yang
memeriksa perkara pada tingkat pertama yang
diusulkan oleh jaksa.
Pasal 111
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pidana dan tindakan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 sampai dengan Pasal 110 diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Bagian Ketiga
Diversi, Tindakan, dan Pidana bagi Anak
Paragraf 1
Diversi
Pasal 112
Anak yang melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan
pidana penjara di bawah 7 (tqjuh) tahun dan bukan
merupakan pengulangan Tindak Pidana wajib diupayakan
diversi.
Paragraf 2
Tindakan
Pasal 113
(1)Setiap Anak dapat dikenai tindakan berupa:
- pengembalian kepada Orang Tua/wali;
- penyerahan kepada seseorang;
- perawatan di rumah sakit jiwa;
- perawatan di lembaga;
- kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/ atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta;
- pencabutan Surat izin mengemudi; dan/ atau
- perbaikan akibat Tindak Pidana.
(2)Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1
(satu) tahun.
(3)Anak di bawah umur 14 (empat belas) tahun tidak dapat
dijatuhi pidana dan hanya dapat dikenai tindakan.
Paragraf 3
Pidana
Pasal 114
Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap Anak berupa:
- pidana pokok; dan
- pidana tambahan.
Pasal 115
Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
huruf a terdiri atas:
- pidana peringatan;
- pidana dengan syarat:
- pembinaan di luar lembaga;
- pelayanan masyarakat; atau
- pengawasan.
- pelatihan kerja;
- pembinaan dalam lembaga; dan
- pidana penjara.
Pasal 116
Pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114
huruf b terdiri atas:
- perampasan keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana; atau
- pemenuhan kewajiban adat.
Pasal 117
Ketentuan mengenai diversi, tindakan, dan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 sampai dengan
Pasal 116 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Bagian Keempat
Pidana dan Tindakan bagi Korporasi
Paragraf 1
Pidana
Pasal 118
Pidana bagi Korporasi terdiri atas:
- pidana pokok; dan
- pidana tambahan.
Pasal 119
Pidana pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 118
huruf a adalah pidana denda.Pasal l20
(1)Pidana tambahan bagl Korporasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 118 huruf b terdiri atas:
- pembayaran ganti nrgi;
- perbaikan akibat Tindak Pidana;
- pelaksanaan kewajiban yang telah dilalaikan;
- pemenuhan kewajiban adat;
- pembiayaan pelatihan kerja;
- perampasan Barang atau keuntungan yang diperoleh dari Tindak Pidana;
- pengumuman putusan pengadilan;
- pencabutan izin tertentu;
- pelarangan permanen melakukan perbuatan tertentu;
- penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha dan/ atau kegiatan Korporasi;
- pembekuan seluruh atau sebagian kegiatan usaha Korporasi; dan
- pembubaran Korporasi.
(2)Pidana tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf h, huruf j, dan huruf k dijatuhkan paling lama
2 (dua) tahun.
(3)Dalam hal Korporasi tidak melaksanakan pidana
tambahan s6lagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
sampai dengan huruf e, kekayaan atau pendapatan
Korporasi dapat disita dan dilelang oleh jaksa untuk
memenuhi pidana tambahan yang tidak dipenuhi.
Pasal 121
(1)Pidana denda untuk Korporasi dljatuhi paling sedikit
kategori IV, kecuali ditentukan lain oleh UndangUndang.
(2)Dalam hal Tindak Pidana yang dilakukan diancam
dengan:
- pidana penjara di bawah 7 (tqiuh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VI;
- pidana penjara paling lama 7 (tqjuh) sampai dengan paling lama 15 (lima belas) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VII; atau
- pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun, pidana denda paling banyak untuk Korporasi adalah kategori VIII.
Pasal 122
(1)Pidana denda wajib dibayar dalam jangka waktu
tertentu yang dimuat dalam putusan pengadilan.
(2)Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menentukan pembayaran pidana denda
dengan cara mengangsur.
(3)Jika pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak dibayar dalam jangka waktu yang telah
ditentukan, kekayaan atau pendapatan Korporasi dapat
disita dan dilelang oleh jaksa untuk melunasi pidana
denda yang tidak dibayar.
(4)Dalam hal kekayaan atau pendapatan Korporasi tidak
mencukupi untuk melunasi pidana denda sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Korporasi dikenai pidana
pengganti berupa pembekuan sebagian atau seluruh
kegiatan usaha Korporasi.
Paragraf 2
Tindakan
Pasal 123
Tindakan yang dapat dikenakan bagi Korporasi:
- pengambilalihanKorporasi;
- penempatan di bawah pengawasan; dan/ atau
- penempatan Korporasi di bawah pengampuan.
Pasal 124
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan
pidana dan tindakan bagi Korporasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 118 sampai dengan Pasal 123 diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Kelima
Perbarengan
Pasal 125
(1)Suatu perbuatan yang memenuhi lebih dari 1 (satu)
ketentuan pidana yang diancam dengan ancaman
pidana yang sama hanya dijatuhi 1 (satu) pidana,
sedangkan jika ancaman pidananya berbeda dijatuhi
pidana pokok yang paling berat.
(2)Suatu perbuatan yang diatur dalam aturan pidana
umum dan aturan pidana khusus hanya dijatuhi aturan
pidana khusus, kecuali Undang-Undang menentukan
lain.
Pasal 126
(1)Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang
saling berhubungan sehingga dipandang sebagai
perbuatan berlanjut dan diancam dengan ancarnan
pidana yang sama, hanya dijatuhi 1 (satu) pidana.
(2)Jika perbarengan Tindak Pidana sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diancam dengan pidana yang
berbeda, hanya dijatuhi pidana pokok yang terberat.
Pasal 127
(1)Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang
harus dipandang sebagai Tindak Pidana yang berdiri
sendiri dan diancam dengan pidana pokok yang sejenis,
hanya diiatuhkan I (satu) pidana.
(2)Maksimum pidana untuk perbarengan Tindak Pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah
pidana yang diancamkan pada semua Tindak Pidana
tersebut, tetapi tidak melebihi pidana yang terberat
ditambah 1/3 (satu per tiga).
Pasal 128
(1)Jika terjadi perbarengan beberapa Tindak Pidana yang
harus dipandang sebagai Tindak Pidana yang berdiri
sendiri dan diancam dengan pidana pokok yang tidak
sejenis, pidana yang dijatuhkan adalah semua jenis
pidana untuk Tindak Pidana masing-masing, tetapi
tidak melebihi maksimum pidana yang terberat
ditambah l/3 (satu per tiga).
(2)Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diancam dengan pidana denda, penghitungan denda
didasarkan pada lama maksimum pidana penjara
pengganti pidana denda.
(3)Jika Tindak Pidana yang dilakukan diancam dengan
pidana minimum, minimum pidana untuk perbarengan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah jumlah
pidana minimum khusus untuk Tindak Pidana masingmasing, tetapi tidak melebihi pidana minimum khusus
terberat ditambah 1/3 (satu per tiga).
Pasal 129
Jika dalam perbarengan Tindak Pidana dljatuhi pidana mati
atau pidana penjara seumur hidup, terdakwa tidak boleh
dijatuhi pidana lain, kecuali pidana tambahan, yakni:
- pencabutan hak tertentu;
- perampasan Barang tertentu; dan/ atau
- pengumuman putusan pengadilan.
Pasal 130
(1)Jika terjadi perbarengan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 127 dan Pasal 129, penjatuhan pidana tambahan
dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
- pidana pencabutan hak yang sama dijadikan satu
dengan ketentuan:
- paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun lebih lama dari pidana pokok yang dljatuhkan; atau
- apabila pidana pokok yang diancamkan hanya pidana denda, lama pidana paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun.
- pidana pencabutan hak yang berbeda dijatuhkan secara sendiri-sendiri untuk tiap Tindak Pidana tanpa dikurangi; atau
- pidana perampasan Barang tertentu atau pidana pengganti dijatuhkan secara sendiri-sendiri untuk tiap Tindak Pidana tanpa dikurangi.
(2)Ketentuan mengenai lamanya pidana pengganti bagi
pidana perampasan Barang tertentu sebagaimana
dimaksud pada ayat. (1) huruf c berlaku ketentuan
pidana pengganti untuk denda.
Pasal 131
(1)Jika Setiap Orang telah dijatuhi pidana dan kembali
dinyatakan bersalah melakukan Tindak Pidana lain
sebelum putusan pidana itu diiatuhkan, pidana yang
terdahulu diperhitungkan terhadap pidana yang akan
dijatuhkan dengan menggunalan aturan perbarengan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 sampai dengan
Pasal l3O, seperti jika Tindak Pidana itu diadili secara
bersama.
(2)Jika pidana yang dijatuhkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) telah mencapai maksimum pidana, hakim
cukup menyatakan bahwa terdakwa bersalah tanpa
perlu diikuti pidana.